Israel tidak Mau Disalahkan Atas Penembakan Jurnalis Aljazirah

PM Israel mengatakan kemungkinan orang Palestina bersenjata yang lakukan penembakan.

Aljazirah
Kantor Aljazirah
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Seorang jurnalis Aljazirah, Shireen Abu Akleh tewas ditembak oleh pasukan Israel ketika meliput serangan di Kota Jenin, wilayah pendudukan Tepi Barat. Israel tidak mau disalahkan atas kematian Abu Akleh, dan justru menuding militan Palestina yang telah menembak jurnalis tersebut.

Baca Juga

Militer Israel mengatakan, pasukannya diserang dengan tembakan senjata berat dan bahan peledak saat beroperasi di Jenin. Kemudian mereka melancarkan serangan balasan. Militer Israel sedang menyelidiki peristiwa itu, dan mencari kemungkinan bahwa para wartawan ditembak oleh orang-orang bersenjata Palestina.

Sementara Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengatakan, berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan, ada kemungkinan besar bahwa orang-orang Palestina bersenjata telah menembak para wartawan yang sedang meliput. "Mereka yang menembak dengan liar adalah orang-orang yang menyebabkan kematian jurnalis malang itu," ujarnya.

Klaim Israel ini merujuk pada rekaman video, di mana orang-orang bersenjata Palestina terlihat berlari melalui jalan sempit. Salah satu dari mereka berteriak bahwa seorang tentara telah terluka. Para pejabat mengatakan, tidak ada warga Israel yang terluka dalam insiden itu.

Sementara, sebuah video terpisah yang ditayangkan oleh Aljazirah menunjukkan tembakan terdengar di area terbuka. Abu Akleh terlihat tergeletak di pinggir jalan saat jurnalis lain berjongkok di dekatnya dan seorang pria berteriak memanggil ambulans. Tidak diketahui apakah kedua video itu diambil di lokasi yang sama. Kedua reporter itu mengenakan rompi antipeluru berwarna biru dengan tulisan "PRESS".

Israel telah mengusulkan penyelidikan bersama dan otopsi. Namun Otoritas Palestina menolak tawaran itu. Otoritas Palestina mengutuk penembakan tersebut. Mereka mengatakan, insiden ini adalah kejahatan yang dilakukan oleh pasukan Israel.

Seorang komandan Israel, Ran Kochav, mengatakan kepada radio militer bahwa, kedua jurnalis itu membawa kamera dan berdiri di dekat orang-orang bersenjata Palestina. Dia mengatakan, para militan Palestina adalah orang-orang tidak profesional dan teroris yang menembaki pasukan Israel.

"Mereka kemungkinan yang menembaki para wartawan," kata Kochav.

Abu Akleh terkena peluru tajam dan dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis. Nyawa Abu Akleh tidak tertolong dan dia dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit. Sementara jurnalis Palestina lainnya yang terkena tembakan, Ali Samoudi, dirawat di rumah sakit dalam kondisi stabil. 

Jaringan berita Aljazirah yang berbasis di Qatar menghentikan siarannya untuk mengumumkan kematian Abu Akleh. Dalam sebuah pernyataan, Aljazirah meminta komunitas internasional untuk mengutuk dan meminta pertanggungjawaban pasukan pendudukan Israel karena sengaja menargetkan dan membunuh jurnalis.

“Kami berjanji untuk mengadili para pelaku secara hukum, tidak peduli seberapa keras mereka berusaha menutupi kejahatan mereka, dan membawa mereka ke pengadilan,” kata pernyataan Aljazirah.

Abu Akleh (51 tahun) lahir di Yerusalem, dan warga negara Amerika Serikat. Dia mulai bekerja untuk Aljazirah pada 1997 dan kerap melaporkan seluruh insiden yang terjadi di wilayah Palestina.

Samoudi, yang merupakan produser Abu Akleh mengatakan kepada The Associated Press bahwa, mereka termasuk di antara tujuh wartawan yang meliput serangan di Kota Jenin pada Rabu (11/5/2022) pagi. Samoudi mengatakan, semua jurnalis yang melakukan peliputan mengenakan alat pelindung yang menandai mereka sebagai wartawan. Para jurnalis melewati pasukan Israel, sehingga tentara akan melihat mereka dan tahu bahwa mereka ada di lokasi konflik.

