Skrining Kesehatan Sejak Usia 15 Tahun, Risiko Sakit Ginjal Bisa Terdeteksi Lebih Awal

Bagi yang masih sehat, skrining kesehatan perlu dilakukan setahun sekali.

Wihdan Hidayat / Republika
Pemeriksaan kadar gula dalam darah. Masyarakat diserukan untuk melakukan skrining kesehatan rutin di Pos Binaan Terpadu untuk mendeteksi dini penyakit kronis, antara lain ginjal, hipertensi, diabetes, dan obesitas. Skrining dapat dimulai sejak usia 15 tahun.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyarankan agar masyarakat melakukan skrining kesehatan rutin mulai usia 15 tahun. Skrining ini bisa menjadi upaya menemukan lebih awal berbagai penyakit tidak menular (PTM), termasuk gangguan ginjal yang bisa berujung pada gagal ginjal.

Baca Juga

"Kegiatan di Pos Binaan Terpadu (Posbindu) bertujuan untuk mendeteksi dini penyakit risiko dari penyakit kronis, antara lain ginjal, hipertensi, diabetes, dan obesitas," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes RI dr Elvieda Sariwati MEpid, dalam konferensi pers virtual, Rabu (9/3/2022).

Skrining mencakup wawancara, terkait faktor risiko penyakit tidak menular pada diri sendiri dan keluarga. Selain itu, petugas kesehatan akan melakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, dan lingkar perut untuk mengetahui indeks massa tubuh (IMT) dan ada tidaknya kencenderungan ke arah obesitas sentral.

"Pemeriksaan gula darah dan tekanan darah juga dilakukan," kata dr Elvieda.

Selanjutnya, akan ada identifikasi faktor risiko penyakit tidak menular, pemberian edukasi, serta tindak lanjut berupa rujukan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) jika ditemukan indikasi faktor risiko. Dr Elvieda mengatakan, pemeriksaan dini bagi orang yang sehat perlu dilakukan minimal setahun sekali.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan saat ini melakukan transformasi kesehatan yang salah satu pilarnya meningkatkan layanan kesehatan primer dengan menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif. Populasi yang disasar yakni mereka yang sehat dan berisiko.

Pada mereka yang sehat, yakni belum memiliki gejala penyakit, dilakukan upaya promosi kesehatan agar tetap sehat dan tidak masuk ke dalam kategori populasi berisiko. Sementara pada pada populasi yang sudah berisiko dilakukan pencegahan primer melalui deteksi dini, baik itu faktor risikonya maupun penyakitnya, sehingga diharapkan penyakit dapat ditanggulangi.

Pada para penyandang penyakit, maka diupayakan agar bisa diobati supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Dr Elvieda menjelaskan penyakit yang mendasari penyakit ginjal kronis ialah hipertensi dan diabetes.

"Pelayanan kesehatan bagi pasien hipertensi dan diabetes yang di dalamnya juga mulai dari deteksi dini sampai pengendaliannya supaya pasien aktif berobat agar terkendali tekanan darah dan gula darahnya sehingga tidak masuk ke komplikasi," ujar dr Elvieda yang menargetkan pemerintah daerah bisa melakukan pelayanan ini 100 persen.

Selain skrining kesehatan, dr Elvieda juga menyarakan masyarakat melakukan pola hidup sehat agar tak terkena penyakit tidak menular, termasuk penyakit ginjal, diabetes, hipertensi, dan obesitas. Caranya ialah dengan melakukan diet dengan gizi seimbang untuk menurunkan risiko, melakukan aktivitas fisik dengan aman, serta menghindari merokok dan minuman beralkohol.

"Saat ini, Indonesia masih menghadapi tantangan kesehatan terkait penyakit tidak menular. Angka penyakit ini sejak tahun 2010 mulai meningkat antara lain akibat pola makan, pola asuh, pola gerak, dan pola makan seperti tinggi kalori, rendah serat, tinggi garam, tinggi gula dan tinggi lemak," kata Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan, dr Imran Agus Nurali SpKO.

Menurut Imran, perilaku ini juga diikuti dengan gaya hidup sedenter, memilih makanan junk food atau siap saji, kurangnya aktivitas fisik, stres, dan kurangnya istirahat. Hal tersebut memicu timbulnya penyakit hipertensi, diabetes, obesitas, kanker, penyakit jantung, dan hiperkolesterol.

 
Berita Terpopuler