Sepinya Siaran TV Rusia dari Krisis di Ukraina

Siaran TV pemerintah Rusia beberapa hari terakhir lebih berfokus pada isu-isu lain.

Euromaidan Press
Bendera Rusia dan Amerika Serikat.
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Amerika Serikat (AS) dan NATO mulai mempersiapkan pasukan untuk wilayah Timur dan ancaman sanksi kepada Rusia jika menginvasi Ukraina. Hanya saja, masalah ini nyatanya diperlihatkan dalam porsi yang rendah oleh media pemerintah Rusia.

Siaran televisi pemerintah Rusia yang menyebarkan informasi melalui 11 zona waktu dalam beberapa hari terakhir lebih berfokus pada isu-isu lain. Tayangan memperlihatkan harapan atlet Rusia untuk Olimpiade Musim Dingin Beijing atau meningkatnya kasus Omicron.

"Saat ini, tidak ada perasaan musuh berada di ambang pintu dan bahwa kita akan segera memulai perang ... Itu tidak terjadi sama sekali," kata seorang analis media Rusia, yang berbicara dengan syarat anonim.

Dalam laporan tentang Ukraina, media pemerintah Rusia justru mengatakan kepanikan Barat memicu ketegangan. Narasi ini bersama dengan penggambaran bala bantuan pasukan AS ke wilayah tersebut dan pasokan senjata ke Ukraina.

Tayangan sama sekali tidak menjelaskan kondisi itu terjadi salah satunya karena kehadiran sekitar 100 ribu tentara Rusia di dekat perbatasan Ukraina. "Mereka telah menciptakannya (ancaman Rusia) ... Amerika telah menakuti diri mereka sendiri tentang invasi Rusia selama berbulan-bulan," seorang reporter untuk saluran berita berbahasa Rusia milik negara Vesti mengatakan kepada pemirsa.

Pesan semacam itu sesuai dengan desakan Kremlin bahwa Barat yang menimbulkan ancaman bagi perdamaian dan stabilitas regional. Pernyataan ini pun diperkuat dengan sebuah data jajak pendapat independen yang diyakini secara luas di Rusia.

"Sangat penting (bagi Kremlin) bahwa hal itu terus terlihat seperti Barat mengobarkan situasi," kata direktur lembaga jajak pendapat independen yang berbasis di Moskow, Levada, Denis Volkov, tentang liputan berita Rusia.

Menurut data Levada, sekitar 40 persen orang Rusia percaya perang mungkin terjadi. "Dilihat dari opini publik, (masyarakat) sudah siap perang. Saya kira tidak perlu persiapan... Tidak mau perang, ingin detente atau pengurangan ketegangan, tapi yakin tidak ada yang bisa dilakukan," kata Volkov.


Anti-Amerikanisme dan komentar pedas tentang pemerintah pro-Barat Ukraina telah menjadi bahan pokok TV pemerintah Rusia sejak 2014. Bahasan ini muncul ketika aneksasi Rusia atas Krimea dan dukungan untuk pemberontakan separatis di Ukraina timur menghancurkan hubungan dengan Kyiv.

Diplomat, analis, dan lainnya Barat sekarang meneliti liputan media pemerintah Rusia tentang Ukraina. Upaya ini untuk mencari petunjuk alasan pengerahan pasukan Presiden Vladimir Putin memang merupakan awal dari langkah militer atau hanya gertakan besar untuk mengekstraksi konsesi keamanan dari Barat.

Analis Carnegie Moscow Center Andrei Kolesnikov mengatakan akan menjadi kesalahan untuk menarik kesimpulan luas dari suasana liputan berita negara saat ini. "Jelas ada semacam jeda. Tidak ada perintah yang diturunkan dari atas untuk televisi pemerintah. Tidak ada yang tahu keputusan apa yang akan diambil," katanya.

“Bila diperlukan, mereka dapat beralih kembali ke propaganda perang yang keras setiap saat dan untuk menjelaskan mengapa itu diperlukan. Semuanya tergantung pada situasi saat ini. Ini seharusnya tidak dianggap meyakinkan,” kata Kolesnikov.

Narasi dari berita-berita Rusia dalam isu penempatan pasukan pun tersampaikan ke jalan-jalan Moskow pada Selasa (25/1/2022). Mereka pikir Rusia bertindak defensif bukan untuk melakukan serangan.

"Saya tidak berpikir Rusia akan menyerang siapa pun. Tapi saya percaya akan ada provokasi Barat yang besar, yang sudah berlangsung ... Rusia akan membela diri, dan itu harus," kata seorang perempuan yang hanya menyebut namanya sebagai Olga.

Sedangkan warga Moskow lain bernama Alexei melihat keberadaan pasukan Rusia di perbatasan akibat AS juga mengumpulkan pasukan mereka di Eropa. "Jadi situasinya tidak sesederhana itu, apakah kita ingin mempertahankan diri atau menyerang? Menurut pendapat saya, tidak jelas," katanya.

 
Berita Terpopuler