Mendesak Pemerintah Meminta Maaf Atas Kekerasan di Desa Wadas

Pemerintah dianggap mengabaikan warga Wadas yang tolak penambangan setahun terakhir.

Wihdan Hidayat/Republika
Warga kembali beraktifitas di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Senin (14/2/2022). Kegiatan warga berlangsung normal pascapenarikan aparat kepolisian dari Desa Wadas. Kondisi desa juga mulai kondusif pascapenangkapan warga pekan lalu. Diketahui 63 warga ditangkap kepolisian bersamaan dengan pengukuran tanah warga yang setuju dengan penambangan batu andesit untuk Bendungan Bener di Wadas.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika

Insiden kekerasan di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, dinilai terjadi bukan tanpa kesengajaan. Insiden tersebut dianggap terjadi akibat buah kebijakan yang tak berpihak pada rakyat.

Ketua YLBHI Bidang Advokasi dan Jaringan Zainal Arifin mengungkapkan rencana tambang andesit di Wadas untuk proyek Bendungan Bener pastinya sudah melewati kajian dan evaluasi. Sehingga menurutnya, insiden di Wadas terjadi karena tak mempertimbangkan aspirasi sebagian warga yang menolak tambang. Padahal sebagian warga sudah menyampaikan penolakan sejak setahun belakangan.

"Konflik Wadas ini kan pemerintah bikin bendungan nggak iseng-iseng. Apa yang terjadi di Wadas harus dilihat ada skema besar. Proses-proses penindasan terhadap masyarakat itu sudah dimulai sejak direncanakan PSN (proyek strategis nasional) sebagai sesuatu yang ambisius," kata Zainal dalam konferensi pers virtual YLBHI pada Jumat (25/2/2022).

Zainal menyebut perubahan kebijakan demi memuluskan PSN berujung pada kesengsaraan rakyat terdampak proyek. "Misalnya UU Ciptaker yang ubah banyak pasal dibabat habis kepentingan rakyat. Inilah skema besar rezim hari ini yang kedepankan pembangunan," lanjut Zainal.

Oleh karena itu, Zainal menuding pengerahan aparat keamanan ke Wadas merupakan skema terencana. Ia membantah dalih aparat yang hadir disana untuk mencegah konflik horizonal warga pro dan kontra tambang andesit.

"Kekerasan di Wadas tak bisa dilihat dari BPN minta bantuan Polri untuk pengamanan. Tapi keberadaan Polri ini bagian dari skema untuk amankan PSN," ujar Zainal.

"Ini bukan tidak sengaja BPN panggil polisi terus ada bentrok. Tapi ini bagian dari skema besar oligarki pemerintahan rezim ini," tambah Zainal.

Zainal juga menyampaikan memang ada instruksi Presiden Joko Widodo agar kepolisian menjaga pelaksanaan PSN termasuk di Wadas. Namun menurutnya, kepolisian salah menginterpretasikan pesan Presiden.

"Inilah diterjemahkan Polri artinya diamankan itu nggak boleh ada gangguan, kalau ada yang protes harus dibungkam, kalau ada yang bersuara lewat media sosial harus disingkirkan, kalau ada yang melawan harus digebuk meski gunakan kekerasan. Inilah yang terjadi," ucap Zainal.

Menanggapi temuan Komnas HAM, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Menkopolhukam Mahfud MD meminta maaf. Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Ananda mengatakan temuan Komnas HAM ini membantah pernyataan Mahfud MD yang sempat menyebut tak ada kekerasan di Wadas. Mahfud memang sempat mengklaim kepolisian sudah menerapkan prosedur dan tak melakukan kekerasan di Wadas.

"Mahfud MD harus meminta maaf atas pernyataannya. Mahfud MD juga harus mengambil langkah konkret dalam penanganan kasus Wadas," kata Rivanlee di Jakarta, Jumat.

Rivanlee menuntut Mahfud MD agar menaati rekomendasi Komnas HAM. Ia mendesak tak ada lagi kekerasan aparat kepolisian kepada warga Wadas. Kemudian, ada sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku kekerasan di Wadas.

