Sejarah Hari Ini: Bom Mobil di Afrika Selatan Telan 16 Korban Jiwa

Kongres Nasional Afrika telah disalahkan atas serangan bom mobil.

Reuters
Ilustrasi bom mobil. Pada 20 Mei 1983, sedikitnya 16 orang tewas dan lebih dari 130 orang terluka dalam ledakan bom mobil di ibu kota Afrika Selatan, Pretoria.
Rep: Fergi Nadira Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, PRETORIA -- Pada 20 Mei 1983, sedikitnya 16 orang tewas dan lebih dari 130 orang terluka dalam ledakan bom mobil di ibu kota Afrika Selatan, Pretoria. Ledakan itu terjadi di luar gedung Nedbank Square di Church Street sekitar jam 16.30 pada puncak jam sibuk kota.

Baca Juga

Lebih dari 20 ambulans datang ke tempat kejadian dan membawa korban tewas dan luka-luka ke tiga rumah sakit di dalam dan sekitar Pretoria. Polisi kala itu menutup daerah sekitarnya dengan pagar kawat berduri ketika personel darurat menyaring puing-puing dan mencari jenazah.

Ahli penjinak bom dipanggil ke tempat kejadian untuk mencari kemungkinan bom kedua. Kepulan asap besar membumbung ratusan kaki ke udara saat puing-puing dan jasad berserakan di sekitar lokasi ledakan. Bom itu ditempatkan di mobil Alfa Romeo biru di luar gedung bertingkat yang menampung markas besar angkatan udara Afrika Selatan.

Mobil yang berisi bom itu meledak pada puncak jam sibuk kota ketika ratusan orang meninggalkan pekerjaan untuk akhir pekan. Kaca dan logam terlempar ke udara saat bagian depan toko dan jendela pecah.

Banyak orang yang lewat harus diamputasi karena terkena puing-puing yang beterbangan. Sebagian orang lainnya tewas kehabisan darah. 

Kongres Nasional Afrika (ANC) telah disalahkan atas serangan itu. ANC adalah partai antiapartheid yang dilarang di negara tersebut.

Menteri Hukum dan Ketertiban Afrika Selatan, Louis le Grange, yang langsung mengunjungi tempat kejadian, menyalahkan serangan itu pada ANC. Dia mengatakan, ledakan itu adalah insiden teroris terbesar dan paling buruk sejak kekerasan anti-pemerintah dimulai di Afrika Selatan 20 tahun lalu.

"Saya tidak ragu siapa yang bertanggung jawab atas serangan tercela ini," ujarnya seperti dilansir laman BBC History, Jumat (20/5/2022). 

"Sebagian besar korban adalah warga sipil, tetapi beberapa adalah personel angkatan udara berseragam, hitam dan putih. Cukup banyak dari mereka yang tewas berkulit hitam," ujarnya menambahkan.

 

Pada saat itu, ANC berkomitmen untuk menggulingkan pemerintah kulit putih minoritas. Oliver Tambo, yang merupakan penjabat presiden organisasi itu, mengatakan gedung Nedbank Square adalah target yang sah, meskipun dia tidak mengakui melakukan serangan itu awalnya.

Menteri pertahanan Afrika Selatan, Jenderal Magnus Malan mengatakan ledakan itu adalah tindakan kriminal pengecut dalam perang Komunis yang berkecamuk di Afrika Selatan. Dia mengatakan lebih dari 40 ribu warga sipil tewas akibat terorisme dalam lima tahun terakhir di Afrika dan 83.000 pria bersenjata tewas.

Afrika Selatan memiliki hampir lima juta orang kulit putih, 21 juta orang kulit hitam, hampir satu juta orang India dan sekitar 2,5 juta orang dari ras campuran. Sistem apartheid pemerintah menyangkal hak kewarganegaraan bagi orang kulit hitam kecuali di 10 tanah air terpencil.

ANC dipimpin oleh Nelson Mandela yang saat itu tengah dalam tahanan. ANC telah memperingatkan bahwa mereka bermaksud untuk meningkatkan kampanyenya untuk mengakhiri kekuasaan minoritas kulit putih. Beberapa waktu kemudian penjabat ANC, Oliver Tambo mengaku menanam bom mobil.

Jumlah korban tewas bertambah menjadi 17 dan 197 orang luka-luka dalam ledakan tersebut. Empat hari kemudian Angkatan Udara Afrika Selatan mengebom pangkalan ANC di Maputo, Mozambik, sebagai pembalasan atas bom mobil Pretoria.

Sedikitnya enam orang, termasuk dua anak-anak, tewas. Setelah serangan Maputo, ANC secara resmi mengakui melakukan pemboman Pretoria.

Pada tanggal 2 Februari 1990, pemerintah Afrika Selatan mencabut pembatasan ANC yang memungkinkan oposisi legal terhadap apartheid untuk pertama kalinya dalam 40 tahun. Pemimpin partai ANC, Nelson Mandela, dibebaskan pada 11 Februari 1990 setelah 27 tahun ditahan. Pada Mei 1994 Mandela menjadi presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan ketika ANC meraih kekuasaan.

 
Berita Terpopuler