Kagetnya Warga Lihat Harga-Harga Kala Minyak Goreng Kembali Banjiri Toko Ritel

"Enggak masuk akal harganya. Astaghfirullah," kata Dewi.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pekerja membawa minyak goreng di salah satu pusat perbelanjaan di Jalan Pahlawan, Cibeunying Kidul, Kota Bandung, Kamis (17/3/2022). Pemerintah mencabut aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng kemasan, selanjutnya harga minyak goreng kemasan akan diserahkan ke mekanisme pasar dengan menyesuaikan nilai keekonomiannya. Di Kota Bandung, harga minyak goreng kemasan naik menjadi Rp47.800 per dua liter yang semula Rp28.000. Foto: Republika/Abdan Syakura
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti, Dea Alvi Soraya, Febrian Fachri, Ali Mansur, Ali Mansur, Deddy Darmawan Nasution 

Baca Juga

Dewi (30 tahun)  terlihat berdiri di depan rak khusus minyak goreng kemasan di salah satu toko ritel di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Kamis (17/3/2022). Dia tampak mengernyitkan dahi saat memandangi harga yang berderet di bagian display minyak goreng. 

"Enggak masuk akal harganya. Astaghfirullah, no comment -lah," ungkap Dewi kepada Republika, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Di hadapan Dewi berderet harga minyak goreng kemasan yang tertera di antaranya merek Bimoli Rp 24 ribu per 1 liter. Lalu untuk kemasan 2 liter, merek Sania dibanderol dengan harga Rp 47.700, Tropical Rp 51.400 ribu, dan Fortune Rp 47.500. Melihat itu, beberapa detik kemudian, Dewi tidak mengambil satupun kemasan minyak goreng, lantas mengalihkan pandangannya dan bergerak ke rak-rak lainnya. 

 

Menurut Dewi, harga minyak goreng saat ini sangat memberatkan, usai mendapat subsidi dari pemerintah sebelumnya yang bergerak di angka Rp28 ribu per 2 liter. Sebelum itu, lanjutnya, harga normalnya diketahui dibanderoli dengan harga sekitar Rp40 ribu. 

"Kemarin (sebelum subsidi) Rp 40 ribu, terus jadi Rp 28 ribu waktu subsidi. Eh malah sekarang Rp 47 ribu sampai Rp 50 ribu. Sudahlah enggak jadi beli saya," tuturnya. 

Harga minyak goreng kemasan di toko-toko ritel di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) terpantau bergerak di angka sekitar Rp47 ribu per 2 liter. Mendapati harga komoditas tersebut melejit dari harga subsidi sebelumnya Rp28 ribu per 2 liter, sejumlah calon konsumen terlihat tercengang. 

 

Senada, Tia (45), calon konsumen lainnya juga menunjukkan rasa kaget dan kesal saat melihat harga minyak goreng terbaru. Pada saat melihat datar harga, dirinya langsung mengonfirmasinya ke seorang pegawai toko ritel. Pegawai toko ritel mengatakan harga minyak goreng saat ini sudah normal kembali. 

"Gila naik segini tingginya. Bukan normal mah ini, abnormal!" kata Tia dengan cetus kepada sang pegawai. 

Tia menuturkan, harga minyak goreng setinggi itu tentu memberatkan masyarakat. Menurut penuturannya, dengan kondisi itu, dirinya harus berupaya memilih upaya alternatif dalam memasak tanpa minyak goreng. 

 

"Sekarang harga segitu ya siapa yang mau beli, ya sudah direbus-rebus saja deh (cara memasaknya)," kata dia. 

Kenaikan harga minyak goreng kemasan pascadicabutnya aturan satu harga turut dirasakan oleh warga Kota Bukittinggi, Sumatra Barat. Salah satu warga Bukittinggi, Desi, mengaku kaget karena hari ini ia melihat harga minyak goreng di salah satu swalayan sudah di atas Rp 40 ribu untuk minyak goreng ukuran 2 liter.

"Kami yang masyarakat bawah ini bagaimana mau beli semahal itu. Kalau orang banyak duit ya mampu-mampu saja beli. Kami ini bagaimana di tengah hidup kami yang kian susah," kata Desi, Kamis.

Desi menyebut hari ini sudah berkeliling pasar tradisional di Bukittinggi dan juga ke beberapa swalayan. Ia mengaku tidak lagi menemukan minyak goreng curah bersubsidi.

Warga Bukittinggi lainnya, Silvia, juga kaget dengan harga minyak goreng kemasan pada hari ini. Silvia yang hendak membeli minyak goreng di Budiman Swalayan, Tarok, Bukittinggi, mengurungkan niatnya karena tak mampu membeli minyak goreng yang kelewat mahal.

"Tadinya mau beli. Tapi tidak jadi. Saya pulang aja. Kemahalan," ujar Silvia.

Di Kota Bandung, Eti, salah satu pembeli di Griya Yogya, mengaku selama dua bulan terakhir kesulitan mendapatkan minyak goreng. Namun kini, ketika subsidi dicabut dan pasokan minyak goreng mudah kembali mumpuni, Eti mengaku terkejut dengan harga yang dipatok. 

“Kemarin nyari susah, cuma dikasih dua liter Rp 28 ribu, sekarang sampai Rp 47.900 per 2 liter, mahal banget sampai dua kali lipat," ujarnya saat tengah berbelanja, pada Rabu (16/3/2022).

Harga minyak goreng kemasan premium di seluruh toko ritel di Kota Bandung kompak meroket, imbas pencabutan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan dari pemerintah pusat. Berdasarkan pantauan, Kamis (17/3/2022), harga minyak goreng kemasan premium di Yogya Group mencapai Rp 47.900 untuk kemasan dua liter. 

