Kode Fee 'Sumbangan Masjid' Rahmat Effendi

Rahmat Effendi alias Pepen memiliki kode tersendiri dalam meminta komitmen fee.

Republika/Putra M. Akbar
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta.
Rep: Rizkyan Adiyudha Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi resmi ditetapkan sebagai tersangka penerimaan hadiah dan suap lelang jabatan di lingkungan pemerintah kota (pemkot) Bekasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penerimaan hadiah diberikan berkenaan dengan ganti rugi lahan yang dibayarkan pemkot Bekasi kepada para swasta.

Rahmat Effendi dicokok KPK melalui OTT pada Rabu (5/1) lalu pada pukul 14.00 WIB. Dia diamankan bersama 13 orang lainnya. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang tunai Rp 3 miliar dan buku rekening bank dengan jumlah uang sekitar Rp 2 miliar.

Rahmat Effendi alias Pepen memiliki kode tersendiri dalam meminta komitmen fee. Komitmen fee ini ditujukan kepada para swasta yang lahannya dibebaskan atau dibayarkan ganti ruginya.

Maka, sebagai bentuk komitmen, tersangka Pepen diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi Pemerintah Kota Bekasi. "Di antaranya dengan menggunakan sebutan untuk 'Sumbangan Mesjid,' kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers, belum lama ini.

Selain Pepen, KPK juga menetapkan empat tersangka lain penerima suap. Mereka yakni Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M Bunyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin serta Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.

Lembaga antirasuah itu juga menetapkan empat tersangka lain sebagai pemberi suap. Mereka adalah Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; satu pihak swasta, Lai Bui Min alias Anen; Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa, Suryadi serta Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin

Perkara yang menjerat Rahmat Effendi bermula dari penetapan APBD-P Tahun 2021 Pemkot Bekasi untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran sekitar Rp 286,5 miliar. Rahmat diyakini mengintervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan.

Rahmat juga diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan. Sebagai bentuk komitmen, tersangka Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi.

Proyek ganti rugi tersebut diantaranya pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji Rp 21,8 miliar dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.

Para tersangka pemberi suap kemduian menyerahkan uang melalu orang-orang kepercayaan mereka. Tersangka Lai Bui Min alias Anen menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang kepercayaannya yaitu Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi Rp 4 miliar

Sedangkan tersangka Wahyudin menerima Rp 3 miliar dari tersangka Makhfud Saifudin. Pepen juga menerima Rp 100 juta dari tersangka Suryadi dengan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu Masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga Rahmat Effendi.

Sedangkan terkait suap lelang jabatan, tersangka Rahmat Effendi diyakini menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai di Pemkot Bekasi. Suap diberikan sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya di Pemerintahan Kota Bekasi.

Firli mengatakan, uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional tersangka Pepen yang dikelola oleh tersangka Mulyadi. Kendati, Firli tidak menjelaskan secara rinci jumlah suap lelang jabtaan tersebut. Namun, dia mengungkapkan bahwa uang tersebut hanya tersisa Rp 600 juta rupiah pada saat dilakukan tangkap tangan (OTT).

Disamping itu, juga terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemerintah Kota Bekasi, RE diduga menerima sejumlah uang Rp 30 juta dari AA (Ali Amril) melalui MB (M Bunyamin)," kata Firli lagi.

 

 

 

Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) bersama Deputi Penindakan KPK Karyoto (kiri) dan Plt Juru bicara KPK Ali Fikri (kanan) menyaksikan petugas KPK menunjukkan barang bukti berupa uang saat konferensi pers terkait operasi tangkap tangan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi di gedung KPK. (ANTARA/Hafidz Mubarak A)

Sesuai prosedur

KPK menegaskan, penangkapan Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi, telah sesuai hukum. Hal tersebut disampaikan guna menanggapi pernyataan puteri Rahmat Effendi, Ade Puspitasari yang mengklaim, tidak ada transaksi suap yang berlangsung saat ayahnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di rumah dinas.

"Kami tegaskan seluruh kegiatan tangkap tangan KPK tersebut dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Senin (10/1).

Bahkan, KPK memiliki dokumentasi secara detail baik foto maupun video dalam proses tangkap tangan tersebut. Dia menyebutkan, terlihat jelas dan terang bahwa pihak-pihak yang diringkus dalam OTT beserta dengan barang buktinya.

"Kami mengingatkan pihak-pihak agar tidak beropini dengan hanya berdasarkan persepsi dan asumsi yang keliru atau sengaja dibangun," katanya.

Sebelumnya, dalam sebuah video di yang tersebar di media sosial, Ade menyebut, tidak ada uang atau tindak pidana saat KPK melakukan OTT terhadap Rahmat Effendi. Dia mengatakan, tidak ada uang sepeser pun yang dibawa bersama Rahmat Effendi saat diringkus KPK.

"Saksinya banyak, staf yang di rumah itu saksi semua. Bagaimana Pak Wali dijemput di rumah, bagaimana Pak Wali hanya membawa badan. KPK hanya membawa badan Pak Wali, tidak membawa uang sepeser pun," kata Ade seperti dikutip dalam video berdurasi 1,40 menit tersebut.

Seperti diketahui, Rahmat Effendi alias bang Pepen ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Dia diamankan bersama dengan 14 orang lain dalam operasi senyap tersebut.

Atas perbuatannya, para tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

 

Sedangkan para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

 
Berita Terpopuler