Samoudi mengatakan, para wartawan lolos dari tembakan pertama. Kemudian tembakan kedua mengenai Samoudi, dan tembakan ketiga membunuh Abu Akleh. Samoudi mengatakan, tidak ada militan atau warga sipil Palestina lainnya di daerah itu. Hanya wartawan dan tentara saja yang ada di lokasi. Samoudi mengatakan, klaim militer bahwa mereka ditembak oleh militan adalah "kebohongan total."

 

Seorang jurnalis situs berita Palestina yang berada di lokasi penembakan, Shaza Hanaysheh, mengatakan, tidak ada bentrokan atau penembakan oleh militan Palestina. Ketika terdengar tembakan, Hanaysheh dan Abu Akleh berlari menuju pohon untuk berlindung.

"Saya sampai di pohon sebelum Shireen. Dia jatuh ke tanah, dan para prajurit tidak berhenti menembak bahkan setelah dia jatuh. Setiap kali saya mengulurkan tangan ke arah Shireen, para tentara menembaki kami," ujar Hanaysheh.

Qatar mengutuk penembakan yang menewaskan jurnalis Aljazirah. Qatar  menyebut tindakan itu sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum humaniter internasional, dan serangan terang-terangan terhadap kebebasan media.

Duta Besar Amerika Serikat untuk Israel, Tom Nides, menyerukan penyelidikan menyeluruh atas kematian Abu Akleh. Nides membenarkan bahwa, Abu Akleh adalah warga negara Amerika.

Dalam insiden terpisah pada Rabu, Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan, seorang anak berusia 18 tahun, yang diidentifikasi sebagai Thair al-Yazouri, ditembak dan dibunuh oleh pasukan Israel di dekat kota Ramallah,  Tepi Barat. Militer sedang menyelidiki insiden tersebut.

Israel merebut Tepi Barat dalam perang Timur Tengah 1967, dan Palestina ingin wilayah itu menjadi bagian utama dari negara masa depan mereka.  Hampir 3 juta warga Palestina tinggal di wilayah di bawah kekuasaan militer Israel.  Israel telah membangun lebih dari 130 pemukiman di Tepi Barat yang merupakan rumah bagi hampir 500 ribu pemukim Yahudi, yang memiliki kewarganegaraan Israel secara penuh.

Israel telah lama mengkritik liputan dan berita-berita Aljazirah. Tetapi pihak berwenang mengizinkan jurnalis Aljazirah untuk beroperasi secara bebas.  Tahun lalu reporter Aljazirah, Givara Budeiri, ditahan ketika meliput aksi protes di Yerusalem. Dia menjalani perawatan di rumah sakit karena patah tangan, yang diduga disebabkan oleh perlakuan kasar polisi.

Hubungan antara pasukan Israel dan media, terutama jurnalis Palestina telah memburuk. Sejumlah wartawan Palestina terluka oleh peluru berlapis karet atau gas air mata saat meliput demonstrasi di Tepi Barat. Seorang jurnalis Palestina di Gaza ditembak dan dibunuh oleh pasukan Israel saat merekam protes kekerasan di sepanjang perbatasan Gaza pada 2018. Wartawan lain yang bekerja untuk stasiun radio lokal Gaza, ditembak pada hari yang sama di perbatasan Gaza dan meninggal seminggu kemudian

 

Pada November 2018, reporter Associated Press Rashed Rashid ditembak di pergelangan kaki kiri oleh pasukan Israel saat meliput protes di dekat perbatasan Gaza. Ketika itu, sia mengenakan alat pelindung yang dengan jelas mengidentifikasi dirinya sebagai seorang jurnalis. Dia berdiri dengan kerumunan jurnalis lain sekitar 600 meter dari perbatasan Israel. Hingga kini, militer Israel tidak pernah mengakui penembakan itu.

 
Berita Terpopuler