Berdasarkan pantauan di toko-toko ritel di Kota Bandung, di Superindo dibanderol dengan harga Rp. 45.500 untuk ukuran serupa. Di Hypermart, harga minyak goreng kemasan dua liter merek Filma dibanderol dengan harga Rp 40.000, sedangkan di Alfamart dipatok seharga Rp 49.300. Berdasarkan merek, minyak goreng kemasan premium ukuran dua liter merek Tropikal, Sania, dan Fortune yang dijual di Alfamart dibanderol dengan harga Rp 49.200 hingga Rp 49.500. Sedangkan, merek Barco dihargai Rp 36.000 per liter. 

Krisis minyak goreng juga dirasakan warga DKI Jakarta. Salah satunya dikeluhkan oleh warga Pondok Ranji, Suherlina.

"Saya sih harap ini harganya gak semahal ini, pemerintah kasih subsidi lagi supaya gak mahal tapi juga gak langka. Sudah mahal langka pula, nyesek mas," ujar ibu satu anak ini.

Suherlina juga merasa aneh, ketika harga migor masih normal stoknya kosong di mana-mana. Kemudian sekarang stok migor sudah ada di beberapa minimarket tapi harganya melambung tinggi. Apalagi dalam satu pekan, ia bisa menghabiskan sekitar empat liter untuk kebutuhan dapurnya.

"Ya aneh saja sih, kemarin pas murah bilangnya stok habis jadi langka, tapi sekarang giliran harganya udah naik tiba-tiba di Indomaret atau Alfamart ada meski nggak banyak," keluh Suherlina. 

 

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih meminta Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi segera memperbaiki sistem distribusi minyak goreng. Menurutnya, ketersendatan jalur distribusi dinilai menjadi biang kerok kelangkaan minyak goreng di sejumlah daerah.

Ia membeberkan kelangkaan dan gejolak harga minyak goreng masih terjadi pada sebagian daerah. Namun, ada juga daerah yang tidak mengalami gejolak harga.

“Di Bali, saya masih menemukan harga minyak goreng curah sekitar Rp 17.000 dan harga minyak dalam bentuk kemasan Rp 20.000. Persoalan distribusi ini masalahnya sederhana, tidak terlepas dari sistem pasokan dan permintaan supply and demand," paparnya dalam siaran persnya, Kamis (17/3/2022).

Menurut Demer, Kemendag memiliki data lengkap para pemain Crude Palm Oil (CPO) dan produsen minyak goreng kelas kakap. Dengan demikian, kata dia, pemerintah hanya tinggal membagi-bagi tugas dan para penanggung jawab.

“Produsen minyak goreng besar berikan tugas DMO (Domestic Market Obligation) untuk wilayah yang penduduknya besar, begitu juga dengan yang lainnya. Karena kebutuhan satu daerah akan minyak goreng berbeda-beda dengan daerah lain, tergantung kepadatan penduduknya," ujarnya.

Menurut politisi Partai Golkar ini, persoalan pengawasan juga tidak kalah penting dari pendistribusian. Untuk itu, pemerintah diminta mengawasi pendistribusian DMO, sehingga tidak terjadi pelanggaran atas aturan yang sudah dibuat Kementerian Perdagangan.

Ia mengakui kondisi harga CPO belakangan memang semakin tinggi. Apalagi hal ini diperparah akibat dari dampak perang Rusia-Ukraina yang membuat pengaruh besar terhadap kondisi minyak goreng di dalam negeri.

“Pengawasan harus dilakukan agar DMO berjalan dengan benar, pasokan cukup dan harga minyak goreng stabil dengan ketersediaan yang memadai,” katanya.

Namun, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk mencabut kebijakan DMO minyak sawit. Untuk memastikan pasokan sawit dalam negeri terpenuhi, pemerintah akan menggunakan instrumen perpajakan yang membuat tarif pajak untuk ekspor lebih tinggi.

"DMO akan akan dicabut diganti dengan mekanisme pajak, jadi (pajak) besar kalau jual di luar negeri (ekspor) sehingga lebih untung di dalam negeri, begitu caranya," kata Lutfi usai meninjau harga bahan pokok di kawasan Pasar Senen, Jakarta, Kamis.

Lutfi menjelaskan, saat ini besaran pungutan ekspor dan bea keluar sebesar 375 dolar AS per ton. Pemerintah, kata Lutfi, akan menambah 300 dolar AS menjadi 675 dolar AS per ton.

Adapun aturan sebagai dasar hukum perubahan tersebut akan diterbitkan hari ini dan akan berlaku dalam lima hari ke depan.

Sebelumnya, Kemendag mengatur DMO sebesar 20 persen dari volume ekspor CPO setiap perusahaan eksportir. Pemerintah kemudian kembali meningkatkan volume DMO menjadi 30 persen yang diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 170 Tahun 2022.

Lebih lanjut, ia menambahkan, dinaikkannya tarif pajak itu sekaligus untuk meningkatkan pendapatan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang akan digunakan untuk mensubsidi minyak goreng curah.

Seperti diketahui, pemerintah melepas harga minyak goreng kemasan sehingga mengikuti harga pasar. Namun, untuk minyak goreng curah diatur harganya sebesar 14 ribu per liter karena pemerintah memberikan subsidi

"BPDPKS akan mempunyai uang yang cukup untuk memastikan pemerintah hadir dengan harga minyak goreng curah Rp 14 ribu per liter," kata Lutfi.

 

Harga minyak goreng masih melambung. - (republika)

 
Berita Terpopuler