Muslim Jepang Kesulitan Mencari Lahan Pemakaman

Populasi Muslim terus meningkat di Jepang.

(AP Photo/Eugene Hoshiko)
Muslim Jepang
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Populasi Muslim terus meningkat di Jepang. Diperkirakan ada 230 ribu Muslim tinggal di Jepang pada akhir 2020, menurut Hirofumi Tanada, profesor emeritus sosiologi di Universitas Waseda. Namun hanya tujuh pemakaman di Jepang yang menerima cara penguburan Muslim.

Seluruh wilayah Kyushu tidak memilikinya, terlepas dari upaya Asosiasi Muslim Beppu di Beppu, Oita, di pulau utama selatan. Asosiasi tersebut berencana untuk membuat pemakaman Muslim di kota yang terkenal dengan resor pemandian air panas itu. Namun, warga sekitar keberatan.

Asosiasi itu kemudian mengajukan petisi ke kementerian kesehatan pada Juni tahun lalu dan meminta untuk membuka pemakaman multikultural, di mana orang dapat dimakamkan berdasarkan agama mereka atau karena alasan lain.

"Bagi umat Islam, kremasi tidak menghormati orang yang sudah meninggal," kata Khan Muhammmmad Tahir, kepala asosiasi dan profesor teknik jaringan komunikasi di Universitas Ritsumeikan Asia Pasifik, seperti dilansir Asahi, Rabu (11/5/2022). "Gagasan membakar mayat terasa lebih menyakitkan dan menyedihkan," tambahnya.

Tahir mengatakan, umat Islam menghadapi masalah besar jika tidak ada pemakaman lokal yang akan menerima cara penguburan mereka. Dia mengatakan bahwa mengangkut jenazah ke tempat-tempat yang jauh di Jepang atau bahkan di luar negeri secara teknis sulit dan mahal.

Baca Juga

Banyak Muslim telah tinggal di Jepang selama beberapa dekade dan sepenuhnya menetap di negara itu. Tahir, misalnya, adalah warga negara Jepang yang dinaturalisasi dengan keluarga di Jepang. Dia mengatakan bahwa untuk dirinya sendiri dan penduduk Muslim jangka panjang lainnya di Jepang, diangkut ke negara asal mereka setelah mereka meninggal bukanlah pilihan yang realistis.

Salah satu pemakaman di Jepang yang menerima pemakaman umat Islam adalah Honjo Kodama Seichi Reien (Pemakaman Honjo Kodama) di Honjo, Saitama. Area pemakaman ini memiliki 42 makam. Beberapa menampilkan batu nisan putih bertuliskan teks Arab. Beberapa kuburan hanyalah gundukan tanpa batu nisan.

"Orang-orang yang dimakamkan di sini berasal dari kebangsaan yang berbeda dan memiliki berbagai tingkat kekayaan," kata Sosuke Hayakawa, 75, manajer pemakaman. "Makam itu terlihat berbeda satu sama lain karena alasan itu," tambahnya.

Pemakaman tersebut mulai menerima cara pemakaman Muslim pada Juni 2019. Muslim pertama yang dikuburkan di sini adalah warga Ghana yang tinggal di Soka, Saitama. Sejak itu, umat Islam dari berbagai negara telah dimakamkan di pemakaman tersebut. Di antaranya adalah Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, Iran, Afrika Selatan, Cina, Saudi, dan Indonesia.

Catatan itu juga menunjukkan nama seorang wanita Jepang, yang mungkin menikah dengan seorang pria Muslim. Baru-baru ini, seorang anak Bangladesh berusia 10 tahun yang dibesarkan di Jepang dimakamkan di sini. "Ayah anak itu menangis ketika dia menutup peti mati. Dia tetap berada di dalam lubang pemakaman dan tidak keluar untuk beberapa waktu," kata Hayakawa.

Hayakawa mulai membuka pemakaman Honjo Kadama pada 1995. Saat itu, seorang pejabat dari pusat kesehatan masyarakat setempat menanyakan apakah dia ingin mendapatkan izin untuk menjadikan pemakamannya sebagai salah satu yang menerima pemakaman dengan cara dikubur.

Kemudian Hayakawa memutuskan menerima penguburan di semua area pemakamannya seluas 56.200 meter persegi. Namun selama bertahun-tahun dia belum menerima permintaan untuk memakamkan jenazah dengan cara dikubur. Hingga suatu saat, pengurus sebuah masjid di Tokyo bertanya kepadanya apakah pemakamannya dapat menerima penguburan Muslim. Hayakawa pun senang dengan permintaan itu karena dia akhirnya bisa menggunakan izin yang dia terima untuk menerima penguburan.

Sejak itu, Hayakawa terus menerima permintaan pemakaman dari Muslim yang tinggal di Jepang, berkat informasi dari mulut ke mulut tentang pemakaman tersebut. Jumlah permintaan tersebut telah meningkat lebih dari 15 setiap tahun. Hayakawa tidak merasa ragu untuk memasarkan jasa penguburannya karena penguburan merupakan kebiasaan di Jepang ketika dia masih kecil. Nenek dan kakak perempuannya yang meninggal 30 tahun lalu sama-sama dikuburkan.

"Budha atau Muslim, perasaan kita untuk berduka untuk orang yang meninggal itu sama. Hanya saja ada berbagai agama yang lebih cocok pada zaman atau wilayahnya, saya kira begitu," kata Hayakawa.

 
Berita Terpopuler