Mahfud MD: Di Bagian Mana Saya Bilang Presiden Jokowi Gagal dan Lemah?

Mahfud tegaskan pemerintah tidak gagal dan tidak lemah.

Dok Kemenko Polhukam
Menko Polhukam Mahfud MD.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD membantah kabar yang menyebut ia menyatakan pemerintah telah gagal. Menurut Mahfud, berita itu ditulis oleh para penyebar hoaks.

"Para pembuat hoaks membuat dan menulis macam-macam hoaks yang tidak saya nyatakan di dalam program 'Adu Perspektif' yang ditayangkan Detik TV akhir pekan lalu," ujarnya lewat akun Instagram Mahfud MD, Kamis (28/4). 

Mahfud mengaku hanya berbicara tentang tantangan setelah Pemilu 2024. Tantangan itu seperti masalah polarisasi ideologi, korupsi, dan penegakan hukum. Sehingga, pada 2024 harus dipilih pemimpin yang strong leader dan bisa menyatukan.

Baca Juga

"Tapi, para penyebar hoaks ada yang sengaja menulis ngaco seperti ini: Menko Polhukam Akui Pemerintah Gagal, Mahfud MD Bilang Jokowi Lemah, Menko Polhukam Menyerah soal Korupsi, Menko Polhukam Nyatakan Jokowi Harus Diganti, Menko Polhukam Serang Istana, dan lain-lain. Padahal, itu semua tak ada dalam omongan saya, baik secara eksplisit maupun implisit," katanya.

Menurut mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu, para pembuat dan penyebar hoaks kalau dalam istilah agama adalah 'pemakan bangkai'.

Ia lalu menuluruskan pernyataannya yang benar. "Saya bilang, tahun 2024 kita harus memilih pemimpin baru karena sudah dipastikan Pemilu tidak ditunda, Presiden Jokowi akan habis masa jabatannya, dan tidak ada perpanjangan masa jabatan," ujarnya. 

"Kita harus mencari pemimpin yang kuat, bukan karena pemerintahan Presiden Jokowi lemah atau gagal, tetapi karena memang ada agenda konstitusional, yakni Pemilu untuk memilih Presiden, dan Pak Jokowi tidak ikut kontestasi lagi."

Adapun dua masalah yang dihadapi ke depan, menurut Mahfud, pertama adalah polarisasi (sub) ideologi dan merajalelanya korupsi serta lemahnya penegakan hukum. "Ingat, dua masalah tersebut sudah terwariskan dari Presiden ke Presiden sehingga tak bisa dikatakan hanya terjadi sekarang, untuk kemudian menuding bahwa Pemerintah sekarang gagal."

Persepsi itu, menurut Mahfud MD, tidak tepat. "Itu ngaco. Kalau itu dalilnya, logikanya maka semua Presiden gagal karena tak pernah ada yang bisa mengatasi dua hal itu. Mari kita runut."

Soal korupsi dan penegakan hukum misalnya, tak bisa dibantah bahwa kedua masalah tersebut selalu menjadi problem semua Presiden. Pak SBY dulu bertekad memimpin sendiri perang melawan korupsi, malah secara resmi beliau memperkenalkan istilah mafia hukum sebagai pengganti istilah mafia peradilan.

"Tapi masih banyak pejabat dan politisinya yang korupsi gede-gedean."

Dulu, kata Mahfud MD, Bu Mega pernah mengeluh bahwa ia mewarisi birokrasi Tong Sampah sehingga sulit memberantas korupsi meski keputusan politiknya sudah tegas. Begitu pun Gus Dur, pada masanya galak terhadap koruptor dan mencoba menangkapi koruptor tapi malah Gus Dur yang jatuh.

"Pak Habibie pun begitu. Jadi problem korupsi dan polarisasi ideologi itu sudah terwariskan dari waktu ke waktu, sehingga membuat pembelahan yang membahayakan. Dari mana logikanya kok menuding saya bilang bahwa pemerintah sekarang gagal dan menyerah?."

Sebaliknya jika melihat hasil survei semua lembaga survei yang kredibel (Litbang Kompas, SMRC, Indikator Politik Indonesia, Charta Politika) melaporkan pada awal tahun ini bahwa tingkat kepuasan publik terhadap Pemerintahan Jokowi justru tinggi.

Survei Litbang Kompas yang dirilis awal Maret 2022 menyatakan kepuasan publik adalah yang tertinggi selama 7 tahun pemerintahan Jokowi dan mencapai skor lebih dari 73 persen. Sedangkan penegakan hukum saat survei itu sudah 65 persen padahal pada akhir 2019 hanya 49,1 persen.

"Siang ini tadi (28/4/22), saya ikut hadir dalam rilis hasil survei Indikator Politik oleh Burhan Muhtadi. Ternyata kepercayaan publik dan indeks penegakan hukum masih cukup tinggi meski sempat turun sebentar ketika ribut-ribut penundaan pemilu," jelasnya. 

Penegakan hukum tetap berjalan baik. Malah Kejagung yang tadinya ada di peringkat delapan naik ke peringkat empat dalam kepercayaan publik. "Para pembuat hoaks pemakan bangkai tentu bilang itu survai abal-abal dan pesanan. Kemudian meminjam nama saya untuk menghantam Presiden Jokowi."

"Padahal saya bilang tahun 2024 harus dipilih Presiden baru, karena tahun itu akan ada Pemilu dan Pak Jokowi sudah tidak bisa dipilih lagi. Di bagian mana saya bilang Presiden Jokowi gagal dan lemah?

"Akan halnya keharusan memilih Presiden yang kuat, itu terkait dengan fakta bahwa dalam sejarah semua Presiden kita tidak bisa menyelesaikan polarisasi politik identitas dan lemahnya hukum di depan merajalelanya korupsi."

Kalau di Amerika Latin, kata Mahfud, jika pertentangan di tengah masyarakat meluas dan hukum tidak tegak biasanya militer mengambil alih kekuasaan melalui kudeta dengan alasan menyelamatkan negara. "Tak ada sama sekali saya bilang 'TNI akan kudeta'. Tapi pembuat hoaks menulis,'Mahfud bilang Presiden lemah dan gagal, TNI akan kudeta'. Di bagian mana saya bilang begitu? Di Indonesia itu tak akan terjadi."

 
Berita Terpopuler