Alasan Polri tak Pecat AKBP Raden Brotoseno

AKBP Raden Brotoseno pernah terjerat kasus suap saat menjadi penyidik KPK.

Antara
AKBP Raden Brotoseno.
Rep: Bambang Noroyono Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Dian Fath Risalah, Rizky Suryarandika, Antara

Baca Juga

Mabes Polri menjelaskan alasan mengapa mantan terpidana kasus korupsi, AKBP Raden Brotoseno, masih dipertahankan sebagai anggota kepolisian. Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Mabes Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo mengatakan, hasil sidang etik terhadap AKBP Brotoseno, mempertimbangkan kualitas, dan pribadi sebagai anggota Polri yang dapat dipertahankan.

Hal tersebut, yang menurut hasil sidang etik, dan profesi Polri, membuang keputusan pemecatan, terhadap Brotoseno. Meskipun, kata Ferdy, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, memutus bersalah Brotoseno. “AKBP R Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri, dengan berbagai pertimbangan prestasi, dan perilaku selama berdinas di kepolisian,” begitu kata Ferdy, mengutip putusan sidang etik, dan profesi terhadap Brotoseno.

Ferdy menerangkan, putusan sidang etik, dan profesi terhadap AKBP Brotoseno resmi diundangkan pada 13 Oktober 2020. Ada empat putusan penting terkait kasus etik, dan profesi terhadap mantan penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu. Putusan pertama, menyatakan AKBP Brotoseno bersalah melanggar Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 13 ayat (1) huruf a, Pasal 13 ayat (1) huruf e Peraturan Kapolri 14 tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP).

Atas putusan tersebut, Irjen Ferdy menjelaskan, AKBP Brotoseno dijatuhi sanski berupa pelabelan sebagai anggota Polri yang melakukan perbuatan tercela. Dengan putusan tersebut, kata Ferdy, sidang etik, dan profesi, mewajibkan AKBP Brotoseno menyatakan permohonan maaf kepada petinggi Polri, dan Sidang KEPP. “Sebagai pelaku perbuatan tercela, kewajiban pelanggar (AKBP Brotoseno) untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KEPP, dan atau secara tertulis kepada Pemimpin Polri. Serta direkomendasikan untuk dipindahtugaskan ke jabatan yang berbeda, yang bersifat demosi,” begitu kata Irjen Ferdy.

Putusan Sidang KEPP, juga mempertimbangkan masa hukuman pidana dari PN Tipikor terhadap AKBP Brotoseno, yang sudah dijalani selama 3 tahun 3 bulan. “Selama menjalani masa pemidanaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang bersangkutan (AKBP Brotoseno) menjalaninya dengan berkelakuan baik,” begitu kata Irjen Ferdy. 

Putusan Sidang KEPP terhadap AKBP Brotoseno juga mempertimbangkan karier, dan kualitas kinerja sehingga tak berujung pada pemecatan, atau pemberhentian sebagai anggota Polri. “Atas putusan Sidang KEPP tersebut, AKBP Brotoseno menerima keputusan Sidang KEPP yang dimaksud, dan tidak mengajukan banding atas putusan tersebut,” begitu kata Irjen Ferdy. 

Kabar mengenai AKBP Raden Brotoseno mencuat setelah Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Polri menjelaskan kepada masyarakat perihal status eks narapidana korupsi itu di institusi Polri. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan pers mengatakan pihaknya pada awal Januadi 2022 melayangkan surat kepada As SDM Polri Irjen Pol. Wahyu Widada perihal permintaan klarifikasi status anggota Polri atas nama Raden Brotoseno.

"Hal ini kami sampaikan karena diduga keras yang bersangkutan kembali bekerja di Polri dengan menduduki posisi sebagai Penyidik Madya Dittipidsiber Bareksrim Polri," kata Kurnia.

Berdasarkan data ICW, per tanggal 14 Januari 2017, Pengadilan Tipikor Jakarta melalui putusan Nomor 26 Tahun 2017 telah menghukum Brotoseno dengan pidana penjara selama 5 tahun dan dikenai denda sebesar Rp 300 juta atas perkara korupsi.

"Sayangnya, hingga saat ini surat dari ICW tak kunjung direspons oleh Polri," ujar Kurnia.

Kurnia menjelaskan, dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri mensyaratkan dua hal agar kemudian anggota Polri dikenakan sanksi PTDH. Yakni, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dan menurut pejabat yang berwenang pelaku tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas kepolisian.

"Untuk syarat pertama sudah pasti telah dipenuhi karena putusan Brotoseno telah inkrah," katanya.

