Pakar Ungkap Efek Negatif Bila Harga Daging Sapi Ditekan Murah

Upaya pemerintah tekan harga daging sapi bisa ganggu keseimbangan antar komoditas

Antara/Muhammad Adimaja
Pedagang daging melayani pembeli di PD Pasar Jaya Kramat Jati, Jakarta. Pakar Pertanian dari Universitas Padjajaran, Ronnie Natawidjaja, berpendapat, pergerakan harga daging merah, terutama sapi tidak bisa dipaksakan menjadi sumber protein murah. Upaya pemerintah untuk menekan harga daging menjadi murah justru dapat menganggu keseimbangan antar komoditas daging-dagingan lain.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Pertanian dari Universitas Padjajaran, Ronnie Natawidjaja, berpendapat, pergerakan harga daging merah, terutama sapi tidak bisa dipaksakan menjadi sumber protein murah. Upaya pemerintah untuk menekan harga daging menjadi murah justru dapat menganggu keseimbangan antar komoditas daging-dagingan lain.

Baca Juga

Ronnie menjelaskan, pemerintah dan masyarakat harus menyadari, dengan meningkatnya harga daging sapi, nyatanya banyak konsumen yang beralih ke daging putih seperti ayam dan ikan karena harga yang lebih terjangkau.

Dengan kata lain, pergerakan harga daging sapi yang menjadi sumber protein terbaik memang semestinya dihargai lebih tinggi. Pemaksaan komoditas untuk masuk ke suatu level harga tertentu tidak dipungkiri menganggu keseimbangan harga antar sumber protein yang nantinya pun berpengaruh pada keputusan konsumen.

"Jangan memakasakan untuk menekan harga daging sapi jadi murah karena ada dampak domino terhadap daging-dagingan yang lain. Jadi yang terbaik memang harusnya mahal, jangan dimurah-murahkan," kata Ronnie kepada Republika.co.id, Senin (7/3/2022).

Terlepas dari persoalan harga daging, Ronnie menilai agar Indonesia tidak terperangkap dengan harga daging sapi. Sebab, kondisi geografis Indonesia sejatinya tidak cocok untuk ternak ruminansia besar, terutama di pulau Jawa karena kontur perbukitan. Hanya wilayah NTB yang ideal karena punya wilayah sedikit mendatar untuk pembesaran sapi.

Sebaliknya, Indonesia sebetulnya sangat cocok untuk ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba yang itu juga merupakan sumber pangan kearifan lokal dan berkelanjutan.

"Jadi seharusnya jangan berkelit mencari berbagai cara, karena memang daging merah yang berkelanjutan adalah kambing dan domba. Jangan menentang alam, karena kalau kita memaksakan sapi, itu menantang alam," kata dia.

Namun memang, diakui, hal itu merupakan isu besar jangka panjang karena berhadap langsung dengan pola konsumsi masyarakat Indonesia yang sudah terbentuk.

"Memang ini sangat menantang, tapi dengan teknologi digital saat ini, saya rasa alternatif-alternatif itu bisa menjadi pilihan sadar konsumen," ujarnya.

Harga daging sapi belakangan menjadi sorotan publik lantaran mengalami kenaikan harga hingga Rp 140 ribu per kg, dari harga normal di kisaran Rp 110 ribu per kg.

Sorotan publik terhadap harga pangan kian meningkat lantaran disaat bersamaan, sejumlah komoditas pangan pokok mengalami kenaikan harga, seperti minyak goreng, kedelai sebagai bahan baku tahu tempe, hingga cabai.

Salah satu penyebab kenaikan harga daging sapi saat, menurut penjelasan peternak hingga importir murni disebabkan tingginya harga dari negara pemasok, terutama Australia karena membatasi ekspornya demi memulihkan tingkat populasi usai diterpa bencana banjir, kekeringan, dan kebaran sejak 2019 lalu.

Sementara, biaya pemeliharaan sapi lokal juga naik yang berujung pada mahalnya harga jual sapi hidup. Salah satunya disebabkan bahan baku pakan Seperti bungkil kedelai, bungkil sawit, hingga pollard yang naik hingga 20 persen.

"Biaya pemeliharaan sapi itu 70 persen dari pakan. Sebagai gambaran, biasanya biaya pemeliharaan per ekor per hari itu cukup Rp 25 ribu, sekarang hampir Rp 30 ribu per ekor per hari. Itu cukup signifikan dan mau tidak mau terkompensasi ke harga jual," kata ketua PPSKI, Nanang Subendro kepada Republika.co.id.

Saat ini, Nanang menjelaskan harga sapi hidup lokal berkisar Rp 51-52 ribu per kg. Harga itu sudah mengalami kenaikan dari sekitar bulan Desember lalu yang masih sekitar Rp 48-49 ribu per kg.

 

Selain biaya produksi yang meningkat, para peternak saat ini juga cenderung menyiapkan sapinya untuk momen perayaan Idul Adha mendatang. Sebagaimana diketahui, Idul Adha menjadi momen puncak penjualan sapi lokal para peternak untuk mendapatkan keuntungan besar.

 
Berita Terpopuler