Ahli: CDC Harus Lebih Banyak Lagi Lacak Kasus Infeksi Terobosan

Jumlah kasus terobosan di AS hanya menghitung orang yang mengalami kasus parah saja.

Wikimedia
Vaksin Covid-19 (ilustrasi). Orang yang sudah divaksinasi masih dapat mengalami kasus terobosan (breakthrough infection).
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengatakan cara terbaik mencegah infeksi dan memperlambat penyebaran Covid-19 adalah mendapatkan vaksinasi. Namun, tidak diketahui berapa jumlah total kasus infeksi terobosan (breakthrough infection), karena badan itu hanya memantau kasus yang paling parah setiap bulannya.

Setelah 1 Mei 2021, CDC menyederhanakan pelaporan semua infeksi terobosan Covid-19 menjadi hanya memantau kasus paling parah. CDC mengakui bahwa jumlah total kasus kurang terwakili karena pasien tanpa gejala atau kasus ringan tidak mencari perawatan atau menjalani tes Covid-19.

Direktur medis unit perawatan intensif di Mayo Clinic, Devang Sanghavi, mengatakan kepada American Medical Association (AMA) bahwa kasus infeksi terobosan Covid-19 didefinisikan sebagai deteksi RNA virus atau antigen Covid-19 dalam spesimen pernapasan yang dikumpulkan 14 hari setelah menerima dosis kedua vaksin mRNA Moderna atau Pfizer atau dua pekan setelah dosis tunggal vaksin  Covid-19 Johnson & Johnson.

CDC bertransisi untuk fokus pada kasus terobosan dengan signifikansi klinis dan kesehatan masyarakat tertinggi karena kebanyakan kasus breakthrough infection pada orang yang telah divaksinasi dosis lengkap tidak berkembang menjadi penyakit serius. Itu jika dibandingkan mereka yang tidak divaksinasi dan terkena Covid-19.

"Salah satu kelebihan sistem ini adalah pendataan kasus berat infeksi terobosan terhadap vaksin Covid-19 karena kemungkinan besar orang dengan kasus seperti ini mencari perawatan medis dan didiagnosis serta dilaporkan sebagai kasus Covid-19," kata pernyataan resmi CDC, dilansir Fox News, Sabtu (29/1/2022).

Sekitar 10 persen orang yang mengembangkan infeksi terobosan masih memerlukan rawat inap. Sekitar satu hingga dua persen dari mereka yang dirawat di rumah sakit karena infeksi terobosan mungkin masih berisiko meninggal.

Baca Juga

"Jadi, itu masih menjadi perhatian," ujar Sanghavi.

Seorang juru bicara CDC mengatakan bahwa agensi tidak terus-menerus memantau tingkat kasus terobosan Covid-19 dan rawat inap serta kematian terkaitnya setiap bulan. Data ini dilaporkan berdasarkan saat pasien diuji, bukan tanggal mereka meninggal.

Sudah divaksinasi, orang masih bisa kena Covid-19. - (Republika)

Kematian biasanya terjadi hingga 30 hari setelah diagnosis. Inilah yang membuat CDC mengizinkan setidaknya empat pekan jeda waktu untuk menghubungkan data pengawasan kasus ke Sistem Informasi Imunisasi  (IIS) dan jeda waktu hingga satu bulan setelah diagnosis untuk memasukkan kasusnya ke data catatan vital.

Profesor dan wakil presiden eksekutif Scripps Research, Eric Topol, mengatakan bahwa pelaporan data terobosan vaksinasi CDC sangat tidak memadai. Ketika pandemi pertama kali dimulai, menurut serta pendiri dan direktur Scripps Research Translational Institute itu, tingkat perlindungan dari vaksin dapat diinterpretasikan dengan memantau perbandingan antara infeksi terobosan di antara warga yang telah divaksinasi dengan kasus Covid-19 pada warga yang tidak divaksinasi.

Sementara itu, seorang ahli epidemiologi dan profesor di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg di Baltimore, David Dowdy mengatakan bahwa data CDC hanya menunjukkan perbandingan orang yang telah divaksinasi dengan yang sebelumnya terinfeksi dengan virus penyebab Covid-19.

Dowdy mengatakan, sebagian besar populasi yang tidak divaksinasi telah terinfeksi. Selain itu, pengukuran infeksi terobosan lebih sulit untuk ditafsirkan.

Infeksi Covid-19 di antara orang yang divaksinasi tidak umum dengan varian delta, tetapi karena varian omicron lebih menular maka kasus infeksi terobosan sering terlihat. Sanghavi juga mencatat infeksi terobosan terjadi di antara orang yang divaksinasi karena kekebalan mereka berkurang seiring waktu.

Sanghavi mengatakan karena vaksin dibuat untuk strain yang berbeda dari varian omicron, maka kemanjuran vaksin mungkin tidak sebaik dahulu ketika berhadapan dengan varian omicron. Apalagi jika dibandingkan dengan delta atau varian alpha, yang menjadi sasaran awalnya.

Direktur Institut Yale untuk Kesehatan Global, Saad Omer mengatakan bahwa melacak infeksi terobosan yang tidak parah juga penting. Dalam pandemi ini, Omer mengatakan tim peneliti dan ilmuan “mengejar” wabah.

Cara mengendalikan wabah adalah dengan mengatasinya. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mendeteksi sinyal-sinyal awal ini.

 
Berita Terpopuler