Gempa M 6,6 dan Catatan Sejarah Delapan Guncangan Merusak di Selat Sunda

Gempa pada Jumat sore berlokasi di laut pada jarak 132 km arah Barat Daya Pandeglang.

dok. Istimewa
Rumah dan fasilitas sekolah di beberapa wilayah di Pandeglang yang rusak akibat gempa bermagnitudo 6,7 yang mengguncang Sumur, Banten, Jumat (14/1).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti, Intan Pratiwi, Dian Fath Risalah, Antara

Baca Juga

Gempa berkekuatan Magnitudo 6,7 (kemudian direvisi jadi 6,6) mengguncang wilayah Banten, Kamis (14/1/2022) sekira pukul 16.05 WIB. Guncangan gempa tidak hanya terasa di Banten tetapi juga hingga provinsi sekitar seperti DKI Jakarta, sebagian Jawa Barat, hingga Lampung.

BMKG melaporkan gempa berada di koordinat 7.01 LS-105.26 BT (52 km Barat Daya Sumur, Banten). BMKG juga mengonfirmasi lewat akun Twitter-nya, bahwa gempa itu tidak berpotensi tsunami. 

Sejumlah warga di wilayah Tangerang Selatan (Tangsel), Banten mengaku kaget dan berlarian ke tempat yang aman. Pantauan Republika, di kawasan Serpong, Tangsel, secara tiba-tiba terasa sebuah goncangan. Sejumlah warga sontak berteriak terjadinya gempa pada Kamis sore itu. 

"Kaget sih. Waktu ada goncangan, saya kira lagi sakit kepala, eh ternyata pada teriak ada gempa, langsung keluar ke lapangan," ujar Nisa (25), seorang warga di kawasan Serpong, Tangsel. 

Warga lainnya, Khairul (24) yang pada saat gempa tengah berada di Mapolres Tangsel mengaku merasakan gempa. "Ya lumayan terasa gempanya. Sekitar satu menitan ya. Yang pada di gedung langsung berlarian keluar," kata dia. 

Gempa tersebut terpantau tidak menyebabkan adanya dampak yang kentara di kawasan Tangsel. Kondisi gedung dan sejumlah fasilitas publik terlihat masih normal. 

Di Kabupaten Lebak, Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD) setempat melaporkan, 36 rumah warga dan sekolah di daerah itu rusak akibat gempa.

"Dari 36 rumah itu di antaranya 11 unit rumah rusak berat, 21 unit rumah ringan, dan tiga unit sekolah rusak sedang," kata Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Lebak Agus Riza Faizal di Lebak, Jumat.

BPBD Lebak hingga saat ini masih melakukan pendataan korban gempakarena tidak tertutup kemungkinan banyak kerusakan tempat tinggal masyarakat. Ia mengatakan, petugas dan relawan terus melakukan pemantauan di lapangan termasuk menerima laporan dari desa dan kecamatan terkait dengan dampak gempa tersebut.

Rumah dan sekolah yang rusak itu tersebar di 15 kecamatan. Hingga saat ini, pihaknya belum menerima laporan adanya korban jiwa dalam peristiwa tersebut.

"Kami terus bekerja hingga pagi untuk menerima laporan kerusakan rumah akibat gempa tektonik itu," katanya.

Gempa yang berguncang cukup kuat itu juga berdampak pada kelistrikan di Banten. Berdasarkan pengecekan PT PLN (Persero), sebanyak 296 gardu induk di dua wilayah terdampak. Hingga pukul 18.00, PLN berhasil memulihkan listrik 11.196 pelanggan dari 21.490 pelanggan yang terdampak.

Saat ini tercatat jumlah pelanggan di seluruh wilayah Banten sebesar 3,6 juta. PLN memastikan sistem kelistrikan di wilayah lain masih terpantau aman.

Manager PLN UP3 Banten Selatan, Irwanto menjelaskan imbas gempa yang belangsung selama 30 detik tersebut berimbas pada tiga penyulang kelistrikan. Dua wilayah kerja yang dekat dengan pusat gempa yaitu Unit Layanan Pelanggan (ULP) Labuan dan ULP Malingping.

