Firma Hukum di Inggris Tuntut Jenderal India Ditangkap

Petinggi militer India itu diduga terlibat dalam kejahatan perang di Kashmir.

AP/Dar Yasin
Tentara paramiliter India berpatroli di jalan dekat kediaman pemimpin separatis Syed Ali Shah Geelani di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Jumat, 3 September 2021.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON  -- Sebuah firma hukum yang berbasis di London, Inggris pada Selasa (18/1/2022) mengajukan permohonan kepada polisi Inggris menangkap panglima militer India dan seorang pejabat senior Pemerintah India. Keduanya ditangkap atas dugaan peran mereka dalam kejahatan perang di wilayah Kashmir yang disengketakan.

Firma hukum Stoke White telah menyerahkan bukti ekstensif kepada Unit Kejahatan Perang Polisi Metropolitan. Bukti tersebut mendokumentasikan bagaimana pasukan India yang dipimpin oleh Jenderal Manoj Mukund Naravane dan Menteri Dalam Negeri Amit Shah bertanggung jawab atas penyiksaan, penculikan dan pembunuhan aktivis, jurnalis, serta warga sipil.

Laporan firma hukum itu didasarkan pada lebih dari 2.000 kesaksian yang diambil antara  2020 dan 2021. Firma hukum tersebut menuduh delapan pejabat senior militer India yang tidak disebutkan namanya, terlibat langsung dalam kejahatan perang dan penyiksaan di Kashmir.

 “Ada alasan kuat untuk meyakini pihak berwenang India melakukan kejahatan perang dan kekerasan lainnya terhadap warga sipil di Jammu dan Kashmir,” kata laporan itu.

Permintaan penangkapan kepada polisi London dibuat di bawah prinsip yurisdiksi universal, yang memberikan wewenang kepada negara untuk mengadili individu yang dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan di mana pun di dunia. Firma hukum internasional di London mengatakan, ini pertama kalinya tindakan hukum diambil di luar negeri terhadap pihak berwenang India atas dugaan kejahatan perang di Kashmir.

Baca Juga

Direktur Hukum internasional di Stoke White, Hakan Camuz berharap laporan itu akan meyakinkan polisi Inggris untuk membuka penyelidikan dan akhirnya menangkap para pejabat India tersebut ketika mereka menginjakkan kaki di Inggris. Beberapa pejabat India diketahui memiliki aset keuangan di Inggris.

“Kami meminta pemerintah Inggris untuk melakukan tugas mereka dan menyelidiki serta menangkap mereka atas apa yang mereka lakukan berdasarkan bukti yang kami berikan kepada mereka. Kami ingin mereka bertanggung jawab,” kata Camuz.

Permohonan polisi dibuat atas nama keluarga Zia Mustafa, seorang militan Pakistan yang dipenjara. Menurut Camuz, Zia Mustafa adalah korban pembunuhan di luar proses hukum oleh otoritas India pada 2021. Laporan tersebut juga dibuat atas nama juru kampanye hak asasi manusia Muhammad Ahsan Untoo, yang diduga mengalami penyiksaan oleh otoritas India.

Investigasi firma hukum menunjukkan bahwa penyiksaan dan kekerasan semakin memburuk selama pandemi virus Corona. Laporan firma hukum tersebut juga mencakup rincian tentang penangkapan seorang aktivis hak asasi terkemuka Kashmir, Khurram Parvez oleh otoritas kontraterorisme India tahun lalu.

Parvez bekerja untuk Koalisi Masyarakat Sipil Jammu dan Kashmir. Dia telah menulis laporan ekstensif tentang penggunaan kekerasan dan penyiksaan oleh pasukan India.

Laporan firma hukum tersebut juga menyoroti penangkapan seorang jurnalis Sajad Gul awal bulan ini. Dia ditangkap mengunggah video anggota keluarga dan kerabat yang memprotes pembunuhan seorang komandan pemberontak di Kashmir.

Pengacara hak asasi manusia semakin banyak menggunakan prinsip yurisdiksi universal untuk mencari keadilan bagi orang-orang yang tidak dapat mengajukan pengaduan pidana di negara asal mereka atau ke Pengadilan Kriminal Internasional, yang berlokasi di Den Haag. Camuz berharap permintaan penangkapan pejabat tinggi India oleh polisi Inggris akan diikuti oleh tindakan hukum lainnya, yang berfokus pada Kashmir. “Kami yakin ini bukan yang terakhir, mungkin akan ada lebih banyak laporan lainnya,” kata Camuz.

Kementerian Luar Negeri India mengatakan tidak mengetahui laporan tersebut dan menolak berkomentar.  Kementerian Dalam Negeri India juga mengatakan hal serupa.

Kashmir terbagi menjadi dua yaitu wilayah yang dikuasai India dan Pakistan. Muslim Kashmir mendukung separatis yang ingin menyatukan wilayah Kashmir di bawah kekuasaan Pakistan atau sebagai negara merdeka. Sementara di wilayah Kashmir yang dikuasai India, puluhan ribu warga sipil, pemberontak dan pasukan pemerintah telah tewas dalam dua dekade terakhir.

Kashmir dan kelompok hak asasi internasional telah lama menuduh pasukan India melakukan kekerasan sistematis dan penangkapan terhadap mereka yang menentang pemerintahan dari New Delhi.  Kelompok hak asasi manusia juga mengkritik perilaku kelompok militan, dan menuduh mereka melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sipil.

Pada 2018, kepala hak asasi manusia PBB menyerukan penyelidikan internasional independen atas laporan pelanggaran hak asasi manusia di Kashmir. Penyelidikan tersebut berdasarkan tuduhan kekebalan hukum atas pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan keamanan India di Kashmir.

Pemerintah India telah membantah dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Kashmir. Mereka mengklaim dugaan tersebut adalah propaganda kelompok separatis yang bertujuan untuk menjelekkan pasukan India di wilayah Kashmir. 

 
Berita Terpopuler