Kanselir Jerman Ancam Ajak Sekutu Jatuhkan Sanksi Jika Rusia Serang Ukraina

Kanselir Jerman menilai krisis di perbatasan Rusia-Ukraina ancam perdamaian.

AP/Guglielmo Mangiapane/REUTERS
Kanselir Jerman Olaf Scholz. Scholz diagendakan mengunjungi Ukraina dan bertemu Presiden Volodymyr Zelensky pada Senin (14/2/2022). Keesokan harinya, Scholz bakal bertolak ke Moskow untuk bertemu Putin guna membahas krisis di perbatasan Rusia-Ukraina.
Rep: Kamran Dikarma Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kanselir Jerman Olaf Scholz mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada Rusia jika negara tersebut menyerang Ukraina. Scholz dijadwalkan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin pekan ini.

"Agresi militer terhadap Ukraina yang membahayakan integritas teritorial dan kedaulatannya akan menghasilkan reaksi keras dan sanksi yang telah kami persiapkan dengan hati-hati dan yang dapat kami terapkan segera, bersama dengan sekutu kami di Eropa dan NATO," kata Scholz kepada awak media, Ahad (13/2/2022).
 
Scholz diagendakan mengunjungi Ukraina dan bertemu Presiden Volodymyr Zelensky pada Senin (14/2/2022). Keesokan harinya, Scholz bakal bertolak ke Moskow untuk bertemu Putin.

Baca Juga

Saat bertemu presiden dari kedua negara tersebut, Scholz akan memfokuskan pembicaraannya pada krisis di perbatasan Rusia-Ukraina. Menurut dia, situasi di wilayah itu “mengancam” perdamaian.

Menurut seorang sumber di pemerintahan Jerman, Berlin tak mengharapkan ada hasil konkret yang tercapai setelah Scholz bertemu Zelensky dan Putin. Namun, Scholz akan menekankan kepada Putin bahwa langkah Rusia menumpuk pasukannya di perbatasan Ukraina bakal dipandang sebagai ancaman.

"Kanselir akan menjelaskan bahwa setiap serangan terhadap Ukraina akan memiliki konsekuensi berat, dan bahwa seseorang tidak boleh meremehkan persatuan antara Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Inggris," ujar sumber tersebut.
 
Sumber itu mengungkapkan, saat bertemu Putin dan Zelensky, Scholz juga bakal membahas tentang upaya-upaya membuat kemajuan dalam menerapkan Perjanjian Minsk. Hal itu guna konflik di wilayah timur Ukraina dapat diakhiri.

Sebelumnya, Pemerintah Rusia mengatakan, tak ada hasil yang tercapai setelah pertemuan format Normandia yang melibatkan Ukraina, Jerman, dan Prancis.

"Kita semua menyaksikan bagaimana pertemuan para penasihat politik kemarin dari Empat Normandia berakhir sama sekali tanpa hasil," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada awak media, Jumat (11/2/2022) lalu, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Peskov menyebut beberapa diplomat "memiliki masalah saat membaca teks yang sangat singkat dan jelas" dari Perjanjian Minsk 2015 antara Kiev dan Moskow tentang konflik di Donbass. Ia menilai, pihak Ukraina melakukan segalanya untuk tidak memenuhi komitmennya.

Pimpinan Eropa kunjungi Rusia dan Ukraina - (Tim infografis Republika)

Pemerintah Ukraina turut mengonfirmasi tentang belum adanya kesepakatan yang tercapai setelah pertemuan dalam format Normandia. Kedua belah pihak tidak dapat menyepakati sebuah dokumen bersama, menurut negosiator Ukraina sekaligus ajudan Presiden Volodymyr Zelensky, Andriy Yermak.

Kendati demikian, Yermak mengatakan, para pihak akan terus bekerja dan bertekad mencapai hasil. Ia menyebut, Ukraina dan Rusia telah menyatakan kesetiaan mutlak pada gencatan senjata, terlepas dari kondisi apa pun.

Jerman menyebut, pertemuan format Normandia berikutnya dijadwalkan digelar pada Maret mendatang. Format empat arah “Normandia” diluncurkan pada 2014.

Format pembicaraan itu diluncurkan untuk mengakhiri pertempuran antara pasukan Ukraina dan kelompok separatis yang didukung Rusia di Donbass. Hingga kini, ketegangan masih membekap wilayah tersebut.

Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Amerika Serikat (AS) bahkan telah menyebut Rusia memiliki intensi untuk menyerang Ukraina. Namun, Moskow telah berulang kali membantah anggapan tersebut.

 
Berita Terpopuler