Mengapa Hilal Pertanda Awal Bulan Hijriyah Terkadang Sulit Terlihat? 

Metode penentuan awal bulan Hijriyah melalui rukyat dan hisab

ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Ilustrasi rukyat hilal bulan Hijriyah. Metode penentuan awal bulan Hijriyah melalui rukyat dan hisab
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, —Jelang Ramadhan, hilal sering menjadi pembahasan. Bahkan metode penetapan hilal baru sebagai pertanda awal bulan Hijriyah menjadi penyebab perbedaan untuk menetapkan hari pertama puasa Ramadhan.  

Baca Juga

Bagaimana sebenarnya cara melihat hilal dan menentukan awal bulan baru dalam sistem kalender Islam, apakah memang memiliki kesulitan tersendiri? 

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika di Pusat Riset Antariksa (BRIN), Thomas Jamaludin, menjelaskan bahwa ada dua cara untuk menentukan awal bulan baru, yakni dengan metode rukyat dan metode hisab.  

Rasulullah SAW hanya memberi contoh, tanpa menjelaskan alasan menggunakan rukyat tetapi secara astronomi, rukyatul hilal sangat beralasan. Hilal adalah bulan sabit pertama yang teramati sesudah maghrib. Itu pasti penanda awal bulan.  

Selain itu hilal adalah bukti paling kuat telah bergantinya periode fase bulan yang didahului bulan sabit tua dan bulan mati. 

Namun kendala rukyatul hilal adalah masalah kontras antara cahaya hilal yang sangat tipis dan redup dengan cahaya syafak ( cahaya senja ) yang masih cukup terang. Sehingga pengamat hilal membutuhkan filter agar hilal dapat terlihat lebih jelas. 

Sedangkan metode hisab berdasarkan perhitungan ilmu falak. Namun menggunakan hisab tidak langsung disepakati harus melakukan verifikasi melalui kriteria.  

"Hisab tdk bisa langsung menghitung posisi bulan langsung umumkan, pasti perlu kriteria. Bukan hanya sesama ahli hisab melainkan juga dengan rukyat. Kriteria ini menghasilkan kalender. Kalender pasti perlukan hisab dan kriteria. Hisab ini bisa hitung bahkan ribuan tahun kedepan dan hitung balik peristiwa sejarah masa lalu," ujar dia dalam webinar bincang Astronomi bersama Ikatan Alumni Astronomi ITB dan Republika, Rabu (30/3/2022). 

Sesungguhnya ilmu hisab sederhana adalah hisab urfi dengan menghitung sesuai periodik bulan bahwa bulan ganjil itu selalu 30 hari sedangkan bulan genap itu 29 hari seperti, Muharram 30 hari, Safar selalu 29, kecuali ketika tahun kabisat bulan Dzulhijjah yang biasanya 29 hari digenapkan menjadi 30.  

 

Kedua hisab Taqribu berdasarkan umur hilal. Hisan ini melihat konjungsi yang terjadi pada pukul 12.00 dan waktu maghrib pukul 18.00. Terjadi selama enam jam kemudian dibagi dua menjadi tiga derajat.  

Ketiga berdasarkan imkan rukyat. Untuk terlihatnya hilal bukan hanya faktor posisi yang diperhitungkan, tetapi juga harus diperhitungkan faktor cahaya hilal dan cahaya syafak (cahaya senja). 

Dengan perkembangan astronomi, dari data pengalaman rukyat jangka panjang telah dirumuskan kriteria visibilitas hilal (imkan rukyat), berupa persyaratan minimal untuk terlihatnya hilal. 

Terkait dengan kecerlangan hilal, parameter yang digunakan adalah lebar sabit hilal  umur hilal, atau jarak sudut bulan-matahari (elongasi). 

Terkait dengan kecerlangan cahaya syafak, parameter yang digunakan adalah tinggi hilal, beda tinggi bulan matahari, beda azimut (jarak sudut bulan-matahari di garis ufuk) atau beda waktu terbenam bulan-matahari. 

Sementara itu peneliti dan praktisi pengamatan Hilal Observatorium Boscha Muhammad Yusuf menjelaskan bahwa sulitnya melihat hilal dan tidak semudah yang dibayangkan sebelum dia terjun dalam pekerjaan ini. 

Salah satu kesulitan adalah melihat kontras antara cahaya hilal dan cahaya syafak. Salah satu penyebabnya adalah atmosfer yang membatasi pandangan mata manusia.  

"Melihat hilal sangat tergantung pada kondisi lokal. Sangat sulit menghitung sebuah benda langit terbenam dan terbit secara pasti. Karena geometri yang sama. Seperti hilal Ramadhan tidak sama dengan hilal Syawal," ujar dia. 

Karena sulit melakukan pengamatan saat matahari terbenam. Maka Yusuf dan rekannya berusaha untuk mengikuti bulan yakni dari bulan terbenam hingga terbit kembali. 

Cara ini lebih mudah melihat hilal bahkan mampu melihat kondisi bulan pada waktu ijtimak yakni 0 jam 0 menit dan 0 detik dengan elongasi yang lebih dari tiga derajat. 

Namun masalahnya cara ini bertentangan dengan dalil yang ada. Karena biasanya menggunakan cara ini maka ketika melihat hilal pertama kali misalkan pukul 14.00 maka harus membatalkan puasa. 

 

Karena hari di Islam menggunakan ketentuan setelah matahari terbenam sehingga cara tersebut sulit diterapkan untuk penentuan hilal.    

 
Berita Terpopuler