Indonesia Perlu Pastikan Negara G20 Bahas Dampak Konflik Rusia-Ukraina

Dampak ekonomi perang Rusia-Ukraina sudah terasa, mulai dari pangan hingga komoditas.

Antara/Mohammad Ayudha
Indonesia perlu memastikan negara-negara anggota G20 membahas solusi dari dampak konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia perlu memastikan negara-negara anggota G20 membahas solusi dari dampak konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Senior CSIS (Center for Strategic and International Studies) Dr Rizal Sukma mengatakan, dengan adanya upaya untuk mengeluarkan Rusia dari G20, ini adalah penting bagi Indonesia untuk memastikan bahwa G20 itu penting untuk membicarakan bagaimana mengatasi implikasi ekonomi dari konflik yang ada di sana.

Baca Juga

Ia mengatakan bahwa tanpa konflik di Ukraina, Indonesia sudah cukup kesulitan untuk melakukan upaya pemulihan ekonomi yang terpuruk akibat pandemi COVID-19. Dampak ekonomi dari perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina dirasakan di mana-mana, terutama dampaknya terhadap pupuk, bahan makanan dan harga-harga komoditas lain.

Rizal menilai hal tersebut memberikan dampak yang semakin serius terhadap reputasi Indonesia sebagai Presiden G20. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar Indonesia bisa memastikan bahwa seluruh negara anggota G20 berkomitmen untuk membicarakan solusi dari dampak yang muncul akibat konflik Rusia-Ukraina.

"Jika tidak ada komitmen untuk hadir seperti itu, sebaiknya Indonesia membatalkan saja G20 itu dan menyerahkan kepada ketua berikutnya," kata Rizal dalam webinar bertajuk Konflik Rusia-Ukraina: Sanksi Ekonomi dan Implikasi Global, Regional dan Lokal di Jakarta, Kamis (7/4/2022).

Selain memberikan usulan tersebut, Rizal juga menyebutkan beberapa poin penting lain terkait dampak konflik Rusia-Ukraina terhadap kondisi geopolitik dan hubungan internasional, terutama di Asia. Pertama, ia menilai bahwa konflik Rusia-Ukraina menampik sejumlah asumsi yang selama ini diyakini sebagai prinsip-prinsip utama dalam pelaksanaan hubungan antarnegara, misalnya tentang asumsi bahwa saling ketergantungan ekonomi antarnegara dapat mencegah perang.

 

"Sekarang ini Eropa merupakan mitra dagang Rusia yang terbesar dan juga merupakan pasar utama dari Rusia, sekitar 50 persen dari pendapatan Rusia berasal dari sana. Hal ini ternyata tidak mencegah Rusia untuk mengambil kebijakan menginvasi Ukraina," katanya.

Kemudian, poin penting berikutnya adalah bahwa konflik Rusia-Ukraina tersebut memberikan implikasi terhadap opini publik di kawasan Asia. "Saya melihat bahwa masih kuatnya kejengkelan atau ketidaksukaan terhadap perang, geopolitik Amerika Serikat dan Barat itu masih sangat kuat di banyak negara di Asia Pasifik," ujarnya.

Selanjutnya, Rizal menyebutkan bahwa konflik Rusia-Ukraina juga menimbulkan tren yang cukup mengkhawatirkan, yang membenarkan perang antara Rusia dan Ukraina sebagai instrumen yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah. "Sudah jelas ini adalah invasi. Apa pun alasannya itu adalah pelanggaran yang sangat besar terhadap piagam PBB dan juga pelanggaran utama dalam prinsip-prinsip hubungan internasional. Pelanggaran atas kedaulatan sebuah negara yang merdeka," katanya menegaskan.

 

Selain itu, Rizal juga mengatakan bahwa konflik antara Rusia dan Ukraina semakin menegaskan adanya rivalitas yang cukup dominan di antara kekuatan-kekuatan besar di kawasan Asia Pasifik.

 
Berita Terpopuler