Pengacara Senior MA India: Larangan Jilbab tak Berdasar

Jilbab merupakan bagian penting dalam Islam.

EPA-EFE/SHAHZAIB AKBER
Mahasiswa dari Universitas Karachi meneriakkan slogan-slogan menentang India setelah seorang gadis Muslim di negara bagian Karnataka ditolak masuk ke perguruan tinggi karena menentang larangan hijab negara bagian, di Karachi, Pakistan, 14 Februari 2022.
Rep: Dea Alvi Soraya Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, BENGALURU—Pengacara Senior Mahkamah Agung India Devadatt Kamat menjelaskan bahwa jilbab merupakan bagian penting dalam Islam, merujuk pada larangan jilbab yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi Kerala dan Pengadilan Tinggi Madras. Keterangan tersebut disampaikan Kamat kepada Pengadilan Tinggi Karnataka. 

Baca Juga

Kamat mengatakan menyayangkan sikap para  penasihat atau ahli hukum yang memilih bungkam atas keputusan rasis ini. Dia juga mengaku kecewa atas tindakan penasihat hukum yang tidak mengutip satu keputusan pun dari pengadilan mana pun di India, dan  mengatakan bahwa jilbab bukanlah praktik penting dalam Islam. 

Dalam pembelaannya di Pengadilan Tinggi Karnataka, Kamat mengatakan bahwa perintah yang dikeluarkan pemerintah untuk melarang jilbab adalah ilegal. Menurutnya, tidak ada batasan hukum yang melegalkan pelarangan penggunaan simbol keagamaan, hak ini berdasar pada Pasal 25(1).

Penasihat senior AM Dar, mewakili mahasiswa, berpendapat bahwa mengenakan jilbab adalah perintah dari Allah SWT dan merupakan hak beragama. Mengizinkan siswa mengenakan jilbab tidak mempengaruhi hak siapa pun, kata dia, merujuk pada banyaknya siswi Muslim yang dilarang menghadiri kelas hanya karena mengenakan jilbab. 

Sebelumnya, Cendekiawan Muslim dan Sekjen Jamiyyathul Ulama Sunni India Kanthapuram AP Aboobacker Musliyar mendesak pemerintah Karnataka untuk menarik keputusan yang melarang siswi Muslim mengenakan jilbab di sekolah. Musliyar mengatakan bahwa larangan hijab merupakan diskriminasi yang tidak diajarkan dalam agama manapun. Pembatasan seperti itu akan mendorong permusuhan di antara berbagai bagian, kata dia. 

“Di saat Muslim dilarang berjilbab, Sikh diizinkan mengenakan sorban di semua tempat dan biarawati diizinkan mengenakan pakaian keagamaan mereka. Lalu mengapa pembatasan itu hanya diberlakukan pada satu bagian saja?!” tegasnya. 

 

 
Berita Terpopuler