Enam Fakta Pala Papua dalam Kehidupan Masyarakat Fakfak

Pala berkualitas tinggi tumbuh di Fakfak, Papua.

ANTARA/Gusti Tanati
Petani menjemur bunga pala di Kampung Air Besar Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua barat, Sabtu (14/11/2020). Sekitar 70 sampai 80 persen wilayah Kabupaten Fakfak merupakan hutan pala endemik.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jauh sebelum masa Indonesia modern, rempah Nusantara sudah dikenal di dunia. Hal inilah yang kemudian menjadi incaran bangsa-bangsa lain, termasuk Inggris, Spanyol, dan Belanda pada masa kolonial.

Salah satu rempah yang tersohor adalah biji pala. Varian pala yang populer berasal dari Pulau Banda, Maluku. Selain itu, ada varietas lain yang juga berkualitas tinggi, yaitu pala yang berasal dari Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Lembaga penelitian nirlaba Indonesia, Yayasan Inobu, mengulas perbedaan antara pala Banda dan Papua. Pala Banda berbentuk bulat, sedangkan pala Papua berbentuk lonjong dengan ukuran lebih besar.

"Rasa daging buah pala Papua juga lebih manis dan tidak menyisakan rasa getir," ungkap Sustainable Sourcing Manager Yayasan Inobu, Ofra Shinta Fitri, lewat pernyataan resminya, dikutip Senin (4/4/2022).

Co-founder Papua Muda Inspiratif, Nanny Uswanas, mengatakan bahwa daging buah pala sering digunakan sebagai pengganti jeruk dalam masakan masyarakat Fakfak. Nanny merupakan penduduk asli Fakfak.

Nanny menjelaskan bahwa 70 sampai 80 persen wilayah Kabupaten Fakfak merupakan hutan pala endemik. Bagi masyarakat Fakfak, pala tidak hanya berperan sebagai bahan makanan, melainkan juga memiliki fungsi lain. Berikut enam fakta soal pala Papua yang menarik untuk diketahui:

1. Ibu yang memberi kehidupan
Pohon pala di Fakfak dianggap seperti ibu sendiri oleh masyarakat setempat, karena pohon tersebut dinilai memberi kehidupan. Masyarakat setempat memberlakukan sanksi adat bagi siapa pun yang menebang pohon pala.

2. Alat barter pada zaman dahulu
Zaman dahulu, masyarakat Fakfak pesisir sudah menjalin hubungan perdagangan dengan bangsa lain. Dari cerita lisan turun-temurun di Fakfak, diketahui bahwa ekspor pala telah dilakukan sejak zaman Belanda. Proses ekspor pertama dilakukan dalam bentuk barter, yakni kegiatan tukar-menukar barang tanpa perantara uang.

3. Digunakan sebagai "bank hidup"
Umumnya, musim panen pala adalah dua kali setahun. Namun, terkadang di antara waktu panen tersebut terselip satu kali musim panen tambahan. Pala yang dipanen kadang digunakan masyarakat sebagai "dana" cadangan.

Hal tersebut dianggap sebagai "bank hidup". Ketika akan mengadakan hajatan atau menyekolahkan anak, misalnya, masyarakat Fakfak tidak jarang menggadaikan pala kepada pengepul.

Baca Juga

4. Penjaga lingkungan dari bencana
Pohon pala bisa tumbuh subur dan berbuah banyak tanpa perlu pupuk dan perawatan khusus, meski tergantung juga dengan jenis pohon, kontur tanah, lingkungan, dan iklim. Usia pohon pala juga bisa mencapai ratusan tahun.

Diameter batang pohon pala Papua tidak besar, tapi punya akar yang sangat kuat. Akar tersebut berperan penting dalam mencegah terjadinya banjir dan longsor. Tanaman pala yang tinggi dan rindang juga berfungsi sebagai peneduh bagi tanaman-tanaman lain di sekitarnya.
 
5. Bagian dari budaya
Ketika bicara soal pala, hutan, dan alam, berarti kita juga bicara tentang kemurahan Tuhan. Karena itu, seorang pemimpin adat yang memimpin upacara mengajak warga memanjatkan doa syukur sesuai agama masing-masing.
 
6. Perkembangan komoditas
Dulu, daging buah pala hanya dijadikan manisan basah dan kering. Sekarang produk turunannya sudah cukup beragam, seperti selai, sirop, permen, aromaterapi, dan balsem. Semuanya dikerjakan oleh masyarakat Fakfak.

"Harapannya, di masa mendatang pala Papua bisa dijual dalam berbagai produk turunan yang memberikan manfaat bagi orang di luar Papua, bahkan sampai ke seluruh dunia," kata Nanny.

 
Berita Terpopuler