Kurnia berpendapat, permasalahan saat ini menyangkut syarat kedua. Jika benar pejabat berwenang Polri menganggap Brotoseno masih layak menyandang kembali status sebagai anggota Polri aktif, maka hal tersebut mesti dijelaskan kepada masyarakat. Sebab, kata dia, hal ini terbilang janggal.

Kejanggalan itu, Brotoseno telah meruntuhkan citra Polri di tengah masyarakat akibat praktik korupsi yang ia lakukan. Kedua, mantan Kapolri Tito Karnavianpada tanggal 19 November 2016 sempat menyebutkan akan mengeluarkan Brotoseno dari Polri jika ia divonis di atas 2 tahun penjara.

"Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Brotoseno telah divonis di atas 2 tahun penjara," ujar Kurnia.

 

 

Raden Brotoseno bebas bersyarat pada 15 Februari 2020. Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Rika Aprianti dalam keterangan tertulisnya pada September 2020 mengatakan, Brotoseno bebas lebih cepat dari masa vonis karena masuk dalam kategori Pembebasan Bersyarat atau PB karena sudah memenuhi peersyaratan administratif dan substantif. 

"Bahwa yang bersangkutan telah bebas bersyarat pada 15 Februari 2020 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor PAS-1052.OK.01.04.06 Tahun 2019 tentang Pembebasan Bersyarat Narapidana serta pidana denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan telah habis dijalankan, " kata Rika dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/9/2020). 

Rika menerangkan, ekspirasi awal Brotoseno bebas pada 18 November 2021. Namun, ia mendapatkan potongan tahanan atau remisi sebanyak 13 bulan 25 hari. Ekspirasi sebenarnya Brotoseno adalah pada 29 September 2020.

"Bahwa yang bersangkutan telah memenuhi syarat administratif dan substantif untuk  mendapatkan hak remisi dan pembebasan bersyarat sesuai dengan Peraturan  Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 3 Tahun 2018,"  terang Rika.

Rika menambahkan, pembebasan bersyarat yang didapatkan Brotoseno karena yang bersangkutan  tidak terkait PP 99. Sehingga, tidak memerlukan surat keterangan kerja sama untuk mendapatkan remisi. 

Brotoseno merupakan narapidana yang  menjalani masa pidana di Lapas Kelas I Cipinang atas kasus korupsi atau melanggar pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Ia ditahan sejak 18 November 2018.  Brotoseno divonis Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta karena dinilai sah dan meyakinkan terlibat tindak pidana korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat. Dia pun dijatuhi hukuman penjara selama 5 tahun dan denda Rp 300 juta subsider pidana kurungan tiga bulan.

Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) mengkritisi mantan terpidana kasus korupsi AKBP Raden Brotoseno yang diduga masih dipertahankan sebagai anggota kepolisian. ISESS meminta Mabes Polri tegas dalam menyikapi isu ini demi menjaga marwah Korps Bhayangkara.

 

Pengamat Kepolisian ISESS Bambang Rukminto memandang petinggi Polri keliru dalam menindak AKBP Raden Brotoseno. Menurutnya, AKBP Raden Brotoseno pantas dicopot dari kepolisian karena terbukti secara sah dan meyakinkan di pengadilan melakukan korupsi. 

"Secara umum ini memang menunjukkan ada yang salah dengan mindset petinggi Polri. Permisivitas pada pelanggaran dan tindak pidana korupsi bila itu menyangkut anggotanya ternyata terbukti di sini," kata Bambang kepada Republika, Selasa (31/5/2022). 

Bambang tak sepakat dengan alasan Polri tetap mempekerjakan AKBP Raden Brotoseno dengan dalih hasil sidang etik terhadap Brotoseno, mempertimbangkan kualitas dan pribadi sebagai anggota Polri yang dapat dipertahankan.

"Saya tidak paham standar kualitas dan pribadi yang dimaksud Kadiv Propam," ujar Bambang. 

Bahkan, Bambang meragukan apakah AKBP Brotoseno benar-benar telah menjalani masa hukuman penjara sesuai putusan pengadilan.

"Apakah AKBP B (Brotoseno) benar sudah menjalani hukuman atau tidak seperti keputusan pengadilan? Artinya masyarakat pun juga bisa melihat fakta-fakta yang terjadi," ujar Bambang. 

Oleh karena itu, Bambang mendesak Polri tak lagi bermain retorika bila menyangkut pelanggaran pidana mantan anggotanya. Sebab ia meyakini Polri masih bisa mempekerjakan anggota yang belum pernah terjerat kasus korupsi. 

"Seolah negeri ini pada umumnya dan Polri khususnya kekurangan personel yang berkualitas dan memiliki integritas tinggi sehingga masih mempertahankan yang kotor," tegas Bambang. 

 

Sanksi Berat Polisi Smackdown Mahasiswa - (Infografis Republika.co.id)

 

 
Berita Terpopuler