Buat yang Masih Ragu Dapatkan Vaksin Booster, Ini Pertimbangannya

Vaksin booster sudah mulai diberikan kepada warga yang memenuhi syarat.

ANTARA/Dedhez Anggara
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin dosis ketiga (booster) jenis Pfizer kepada warga di Pendopo Indramayu, Jawa Barat, Selasa (18/1/2022). Dosis booster diperlukan karena proteksi yang diberikan vaksin Covid-19 secara imunologi dan klinis menurun seiring waktu.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kemenkes untuk Vaksinasi Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, vaksinasi Covid-19 dosis penguat (booster) bertujuan meningkatkan efektivitas vaksin primer. Dosis tambahan tersebut diberikan kepada populasi yang telah mendapatkan vaksinasi primer lengkap setidaknya enam bulan sebelumnya.

"Tujuan kita melakukan vaksinasi booster adalah meningkatkan efektivitas vaksin yang mungkin telah menurun," ujar Siti Nadia Tarmizi dalam webinar bertema "Vaksin Booster Hindari Gelombang Ketiga" yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (18/1/2022).

Siti menjelaskan, proteksi yang diberikan vaksin Covid-19 secara imunologi dan klinis menurun seiring waktu. Ia mengungkapkan, vaksinasi penguat antibodi juga untuk memperpanjang masa perlindungan sehingga mutasi dari virus Covid-19 tidak memiliki sifat infeksi.

Menurut Siti, proteksi vaksin Covid-19 memiliki dua mekanisme, yakni imunitas antibodi dan imunitas sel. Ia mengungkapkan, antibodi SARS-Cov-2 terbukti menurun setelah enam bulan pascavaksinasi lengkap.

"Bahkan, kadar antibodi neutralisasi menurun lebih cepat pada kelompok lansia dibandingkan populasi umum," ujarnya.

Meski demikian, menurut Nadia, tubuh juga membentuk imunitas sel yang bertahan lama dan akan membentuk antibodi baru saat ada paparan lagi terhadap virus. Ia mengatakan, terdapat fakta mengapa infeksi omicron dilihat sebagian besar tidak bergejala atau ringan. Hal itu terjadi karena imunitas bekerja, yaitu imunitas antibodi dan imunitas sel.

"Imunitas sel akan bertahan lama di tubuh. Suatu saat ada materi virus baru, maka antibodi merespons melalui mekanisme imunitas seluler. Imunitas antibodi terlihat ada penurunan setelah enam bulan, karena ditambah varian virus bertambah dengan varian-varian, maka kita melakukan vaksinasi booster," paparnya.

Siti mengungkapkan, saat ini terdapat 126 negara yang akan melakukan vaksinasi penguat. Vaksin itu difokuskan untuk tiga kelompok, yaitu tenaga kesehatan, lansia, dan kelompok masyarakat yang memiliki kelainan imunitas.

Kendati demikian, Siti Nadia mengatakan, pemberian vaksin penguat untuk warga non-lansia usia 18 tahun ke atas juga dapat diberikan dengan syarat tertentu. Pelaksanaan vaksin booster untuk non-lansia bisa dilakukan kalau kabupaten atau kota andaikan dosis pertamanya sudah mencapai 70 persen, dan 60 persen dosis pertama pada lansia.

Sejalan dengan itu, Siti mengatakan, pemerintah masih terus berupaya untuk menyelesaikan vaksinasi primer. Ia menyebut, vaksinasi primer tetap menjadi prioritas meski secara bersamaan vaksinasi booster digulirkan.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengemukakan alasan pemberian vaksin booster heterolog hanya setengah dosis, bukan satu dosis penuh. Ia menyebut, itu dilakukan demi keamanan serta kemudahan operasional di lapangan.

Baca Juga

"Vaksin heterolog ini sudah banyak penelitiannya di luar negeri dan kenapa ini menjadi preferensi, karena memberikan 'multiple protection', jadi jenis antibodi yang kemudian disuntik booster heterolog menjadi akan lebih kaya dibandingkan dengan kalau itu homolog," kata Budi saat hadir di Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diikuti dari Youtube Komisi IX DPR RI di Jakarta, Selasa (18/1/2022).

Budi mengatakan, Amerika Serikat adalah negara yang telah meneliti serta menerapkan pemberian setengah dosis Moderna. Ia menyebut, vaksin Covid-19 Moderna memiliki angka Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) yang tinggi.

"Jadi kami melihat bahwa diberikan setengah dosis akan jauh lebih aman," katanya.

5 vaksin Covid-19 yang mendapatkan izin penggunaan darurat dari BPOM sebagai dosis penguat alias booster. - (Republika)

Budi mengatakan, kebijakan setengah dosis booster heterolog juga mempertimbangkan rekomendasi dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan uji klinis dari konsorsium profesor Universitas Padjadjaran dan Universitas Indonesia serta sudah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Setelah kami lihat, rata-rata kalau vaksin primer itu mungkin 100-200 sudah tinggi sekali titer antibodinya. Begitu dia disuntik booster setengah dosis, itu naik ke level 7.500 sampai 8.000. Kalau kita ingat plasma konvalesen itu memberikan proteksi di level 250," katanya.

Pemberian dosis penuh vaksin booster, menurut Budi, menambah interval peningkatan titer antibodi rata-rata 500. Pihaknya mencermati proteksi yang diberikan dengan setengah dosis perbedaannya tidak signifikan.

Alasan berikutnya adalah kemudahan operasional dari para vaksinator di lapangan dalam memilih takaran dosis vaksin booster. Perbedaan dosis akan membuat rumit pelaksanaan pemberian booster.

"Kami juga melihat dari isu operasionalnya, jadi kalau ada yang vaksin heterolog ini setengah dosis, tapi ada juga yang satu dosis, kami lihat di operasionalnya akan lebih sulit," katanya.

 
Berita Terpopuler