Tragedi Desa Wadas, Pembangunan untuk Rakyat atau Rakyat untuk Pembangunan?

Kepentingan rakyat harus dikorbankan untuk kepentingan pembangunan itu sendiri.

Antara/Hendra Nurdiyansyah
Warga yang sempat ditahan polisi bertemu ibunta usai tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Sebanyak 64 warga Desa Wadas dibebaskan oleh pihak kepolisian terkait aksi penolakan pembangunan Bendungan Bener.
Red: Karta Raharja Ucu

Oleh : Anwar abbas, Ketua PP Muhammadiiyah, Wakil ketua umum MUI

REPUBLIKA.CO.ID, Filosofi dari sebuah pembangunan, termasuk pembangunan waduk dan atau tambang, tentu sejatinya adalah untuk kepentingan rakyat, bukan sebaliknya, di mana kepentingan rakyat harus dikorbankan untuk kepentingan pembangunan itu sendiri. Apalagi kalau kebijakan dari pembangunan itu hanya untuk kepentingan segelintir orang yang kita sebut dengan para pemilik kapital atau oligarki.  

Namun, karena dalam pembangunan waduk dan tambang batu andesit di Desa Wadas, Purworejo, ini ada dua kepentingan besar yang berimpitan, yaitu kepentingan rakyat dan pemilik kapital, penanganannya harus superhati-hati karena tentu di dalamnya banyak pihak yang terkait. Untuk itu, dalam penyelesaian masalah di Desa Wadas ini kita harus lebih mengedepankan kearifan. Karena kalau tidak, dia akan bisa menimbulkan gesekan yang tajam di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

BACA JUGA: VIDEO Petaka di Desa Wadas: Listrik Padam, Internet Mati, Warga Ditangkap Polisi

Untuk itu, langkah dan tindakan yang ditempuh pemerintah hendaknya jangan dengan mengedepankan security atau power approach, tetapi mengedepankan pendekatan musyawarah dan dialog. Tujuannya agar semua pihak merasa enak dan merasa perlu untuk menyukseskan pembangunan tersebut.

Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022). Dalam aksi itu mereka menolak rencana penambangan batuan adesit di Desa Wadas, Purworejo, Jateng. - (ANTARA/Andreas Fitri Atmoko)



Ini penting kita sampaikan karena semangat yang seperti itulah yang diamanatkan oleh sila keempat dari Pancasila. Yakni meminta kita untuk mengedepankan dialog dan musyawarah karena masalah ini selain terkait dengan masalah hak kepemilikan lahan dari warga serta masalah ganti rugi, pembangunan ini juga akan menimbulkan dampak terhadap masalah lingkungan, kejiwaan, dan kehidupan dari masyarakat setempat ke depannya.

BACA JUGA: Pengerahan Aparat di Desa Wadas, Polda: Permintaan BPN Terkait Atensi Presiden

Apalagi pihak warga dari Desa Wadas tersebut sangat khawatir penambangan galian C di desanya tersebut akan bisa merusak sumber mata air dan sawah yang mereka miliki sehingga pada ujungnya akan merusak terhadap kehidupan pertanian mereka sendiri. Padahal umumnya kehidupan mereka selama ini sangat bergantung pada hasil pertanian.

Karena itu, sebelum pemerintah melakukan sesuatu, berbagai hal memang sangat perlu dipertimbangkan dan dikaji serta dijelaskan terlebih dahulu kepada masyarakat setempat dengan sejelas-jelasnya. Baik menyangkut masalah ganti rugi tanah serta dampak-dampak yang terkait dengan masalah lingkungan, sosial, dan ekonomi yang mungkin terjadi serta cara-cara yang akan ditempuh oleh pihak-pihak pemerintah dan pihak terkait untuk mengatasinya agar kehidupan masyarakat setempat menjadi aman, tenteram, dan damai.

BACA JUGA: Ini Kronologi Penangkapan Warga Wadas Saat Pengukuran Tanah Versi Penolak

Untuk itu, pemerintah harus mengajak pihak-pihak terkait seperti BPN yang berhubungan dengan masalah pengukuran tanah, perusahaan yang akan membangun waduk dan tambang, para ahli yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, sosial dan ekonomi, aparat keamanan, serta para tokoh dan wakil dari masyarakat setempat untuk duduk bersama guna membicarakan kegiatan yang akan dilakukan. Selain itu, juga memprediksi masalah yang mungkin akan terjadi dan cara untuk menghadapi dan mengatasinya.

Namun musyawarah belum ditempuh secara baik hingga belum menghasilkan kesepakatan yang bulat, pihak tertentu kita lihat telah menurunkan secara langsung sekitar 250 aparat kepolisian dan tentara yang bersenjata lengkap, yang katanya bertugas untuk mengamankan para petugas dari BPN dalam melakukan pengukuran tanah untuk pertambangan tersebut. Hal ini tentu jelas akan membuat masyarakat atau penduduk setempat merasa terintimidasi dan hidup dalam ketakutan. Apalagi pihak aparat juga sudah pula menangkapi banyak orang yang dianggap telah menghalang-halangi rencana penyuksesan pembangunan waduk dan tambang tersebut.

Kalau kita lihat dari perspektif konstitusi di mana pemerintah ditugaskan untuk melindungi rakyat dan mengedepankan musyawarah mufakat ternyata pada kenyataannya dalam. Kasus yang terkait dengan pembangunan Waduk Bener dan pertambangan andesit di Desa Wadas ini musyawarah tersebut belum  terlaksana dengan baik.

BACA JUGA: Apa Itu Batuan Andesit, Harta Karun Desa Wadas yang Jadi Incaran Penambangan

Karena itu kalau ada orang yang menyampaikan keprihatinannya tentang sikap dan tingkah laku dari pemerintah dalam mengelola dan mengendalikan masalah tampak sekali belum baik, sehingga akibatnya rakyat menjadi tidak percaya dengan sikap baik dari pemerintah. Apalagi kita lihat rakyat yang ada di daerah tersebut tampak lebih banyak tertekan dan bahkan tampak diteror dan diintimidasi oleh kehadiran aparatur negaranya sendiri.

Hal ini tentu harus kita sesalkan karena polisi dan tentara yang seharusnya bertugas menciptakan rasa aman, tentram, dan damai di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Namun yang terjadi malah sebaliknya, sehingga tindakan yang seperti ini dalam bahasa buku bisa dimasukkan ke dalam kategori teror by the state, di mana yang melakukan dan menciptakan teror dan ketakutan di tengah masyarakat itu bukanlah individu dan atau jaringan teroris, tetapi negara tempat di mana mereka sendiri tinggal.

BACA JUGA: WALHI Kutuk Polisi yang Tangkap Warga Ingin Sholat di Desa Wadas

Hal ini tentu jelas sangat kita sesalkan dan sangat tidak kita inginkan, karena dalam hal ini negara yang semestinya menampakkan sosok yang lembut dan mengayomi, tapi wajahnya malah sudah berubah menjadi monster. Hal itu tentu jelas tidak bisa kita terima karena tindakan yang diambil aparatur negara dan pemerintah tersebut sudah keluar dan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila dan hukum dasar yang ada di negeri ini yaitu UUD 1945.

 
Berita Terpopuler