DMI: Pemberantasan Buta Huruf Alquran Sangat Penting

Pemberantasan buta huruf Alquran adalah program yang sangat penting.

Republika/Agung Supriyanto
Alquran
Rep: Fuji Eka Permana Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Masjid Indonesia (DMI) menegaskan bahwa pemberantasan buta huruf Alquran adalah program yang sangat penting. Program tersebut bisa dilakukan dengan berbasis masjid.  

Baca Juga

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DMI, Imam Addaruqutni, mengatakan, yang disampaikan Ketua Umum Yayasan Indonesia Mengaji Komjen Pol (Purn) Syafruddin bahwa 65 persen umat  Islam di Tanah Air tidak bisa membaca Alquran mungkin benar. Meski DMI belum melakukan kajian terkait hal itu.

"Yang disampaikan Pak Syafruddin (65 persen umat Islam Indonesia tidak bisa membaca Alquraa), saya kira benar meski DMI belum melakukan penelitian tersebut" kata Imam kepada Republika, Senin (24/1/2022).

Imam mengatakan, sekitar tahun 1980-an peneliti dari Amerika Serikat (AS) melakukan penelitian di Indonesia. Menurutnya, umat Islam di Indonesia sebenarnya minoritas. Kemudian berkembang pengertian minoritas dan mayoritas, jadi umat Islam Indonesia secara kualitas itu seperti minoritas.

"Jadi saya kira perkembangan literasi Alquran sampai sekarang ini, saya kira benar yang disampaikan Pak Syafruddin, sedikit sekali Muslim Indonesia yang bisa membaca Alquran," ujarnya.

 

 

Ia menegaskan, maka gerakan memberikan literasi Alquran dan pemberantasan buta huruf Alquran itu sangat diperlukan. Gerakan ini juga dilakukan secara terstruktur dan sistematis oleh Yayasan Indonesia Mengaji. Tentu DMI juga menyambut baik gerakan ini.

Menurut Wakil Rektor I Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) ini, ada teknologi yang seharusnya menjadi fsilitas tapi malah menjadi penghambat, yaitu gadget (gawai). Banyaknya anak-anak dan generasi muda yang menguasai teknologi semacam gadget.

"Harusnya gadget bisa memberi fasilitas, tapi yang lebih menyedot perhatian generasi milenial adalah arah milenial kosmopolitan dan budaya pop, seperti musik, drama korea dan lain-lain," jelas Imam.

Menurutnya, gerakan Indoneisia Mengaji berbasis masjid dan mengembalikan generasi milenial ke masjid adalah upaya yang produktif. DMI juga akan mengembangkan program yang lebih memberikan insentif kepada anak-anak muda.

Imam menambahkan, DMI juga akan menggiatkan program yang bersifat pemberdayaan dunia milenial khususnya. Supaya dunia mereka lebih kreatif dan menunjang profesionalisme mereka.

Menurutnya, bisa dibuat kajian yang berdampak pada kehidupan profesional generasi muda di masjid. "Itu saya kira perlu diselingi program mengaji, juga diselengi prorgram yang lebih menarik lagi, jadi di masjid diperlukan program Indonesia mengaji dan program vokasi untuk memperkuat program vokasi di sekolah formal," kata Imam.

 

 

Sebagaimana diketahui, masjid ada di berbagai daerah dan ada program Indonesia mengaji. Menurut Imam, program itu bisa berbasis masjid, ustaz dan ulama setempat sekitar masjid bisa menjadi guru mengajinya.

"Kita punya juga anak-anak relawan yang bisa melibatkan diri dalam program pemberantasan buta aksara Alquran, di PTIQ program itu terus berlangsung sejak lama dilakukan oleh mahasiswa, salah satunya dalam pengajian privat, biasanya kalangan orang berada manggil guru mengaji dari mahasiswa PTIQ yang bersanad bagus," jelasnya.

Imam menegaskan, anak-anak usia remaja juga banyak yang bisa baca Alquran dengan baik. Dalam hal ini ada harapan baik, karena Indonesia tidak akan kekurangan guru mengaji. 

 

"Yang harus dilakukan irama programatis yang berbasis masjid itu yang kemudian tidak hanya ngaji tapi juga memberikan insentif semangat baru semacam penyemangat dalam program vokasi yang mengarah kepada generasi milenial berbasis masjid lebih profesional, agamanya bagus, ngajinya bagus, profesionalismenya bagus, hal ini akan kita bacarakan dalam rapat DMI," kata Imam.

 
Berita Terpopuler