Pakar: Pengendalian Komorbid dan Vaksinasi Penentu untuk Akhiri Pandemi

Bukan cuma vaksinasi, pengendalian komorbid juga jadi penentu untuk akhiri pandemi.

www.freepik.com.
Hipertensi (ilustrasi). Pengendalian komorbid atau penyakit bawaan juga punya peran penting dalam mengakhiri pandemi Covid-19.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, bukan cuma vaksinasi yang menjadi faktor penentu untuk mengakhiri pandemi Covid-19. Pengendalian komorbid atau penyakit penyerta juga punya peran penting.

"Sekarang menjadi penting, tidak hanya vaksinasi, tapi juga screening (penapisan) komorbid," kata Pandu dalam dialog secara virtual yang diikuti dari Youtube Internet Sehat di Jakarta, Jumat (25/2/2022).

Pandu mengatakan, penyakit ginjal, kanker, hipertensi, dan diabetes selama bertahun-tahun mengakibatkan kebangkrutan BPJS Kesehatan. Sebab, penyakit kronis tersebut memicu subsidi untuk perawatan pasien yang cukup besar.

Menurut Pandu, situasi tersebut menjadi sinyal yang terabaikan bahwa Indonesia tengah menghadapi "non communicable disease" (NCD) atau penyakit tidak menular. Saat terjadi pandemi Covid-19, kata dia, komorbid menimbulkan dampak kematian akibat pengaruh penyakit menular.

Pandu mengatakan, bila dilihat berdasarkan proporsi kasus-kasus kematian Covid-19 berdasarkan status komorbid, kejadiannya didominasi oleh masyarakat yang memiliki lebih dari satu penyakit bawaan. Terdapat empat jenis komorbid yang diteliti pada 1 Maret 2021 hingga 16 Februari 2022, yakni penyakit gagal ginjal yang menempati risiko kematian tertinggi sekitar 42,3 persen, penyakit jantung 27,8 persen, Diabetes Melitus 25,2 persen, dan hipertensi 17,8 persen.

Baca Juga

"Semakin banyak komorbid, risiko kematian semakin tinggi," katanya.

Pandu mengatakan, kasus kematian pada penderita tanpa komorbid 2,8 persen, satu komorbid 14,8 persen, dua komorbid 25,5 persen, tiga komorbid 36,5 persen, dan empat komorbid 40 persen. Pandu mendorong regulasi yang kuat untuk mengendalikan bahan baku produk makanan yang berpotensi memicu gejala komorbid yang lebih berat.

"Seandainya dulu kita ada regulasi yang membatasi penggunaan larutan garam, gula, hingga lemak dalam produknya, itu akan menurunkan risiko komorbid," katanya.

Pandu mengatakan, komorbid telah menjadi beban pelayanan kesehatan di Indonesia. Ia mengingatkan perlunya upaya deteksi dini agar dapat menekan risiko perawatan di fasilitas kesehatan.

 
Berita Terpopuler