Indonesia Wajib Perkuat Halal Value Chain untuk Jadi Episentrum Syariah

LPPI catat Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen halal dunia

Dok IPB University
Indonesia perlu memperkuat halal value chain dalam rangka mewujudkan cita-cita menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Direktur LPPI, Mulya E Siregar menyampaikan, saat ini, secara perlahan namun pasti Indonesia semakin menguat sebagai pusat gravitasi ekonomi syariah dan industri halal dunia.
Rep: Lida Puspaningtyas Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia perlu memperkuat halal value chain dalam rangka mewujudkan cita-cita menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Direktur LPPI, Mulya E Siregar menyampaikan, saat ini, secara perlahan namun pasti Indonesia semakin menguat sebagai pusat gravitasi ekonomi syariah dan industri halal dunia.

"Ini menarik sekali, sejumlah indikator internasional menyebutkan posisi kita terus membaik," katanya saat membuka virtual seminar LPPI yang ke-73 dengan topik Inovasi Keuangan Syariah Dalam Rangka Penguatan Alat Value Change di Jakarta, Kamis (14/4).

Berdasarkan Islamic Finance Country Index (IFCI) pada Global Islamic Finance Report 2021, posisi Indonesia terus membaik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, berdasarkan report tersebut, Indonesia masih berada di peringkat 10 besar dunia, kemudian kian menanjak menjadi peringkat kelima pada 2019 dan pada 2020 menjadi peringkat keempat.

Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen halal dunia. Hal ini dibuktikan dengan semakin aktif Indonesia mengikuti pameran halal di berbagai negara dan menjalin kerja sama dengan negara-negara muslim di dunia.

Menurutnya, sektor industri produk halal terus memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional selama pandemi Covid-19. Potensi industri halal tersebut diimbangi dengan potensi industri keuangan syariah nasional yang tak kalah besar.

Merujuk laporan Islamic Finance Development Indicator (IDI) di 2020 Indonesia masuk ke lima besar dunia dari 135 negara berdasarkan nilai asetnya. Yaitu berada pada tiga miliar dolar AS, di bawah Arab Saudi yang mempunyai 17 miliar dolar AS dan Iran 14 miliar dolar AS, Malaysia 10 miliar dolar AS dan Uni Emirat Arab tiga miliar dolar AS.

Mulya menegaskan, dengan mayoritas penduduk muslim dan jumlah SDM yang banyak seharusnya menjadikan Indonesia sebagai pusat perkembangan ekonomi syariah di dunia. Indonesia juga dapat meningkatkan ekspor barang halal ke negara-negara muslim.

Selain itu, banyak juga negara non muslim mulai mengadopsi halal lifestyle sehingga menjadi menjadi peluang besar bagi Indonesia. Kerja sama Indonesia dengan negara negara muslim dapat meningkatkan nilai ekspor produk halal seperti produk makanan, kosmetik dan obat obatan.

"Tentunya ini tidak terlepas dari peran produsen produk halal Indonesia," katanya.

Mulya mengatakan sinergi kolaborasi dan kemitraan antara pelaku usaha besar dan pelaku usaha mikro dan kecil serta ultra mikro harus diperkuat. Hal ini guna mengembangkan halal value chain agar tujuan pemerataan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.

Oleh karena itu, salah satu strategi dalam upaya pencapaian visi Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia adalah penguatan rantai nilai halal atau halal value chain. Penguatan hal ini salah satunya adalah dengan dukungan ekonomi keuangan syariah, melalui inovasi.

"Inovasi keuangan syariah ini sangat berpengaruh kepada penguatan halal value chain dan inovasi sangat tergantung juga pada kemampuan lembaga-lembaga keuangan syariah untuk melakukannya," katanya.

Ia menambahkan, inovasi juga sangat tergantung daripada regulator. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir tahun 2021 telah mengeluarkan ketentuan melalui POJK 12 dan POJK 13 yang intinya adalah beralihnya regulatory approach dari rule-based approach menjadi principle-based approach.

Mulya mengatakan OJK tidak lagi mengatur secara rigid, tapi memberikan kebebasan bagi bank ataupun lembaga keuangan untuk melakukan inovasi dalam rangka mengejar pertumbuhan teknologi informasi yang berlangsung dengan cepat. Regulasi ini sudah sangat mendukung sehingga memungkinkan bagi bank bank untuk melakukan inovasi dengan cepat.

Mengingat regulasi telah mendukung, menurut Mulya saat ini tinggal kedewasaaan dari pada lembaga keuangan syariah untuk dapat melakukan inovasi. Tidak lain adalah kemampuan menghasilkan suatu produk ataupun aktivitas baru yang memenuhi kebutuhan masyarakat atau yang dikenal dengan user experience atau consumer experience.

 

"Nah, inilah barangkali kemampuan melakukan inovasi ini harus diimbangi dengan kemampuan melakukan mitigasi resiko yang tiada lain adalah kemampuan melakukan manajemen risiko yang canggih," kata Mulya.

 
Berita Terpopuler