Lima Kuliner Warisan Budaya Jawa Barat

Jawa Barat menetapkan lima kuliner khas daerah sebagai Warisan Budaya Tak Benda

fansculinary.com
Empal gentong cirebon/ilustrasi
Rep: Arie Lukihardianti Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan lima kuliner khas daerah sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Yakni, mulai dari empal gentong hingga dodol ketan kasepuhan Banten Kidul.

Baca Juga

Berikut penjelasannya.

1. Bubur suro (Cirebon) 

Bubur suro adalah kuliner istimewa yang biasa tersaji saat upacara selamatan, khususnya saat memasuki tahun Baru Islam yang jatuh pada 1 Muharram dalam kalender hijriah atau tanggal 10 Suro dalam penanggalan Jawa.

Dilansir dari laman disbudpar.cirebonkota.go.id, bubur suro terbuat dari bubur beras, santen kelapa, dan lauk pauk. Lauk pauknya sepeerti sambal goreng, dendeng daging sapi suwir, ayam suwir, ikan asin jambal, ebi, serundeng kuning, kacang tanah goreng, buah delima pretel, buah jerus gede suwir, daung kemangi dan bahan lainnya.

Selain itu, bubur suro juga  disajikan bersama dari aneka hasil bumi, seperti kacang-kacangan, kelapa, umbi-umbian, kelapa, dan buah-buahan.  Salah satu filosofinya dari pembuatan bubur suro ini, adalah ajaran agar senantiasa bersyukur dan bersedekah. 

Pasalnya, bahan-bahan pembuatan bubur ini berasal dari masyarakat yang sukarela dan diolah di Bangsal Paseban Keraton Kanoman Cirebon. Untuk penyajian, bubur suro ditempatkan di takir, yaitu wadah yang terbuat dari daun klutuk yang dibentuk seperti perahu sebagai pengingat Nabi Nuh AS.

Biasanya sebelum disajikan, terdapat beberapa upacara adat yang lebih dulu digelar di lingkungan Keraton Kanoman Cirebon.

 

2. Empal Gentong 

Empal gentong merupakan sajian nusantara khas Cirebon. Sekilas, kuliner yang masuk dalam WBTB ini mirip dengan gulai. Padahal dari cara dan penyajiannya berbeda.

Dilansir dari laman disbudpar.cirebonkota.go.id, pada awalnya empal gentong dibuat dari daging kerbau. Salahsatu keunikannya, daging kerbau tersebut dimasukkan ke dalam gentong dari tanah, kemudian dimasak dengan menggunakan kayu asam.

Empal gentong awalnya diciptakan oleh masyarakat Desa Battembat pada tahun 1950-an. Kala itu, jumlah kerbau ternak di desa itu sangatlah banyak sehingga para wanita desa ditantang untuk menyajikan kuliner enak dari daging kerbau.

Namun lambat laun, bahan dasar empal gentong tak melulu menggunakan daging kerbau. Tetapi, beralih ke daging sapi karena memasuki tahun 1980-an, daging kerbau mulai sulit didapatkan. Para peternak saat itu dikisahkan mulai beralih beternak sapi.

Sumber lainnya, empal gentong sedianya telah hadir sejak abad ke-15 di Cirebon. Kuliner ini merupakan produk akulturasi dari empat budaya, yakni budaya Arab, China, India dan Indonesia. Memang kala itu Cirebon ibarat menjadi mixed pot, atau persinggahan pedagang dari Jalur Sutra.

Daging kerbau digunakan karena ada pengaruh agama Hindu dari India, yang melarang penyembelihan sapi. Masakan kaya rempah seperti Arab, India dan Indonesia, kemudian jeroan ternak yang biasa ditemukan dalam kuliner China.

Rasa empal gentong ini sangat enak. Irisan daging, jeroan, hati yang ditambah kuah kuning menjadi teman yang paling pas dengan nasi. Rasanya, gurih asin dan sedikit pedas oleh sambal adalah rasa dari kuliner ini dan akan lebih nikmat jika disantap hangat-hangat.

 

 

 

3. Galendo (Ciamis)

Berkunjung ke Kabupaten Ciamis tidak lengkap rasanya kalau pulang tanpa membawa galendo. Kuliner ini, terbuat dari saripati minyak kelapa ini rasanya manis dan gurih di mulut. Galendo bisa disantap langsung atau jadi campuran masakan khas Ciamis lainnya seperti dage atau colok gebrug.

Proses pembuatan galendo memakan waktu yang cukup lama, semula ratusan butir kelapa dikupas dan diparut menggunakan mesin. Hasil parutan kemudian disaring dan diambil saripatinya. Saripati tersebut kemudian diendapkan beberapa jam.

Setelah diendapkan, saripati tersebut kemudian dimasakan dengan menggunakan tungku yang bahan bakarnya berasal dari sabut atau batok kelapa. Perlu stamina ekstra di sini, sebab proses memasakan memakan waktu empat jam dan saripati tersebut harus terus diaduk agar tak gosong.

Proses itu untuk memisahkan saripati dan minyak kelapa. Galendo yang telah terpisah dari minyak, kemudian dikeringkan untuk memastikan minyaknya benar-benar hilang. Setelah itu galendo baru bisa disajikan.

 

 

 

4. Moci (Sukabumi)

Kenyal, manis dan lembut di mulut. Tiga kata itu menggambarkan sensasi menyantap kue moci. Kue dari beras ketan seukuran kelereng ini menjadi salah satu kuliner dan buah tangan dari Kota Sukabumi.

Moci sendiri merupakan makanan dari Jepang. Konon, Moci di Sukabumi hadir pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Ketika itu, banyak keluarga di Sukabumi yang bekerja pada keluarga Jepang, sehingga menyerap ilmu membuat kue moci.

Tetapi beberapa sumber sejarah lain, Moci di Sukabumi pertama kali dikenalkan oleh orang-orang keturunan Tionghoa pada tahun 1960-an. Saat itu, mereka tidak diperkenankan bekerja oleh pemerintah sehingga membuat moci untuk menyambung nyawa. 

Terlepas dari sejarah asal-usulnya, saat ini moci menjelma menjadi oleh-oleh paling mahsyur dari Sukabumi. Seiring berjalannya waktu kulit moci dan isiannya berkembang. Tak hanya isian kacang, tetapi mulai beragam seperti cokelat, pandan, selai stroberi, krim teh hijau hingga keju.

 

 

5. Dodol Ketan Kasepuhan Banten Kidul

Kampung Adat Kasepuhan Sinar Resmi merupakan salah satu aspek penting dalam kawasan Geopark Ciletuh di Kabupaten Sukabumi. Kasepuhan yang masih mempertahankan adat Kasepuhan Banten Kidul ini juga memiliki kuliner yang khas.

Namanya dodol ketan Kasepuhan Banten Kidul. Kuliner ini biasanya disajikan dalam berbagai acara adat dan hiburan rakyat. Salah satunya disajikan dalam acara Seren Taun. Makanan yang memiliki tekstur yang kenyal nan manis ini kerap dihidangkan untuk para tamu yang datang.

 

Dodol ini terbuat dari campuran beras putih beras ketan hitam, santan dan gula aren. Gula aren tak hanya membawa rasa manis, tetapi juga menambah aroma dari panganan ini.

 
Berita Terpopuler