Setelah Berpaling dari Taiwan, Nikaragua Kini Dirangkul China

Nikaragua dan China menandatangani perjanjian kerja sama

EPA/Jorge Torres
Seorang wanita menyaksikan Presiden Nikaragua Daniel Ortega di televisi. Nikaragua dan China menandatangani perjanjian kerja sama. Ilustrasi.
Rep: Lintar Satria Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Satu bulan setelah Nikaragua mengubah pengakuannya pada Taiwan dari Taipei ke Beijing, negara itu menandatangani beberapa perjanjian kerja sama dengan China. Kesepakatan-kesepakatan itu menandai hubungan politik baru kedua negara termasuk dukungan Managua pada proyek Belt Road Initiative (BRI).

Pada Rabu (12/1/2022) media Rusia, Sputnik News, melaporkan perwakilan Nikaragua dan China menandatangani sejumlah kerja sama pada Senin (10/1/2022) lalu sebelum pelantikan Presiden Nikaragua Daniel Ortega untuk masa jabatan keempat.

Baca Juga

Dokumen kerja sama itu berisi antara lain kesepakatan konsultasi politik, perjanjian kerja sama dan diplomasi bilateral, serta nota kesepahaman dalam kerja sama berdasarkan BRI dan Kerja Sama Maritim Abad-21 (CMC). Selain itu disepakati pula pengabaian visa bagi warga China dan Nikaragua yang membawa paspor diplomatik atau untuk urusan resmi.

"Kami mementingkan penguatan hubungan dengan negara-negara sahabat. Karena itu kami menyambut keputusan pemerintah Ortega untuk memperkuat hubungan dengan negara kami," kata Wakil Presiden Komite Tetap di Majelis Rakyat Nasional China (NPA), Coa Jianming, seperti dikutip TeleSUR.

"Dalam pertemuan ini, kami meratifikasi prinsip-prinsip sosialisme berdasarkan prinsip Marxisme-Leninisme dan pemikiran pemimpin Mao Zedong dan presiden kami Xi Jinping," tambah Cao.

Kantor berita Xinhua melaporkan Ortega mengatakan pada Cao bahwa Nikaragua telah mengikuti dengan seksama keberhasilan Partai Komunis China selama satu abad terakhir. Termasuk membangun masyarakat yang makmur dalam segala hal, menghapus kemiskinan absolut, dan dengan sukses menggelar sidang pleno keenam Komite Sentral CPC ke-19.

Partai demokrat sosialis Sandinista National Liberation Front (FSLN) yang dipimpin Ortega mengejar program-program sosial di negara Amerika Tengah yang miskin tersebut. Langkah itu dilakukan walaupun menghadapi perlawanan dari Amerika Serikat (AS) termasuk perang proksi selama 10 tahun selama pemerintahan Ortega pada 1980-an hingga menggulingkannya dari kekuasaan.

Namun pada 2006 ia kembali terpilih dan terpilih lagi tiga kali berikutnya. Ia kembali terpilih menjadi presiden Nikaragua dalam pemilihan November 2021 lalu.

AS menolak hasil pemilu tersebut dengan menuduh Ortega menyingkirkan lawan-lawan politiknya. Tuduhan mencuat karena Ortega menangkap beberapa kandidat yang memainkan peran penting dalam kerusuhan pada awal 2018. AS membiayai dan mendukung kerusuhan tersebut dengan menyebutnya sebagai unjuk rasa damai.

Pada Senin (10/1/2022) lalu pemerintah Presiden AS Joe Biden kembali menerapkan sanksi pada Nikaragua. Sanksi itu mengincar tokoh-tokoh penting pemerintahan Ortega, puluhan walikota, dan pejabat tingkat rendah serta industri emas dan bahan bakar negara itu.

Bulan lalu pemerintah Ortega mulai menjauh dari Washington dengan menarik diri dari Organisasi Negara-negara Amerika yang dikuasai AS dan memutus hubungan dengan Taiwan, pulau yang dikelola demokratis tapi diklaim China sebagai provinsinya. Pada 1 Januari lalu China membuka kedutaan di Managua dan mengundang Nikaragua untuk "mengambil peran aktif" dan bergabung dengan BRI "sesegera mungkin".

BRI adalah sebuah proyek infrastruktur untuk menghubungkan China dengan seluruh dunia melalui jalan, kereta, pelabuhan, jalan tol, dan utilitas sipil lainnya.

Direktur eksekutif Latin American and Caribbean Region Law Center di China University of Political Science and Law Pan Deng mengatakan banyak negara bekas koloni Eropa yang terus menderita keterbelakangan. Mereka mengandalkan ekspor produk-produk ke negara industri, biasanya ke bekas negara penjajah.

"Dominasi oleh AS, negara-negara ini dipaksa untuk tetap berada di tingkat terendah di rantai industri," kata Pan Deng pada tabloid yang dikelola pemerintah China, Global Times.

"Kebutuhan mendesak mendorong mereka ke posisi saat ini di rantai industri yang dirancang oleh hegemoni AS, memecah kemacetan dan meningkatkan pembangunan infrastruktur, serta mencari kerja sama potensial di berbagai bidang seperti kredit karbon," tambahnya.

 
Berita Terpopuler