"Mahfud MD harus menjamin tidak ada polisi yang mendatangi warga, menjamin adanya penindakan terhadap anggota serta pimpinan yang melakukan dan membiarkan pelanggaran terjadi dan menjamin tidak terjadi kejadian serupa di wadas di kemudian hari dengan mengacu pada temuan komnas HAM," ujar Rivanlee.

Selain itu, Rivanlee meminta Komnas HAM menindaklanjuti temuan dengan meneruskannya ke Presiden Joko Widodo. Ia berharap temuan itu dapat menjadi bahan evaluasi Pemerintah dalam tiap agenda pembangunan.

"Memberikan rekomendasi tersebut ke presiden supaya menjadi atensi bahwa pelaksanaan PSN (proyek strategis nasional) penuh polemik dan patut dievaluasi ke depannya agar tidak terjadi hal itu kembali," ucap Rivanlee.

Rivanlee juga meminta Komnas HAM agar menyampaikan temuan soal insiden Wadas ke Polri. Selanjutnya, Komnas HAM bisa memantau apakah rekomendasinya sudah dijalanlan atau belum. "Komnas HAM menindaklanjuti temuan tersebut dengan memberikan temuan ke Kapolri supaya bisa diteruskan ke tingkat Kapolda," tutur Rivanlee.

Baca Juga

Amnesty International Indonesia turut mendesak pemerintah dan Kepolisian melaksanakan rekomendasi Komnas HAM. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan temuan Komnas HAM menguatkan keterangan organisasi masyarakat sipil. Di antaranya mengenai hak warga Wadas untuk memberikan, atau tidak memberikan, persetujuan yang didasarkan informasi, di awal, dan tanpa paksaan terhadap rencana penambangan di wilayah mereka telah diabaikan.

“Aparat keamanan juga telah menggunakan kekuatan secara berlebihan yang menyebabkan rasa takut dan trauma di antara warga, terutama perempuan dan anak-anak. Ini bertentangan dengan tujuan penggunaan kekuatan itu sendiri, yaitu untuk melayani, mengayomi, dan melindungi warga," kata Usman.

Usman menegaskan aparat masih belum memiliki itikad baik dalam menanggapi protes damai warga. Hal ini didasari temuan Komnas HAM bahwa kekerasan  terjadi saat aparat menangkap paksa warga Wadas yang menolak tambang.

“Kami mendesak pemerintah dan aparat keamanan untuk segera melaksanakan rekomendasi Komnas HAM dan sejumlah organisasi masyarakat sipil yang mendampingi warga," ujar Usman.

Usman juga menyinggung agar aparat kepolisian yang melakukan kekerasan terhadap warga Wadas diganjar sanksi. Kemudian, Usman meminta penguatan peran masyarakat dalam pembangunan di Wadas.

"Yang paling krusial adalah menyelidiki dan menindak penggunaan kekerasan berlebihan oleh polisi serta memastikan adanya partisipasi warga yang bermakna dalam proyek Bendungan Bener sampai diperolehnya persetujuan dengan informasi awal tanpa paksaan," ucap Usman.

Sebelumnya, Komnas HAM menemukan adanya pelanggaran terhadap hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman masyarakat, serta hak anak. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, Komnas HAM merekomendasikan, antara lain, untuk Gubernur Jawa Tengah, Menteri PUPR, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proyek tambang andesit serta pembangunan Bendungan Bener untuk memastikan partisipasi warga dengan memperhatikan prinsip-prinsip persetujuan yang didasarkan informasi, di awal, dan tanpa paksaan dalam proyek tersebut.

Komnas HAM juga merekomendasikan agar Kapolda Jawa Tengah melakukan evaluasi, pemeriksaan dan sanksi kepada semua petugas kepolisian yang terbukti melakukan kekerasan terhadap warga dan pelanggaran SOP serta melakukan pencegahan agar kejadian yang sama tidak terulang kembali.

 
Berita Terpopuler