Eric Clapton Yakin Banget Masyarakat Mau Divaksinasi Akibat Terhipnotis

Gitaris legendaris Eric Clapton telah mendapatkan vaksin Covid-19.

EPA
Gitaris legendaris yang antivaksin Covid-19, Eric Clapton, merilis lagu This Has Gotta Stop.
Rep: Umi Nur Fadhilah, Gumanti Awaliyah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gitaris legendaris Eric Clapton kembali menyuarakan pandangannya yang anti terhadap vaksinasi Covid-19. Kali ini, warga Inggris berusia 76 tahun itu menyatakan keyakinannya bahwa masyarakat menjadi bersedia untuk divaksinasi setelah terhipnotis.

Clapton mengambil pandangan psikolog Belgia Mattias Desmet sebagai rujukan. Menurut Desmet, ada pesan-pesan yang disampaikan untuk memengaruhi alam bawah sadar masyarakat untuk menerima vaksin Covid-19.

Teori ini pada dasarnya merujuk pada semacam pengendalian pikiran masyarakat untuk memungkinkan para pemimpin yang tidak bermoral dengan mudah memanipulasi populasi. Contohnya, agar masyarakat mau menerima vaksin atau memakai masker.

Baca Juga

"Kemudian saya mulai menyadari bahwa memang ada memo, dan seorang pria, Mattias Desmet (profesor psikologi klinis di Ghent University di Belgia), membicarakannya," ujar Clapton dalam wawancaranya di kanal Youtube Real Music Observer, dilansir New York Post, Rabu (26/1/2022).

Sejak saat itu, Clapton mengatakan bahwa dia menyadari dan mengamini tentang teori hipnosis pengarahan massa tersebut. Mantan gitaris Cream ini juga berbicara tentang usahanya dengan sesama penulis lagu Inggris Van Morrison untuk berbicara atas nama artis lain dalam menentang persyaratan vaksin.

Sikap antivaksinasi Clapton muncul setelah ia menjalani dua dosis vaksinasi Covid-19 AstraZeneca pada 2021. Pelantun "Tears In Heaven" ini merasa ditipu oleh perusahaan pengembang vaksin.

Menurut Clapton, perusahaan vaksin melancarkan propaganda yang mengabarkan bahwa vaksin aman untuk semua orang. Hal itu memengaruhi alam bawah sadar sehingga orang mau mendapatkan suntikan vaksin.

"Apa pun memo itu, itu tidak membuat saya terpengaruh," kata Clapton mengacu pada teori konspirasi psikosis pembentukan massa yang mendapatkan daya tarik pada 2021 sebagai bagian dari propaganda antivaksin.

Dalam wawancara terdahulu, Clapton mengaku mengalami efek samping yang parah selama 10 hari setelah divaksinasi dan risiko itu tidak diinformasikan kepadanya sebelum penyuntikan. Saking parahnya, ia bahkan sampai merasa tidak mungkin bisa bermain gitar lagi.

Kini, setelah blak-blakan menolak vaksinasi Covid-19, Clapton menyebut bahwa karier musiknya hampir tamat. Ia tak bisa manggung karena menentang kebijakan yang mensyaratkan agar penonton wajib divaksinasi.

"Karier saya hampir hilang. Pada titik di mana saya berbicara, sudah hampir 18 bulan sejak saya pensiun secara paksa," kata dia ketika anjuran jarak sosial karena pandemi meniadakan pertunjukan langsung selama berbulan-bulan.

Clapton mengatakan, rekan sepemikirannya, Morrison (76 tahun) juga mengeluh bahwa dia tidak diizinkan untuk secara bebas menolak persyaratan vaksin Covid-19. Musisi pemenang Grammy Awards itu menyebut, keluarga dan teman-temannya menjadi takut.

Clapton juga mengakui tak lagi menjadikan media berita sebagai sarana mencari informasi. Menurutnya, media massa bertindak mengikuti perintah dan patuh terhadap perintah.

Dengan pandangan politiknya itu, Clapton secara bercanda menyebut tentang kehilangan kontak dengan teman dan keluarganya. Ia mengatakan, keluarga dan teman menganggapnya gila.

"Selama setahun terakhir, ada banyak yang menghilang," kata pelantun "Wonderful Tonight" itu.

Clapton mengatakan, komunitas musik juga telah mengasingkannya. Ia jadi jauh dengan sesama musisi meski telah mencoba untuk menjangkau mereka.

"Ponsel saya tidak sering berdering. Saya tidak lagi mendapatkan banyak pesan teks dan e-mail," ujar dia.

Sementara itu, Clapton diketahui memberikan dukungannya terhadap aktivis anti vaksin lainnya. Dia menyumbangkan lebih dari 1.300 dolar AS (sekitar Rp 18 juta) kepada grup rock Inggris yang didenda karena melanggar protokol Covid-19 saat pertunjukan pada 2021.

Selain karyanya dengan Morrison, Clapton juga merilis lagu "This Has Gotta Stop" pada tahun lalu. Isinya tetap pesan anti vaksinasi.

Sementara itu, sebuah studi baru melaporkan bahwa gejala depresi meningkat tiga kali lipat selama pandemi Covid-19. Mereka yang mengalami gejala depresi, cenderung lebih percaya informasi yang salah tentang vaksin dan kecil kemungkinannya untuk mau divaksinasi.

Korelasi yang ditemukan oleh studi yang dipublikasikan di JAMA Network Open tersebut, tidak membeda-bedakan keyakinan politik atau kelompok demografis. Para peneliti menekankan bahwa orang yang depresi tidak boleh dirundung atas keyakinannya pada informasi salah, malah seharusnya dia diperlakukan sebagai kelompok rentan.

Salah satu hal penting yang perlu diketahui, depresi bisa menyebabkan seseorang melihat dunia secara berbeda. Mereka menjadi tidak optimistis.

"Jika Anda sudah berpikir dunia adalah tempat yang berbahaya, Anda mungkin lebih cenderung percaya bahwa vaksin itu berbahaya, meskipun sebenarnya tidak demikian," jelas penulis utama Roy H Perlis dari di Massachusetts General Hospital, Amerika Serikat, dikutip laman Express, Rabu (26/1/2022).

 
Berita Terpopuler