"PLN gerak cepat untuk bisa memulihkan sistem kelistrikan khususnya di dua wilayah tersebut. PLN menurunkan tim recovery untuk memastikan besar dampak dan melakukan pemulihan," ujar Irwanto, Jumat.

 

 

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Bambang Setiyo Prayitno mengimbau masyarakat di lokasi terdampak gempa agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

"Agar menghindari dari bangunan yang retak atau rusak diakibatkan oleh gempa. Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal anda cukup tahan gempa, ataupun tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yg membahayakan kestabilan bangunan sebelum anda kembali kedalam rumah," kata Bambang dalam keterangannya, Jumat (14/1/2022).

Hasil analisis BMKG menunjukkan, gempa bumi ini memiliki parameter update dengan magnitudo M6,6. Episenter gempa bumi terletak pada koordinat 7,21° LS ; 105,05° BT , atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 132 km arah Barat Daya Kota Pandeglang, Kabupaten Pandeglang, Banten pada kedalaman 40 km.

Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi lempeng bumi. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik.

Guncangan gempa bumi ini dirasakan di daerah Cikeusik dan Panimbang. Kemudian, di Labuan dan Sumur gempa juga dirasakan oleh orang banyak dalam rumah. Gempa juga dirasakan oleh warga Tangerang Selatan, Lembang, Kota bogor, Pelabuhan Ratu, Kalianda, hingga Bandar Lampung,

"Gempa juga terasa di Jakarta, Kota Tangerang, Ciracas, Bekasi, Kota Bandung, Kab.Bogor, Kotabumi," kata dia.

Catatan sejarah

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, berdasarkan catatan sejarah, telah terjadi delapan kali gempa yang merusak di sekitar Selat Sunda/Banten, mulai dari periode 1851 hingga Agustus 2019, sebelum gempa 6,6 M mengguncang pada Jumat ini.

"Perlu kami sampaikan berdasarkan catatan sejarah kegempaan, sejak 1851 hingga 2019, telah terjadi beberapa kali gempa bumi di wilayah tersebut," ujar Dwikorita dalam konferensi pers yang diikuti dari Jakarta, Jumat.

Ia memerinci, pada Mei 1851 gempa kuat di sekitar Teluk Betung dan Selat Sunda menyebabkan gelombang tsunami setinggi 1,5 meter, namun tidak ada laporan berapa kekuatannya. Kemudian pada 9 Januari 1852, gempa yang juga tidak diketahui kekuatannya menyebabkan tsunami kecil.

Pada 27 Agustus 1883 terjadi tsunami di atas 30 meter akibat letusan Gunung Krakatau. Lalu pada 23 Februari 1903 terjadi gempa magnitudo 7,9 yang berpusat di selatan Selat Sunda dan menyebabkan kerusakan di Banten.

Pada 26 Maret 1928 terjadi tsunami kecil yang teramati di Selat Sunda pasca gempa kuat, namun tidak diketahui berapa kekuatan getarannya. Pada 22 April 1958 terjadi gempa kuat di Selat Sunda diiringi dengan kenaikan permukaan air laut/tsunami.

Pada 22 Desember 2018 terjadi longsoran akibat letusan Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan tsunami. Terakhir pada 2 Agustus 2019 terjadi gempa magnitudo 7,4 yang merusak di Banten dan terjadi tsunami.

Mengingat wilayah sekitar Banten/Selat Sunda kerap terjadi gempa dengan kekuatan merusak, Dwikorita meminta agar bangunan di sekitar wilayah tersebut dibangun dengan menggunakan konstruksi bangunan tahan gempa bumi guna menghindari dari risiko kerusakan.

"Selain itu juga harus dilengkapi dengan jalur dan tempat evakuasi," kata dia.

 

Meningkatnya Aktivitas Gempa di Selatan Jawa - (BMKG)

 

 
Berita Terpopuler