Survei: Faktor Agama Pengaruhi Hoax Covid-19 di Kalangan Siswa

Hoax Covid-19 rentan menyerang siswa dengan tingkat pemahaman agama minim

www.pixabay.com
Hoax Covid-19 rentan menyerang siswa dengan tingkat pemahaman agama minim. Vaksinasi Covid-19 (ilustrasi)
Rep: Dea Alvi Soraya Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (PPIM UIN) Jakarta meluncurkan survei tentang pandangan siswa sekolah/madrasah tentang agama, pandemi, dan bencana. Survei yang didukung oleh United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia ini dilakukan secara nasional dan serentak di 34 provinsi. 

Baca Juga

Target populasi penelitian ini mencakup seluruh siswa aktif sekolah menengah dari berbagai latar belakang, baik di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) ataupun Kementerian Agama (Kemenag). 

Penelitian ini berhasil menjaring 86,35 persen dari total target sampel, 3031 dari 3510 siswa, meski 673 diantaranya tidak lolos uji perhatian dalam kuesioner. 

“Analisis akhirnya hanya dilakukan pada 2358 siswa, yang lolos uji perhatian, dengan margin error sebesar 2,02 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen,” ujar 

Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Prof Ismatu Ropi, dalam acara peluncuran hasil survei nasional berjudul Anak Muda dan Covid-19: Berbineka Kita Teguh, Ber-Hoax Kita Runtuh yang digelar secara daring pada Rabu (5/1). 

Hasil survei ini menunjukkan adanya pengaruh faktor keagamaan, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap kepatuhan siswa dalam menjalankan protokol kesehatan dan vaksinasi. 

Secara umum, ada sekitar 21,1 persen responden yang belum konsisten mengenakan masker. Angka yang lebih mengkhawatirkan juga ditemukan dalam penerapan prokes lain seperti mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan melakukan vaksinasi. 

“Proporsi responden yang masih abai untuk mencuci tangan dan menghindari kerumunan mencapai 41,2 dan 64,8 persen. 41,4 persen responden juga mengaku masih kesulitan menerapkan jarak sosial. Sedangkan untuk vaksinasi untuk kalangan siswa menengah baru mencapai 47,4 persen,” tutur Yunita Fela Nisa, salah satu penyaji hasil survei sekaligus peneliti PPIM UIN Jakarta.  

Terkait agama, 12,9 persen responden meyakini bahwa vaksinasi bertentangan dengan ajaran agama, dan sebanyak 39 persen siswa percaya bahwa pandemi Covid-19 adalah hukuman dari Tuhan. 

Selain itu, sekitar 48 persen responden disinyalir memiliki sikap fatalis, kepercayaan bahwa upaya manusia tidak membawa banyak perubahan karena segala sesuatu tergantung pada kehendak Tuhan, termasuk kesehatan. 

 

Survei ini juga menunjukkan bahwa 20 hingga 30 persen siswa mengaku percaya dengan informasi hoax dan teori konspirasi tentang pandemi Covid-19, termasuk mempercayai bahwa rumah sakit sengaja ‘meng-Covid-kan’ pasien demi mendapatkan biaya penanggungan atau penanganan pasien Covid-19 dari pemerintah. 

“Fatalisme dan kepercayaan pada hoax dan teori konspirasi tentang Covid-19 tentu akan berdampak negatif bagi kepatuhan siswa dalam menjalankan prokes selama pandemi,” kata Yunita. 

Terkait fatalisme, hasil analisis menunjukkan bahwa pandangan ini berpengaruh buruk terhadap perilaku hidup sehat dan membuat para penganutnya memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mempercayai hoax dan informasi menyimpang tentang pandemi dan Covid-19. 

“Selain itu, di kalangan responden Muslim, dukungan terhadap Islamisme juga mendukung suburnya kepercayaan pada hoax dan teori konspirasi, mereka cenderung lebih percaya bahwa Covid-19 ada ‘buatan’ dibanding mereka yang tidak mendukung Islamisme,” sambungnya. 

Di sisi lain, survei ini juga menunjukkan pentingnya peran dan dukungan sekolah terhadap kepatuhan siswa dalam menjalankan protokol kesehatan. “Dalam jangka pendek, sekolah bersama pemerintah perlu meningkatkan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menegakkan protokol kesehatan di kalangan siswa, kata Narila Mutia Nasir, salah satu penyaji hasil survei sekaligus peneliti PPIM UIN Jakarta. 

“Kesadaran siswa tentang pentingnya prokes dan vaksinasi untuk mengakhiri pandemi perlu ditingkatkan dengan menggalakkan informasi yang benar tentang Covid-19 agar siswa tidak mudah termakan informasi hoax dan teori konspirasi,” ujar Narila. 

 

“Karena peran agama sangat tinggi dalam kepatuhan siswa untuk vaksinasi maupun menjalankan prokes, maka peran tokoh agama juga diperlukan untuk menangkal penyebaran kesalahpahaman tentang pandemi dan Covid-19 sekaligus mengingatkan pentingnya vaksinasi dan penerapan prokes,” kata dia.  

 
Berita Terpopuler