Klitih Aksi Kejahatan Jalanan yang Terbiarkan

Mengatasi klitih menjadi tanggung jawab bersama dan dikembalikan kepada tiga matra.

Wihdan Hidayat / Republika
Pengunjung melihat aneka senjata tajam serta lini masa klitih saat Pameran Klitih di Galeri Lorong, Yogyakarta, Selasa (30/3). Pameran dengan tajuk The Museum of Lost Space ini menceritakan lini masa fenomena klitih di Yogyakarta. Beberapa senjata tajam yang digunakan, pemberitaan klitih di media, hingga wawancara dengan pelaku ada di sini. Pameran karya dari Yahya Dwi Kurniawan ini menjelaskan bagaimana fenomena klitih terjadi, serta mendiskusikan bagaimana solusi kejahatan jalanan ini.
Rep: Wahyu Suryana/Silvy Dian Setiawan  Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Aksi kejahatan jalanan yang sebagian besar dilakukan anak-anak milenial, kini merebak di kota wisata, Yogyakarta. Bahkan, tagar Yogya tidak Aman sempat mengemuka lantaran merebaknya aksi itu.

Aksi kejahatan jalanan yang sebagian besar dilakukan anak-anak muda menjadi perbincangan di media sosial. Akisi itu dikenal dengan sebutan 'klitih'.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menyebut, kemunculan klitih merupakan akibat dari tindak kekerasan yang terbiarkan. Untuk mengatasi itu, kata dia, menjadi tanggung jawab bersama dan dikembalikan kepada tiga matra.

Pertama, keluarga. Haedar mengatakan, keluarga harus meletakkan nilai damai dan anti-kekerasan sejak dini di rumah. Konsep keluarga sakinah dan sejahtera itu harus memasukkan dimensi pemuliaan manusia yang anti-kekerasan dan perdamaian.

Kemudian, perlu pula dorongan organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti Aisyiyah dan lain-lain agar ada poin-poin nilai yang bisa diinternalisasi dalam keluarga. Sehingga, anak-anak sejak mereka kecil sudah belajar damai dan menghargai orang.

"Termasuk, laki-laki dan perempuan saling memuliakan, menjaga martabat, supaya stereotip tidak muncul dari bawah," kata Haedar usai Refleksi Akhir Tahun yang digelar di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (29/12).

Kedua, lembaga pendidikan. Ia menuturkan, lembaga pendidikan harus meletakkan kekerasan, berbagai bentuk tindak asusila dan kejahatan sebagai bagian dari pembelajaran dalam lembaga pendidikan agar selalu ditanamkan langkah preventif.

Itu pula alasan Muhammadiyah maupun Aisyiyah selalu menekankan, jika kekerasan tidak cuma seksual tapi banyak, bersifat umum, tidak cuma di tengah masyarakat. Bahkan, kekerasan masih kerap terjadi di lembaga-lembaga pendidikan Indonesia.

"Maka, lembaga pendidikan jangan grogi dan gagap, menjadi kehilangan perspektif pendidikannya. Lembaga pendidikan harus tetap menjalankan fungsi edukasi dalam menghadapi masalah-masalah kekerasan, asusila, korupsi juga," tegas Haedar.

Ketiga, masyarakat dan hukum. Haedar mengingatkan, masyarakat dan hukum harus bisa menjalankan fungsi kontrolnya. Sebab, bisa jadi kenakalan anak-anak yang terbiarkan ini lantaran masyarakat tidak memfungsikan kontrol sosial yang baik.

Menurut Haedar, ketika masyarakat sudah abai melakukan kontrol sosial, nantinya apa yang disebut kejahatan akan menjadi sesuatu yang lazim di tengah masyarakat. Karenanya, penting ada kerja simultan, termasuk masyarakat melakukan kontrol.

"Kalau di DIY yang Kota Pendidikan masih begitu, berarti tiga matra tadi harus reorientasi, sekaligus intropeksi, keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat," ujar Haedar. 

 

Pengungkapan Kasus Klitih Jogja. Tersangka dihadirkan saat pengungkapan kasus klitih di Polda DIY. - (Republika/ Wihdan)

 

Penanganan secara komprehensif

Wakil Kepala Kepolisian (Wakapolda) DIY, Brigjen Pol R Slamet Santoso mengatakan, penanganan kenakalan dan kejahatan jalanan (klitih) tidak bisa hanya dilakukan oleh pihak kepolisian. Namun, penanganannya membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak.

"Klitih tidak hanya dilihat dari kejahatan atau fakta yang ada, tapi harus kita selesaikan secara komprehensif," kata Slamet dalam press conference yang digelar di Rich Hotel Yogyakarta, Sleman, Rabu (29/12).

Karenanya, perlu adanya upaya preemtif, preventif hingga represif dalam menangani klitih yang masih marak terjadi di DIY. Dalam upaya preemtif, dilakukan pembinaan dan penyuluhan secara rutin di sekolah maupun kepada orang tua.

"Orang tua pada dasarnya anak belum cukup umur dan dibelikan motor, kita juga meningkatkan penyuluhan bahaya penyalahgunaan narkoba. Rata-rata hasil penyelidikan kita itu (klitih) dipengaruhi oleh obat-obatan tertentu," ujar Slamet.

Selain itu, juga dilakukan pendataan dan pemetaan terhadap kelompok geng sekolah, termasuk lokasi yang rawan terjadinya klitih. "Pendampingan psikologi terhadap terhadap pelaku klitih juga digencarkan," ucapnya.

Tidak hanya itu, upaya preventif juga dilakukan mulai dari melaksanakan patroli dalam skala besar hingga pelaksanaan razia. Razia ini, katanya, dilakukan di sekolah-sekolah terhadap barang bawaan siswa hingga razia di tempat-tempat berkumpulnya geng sekolah atau geng motor pada malam hari.

"Termasuk dalam hal patroli media juga kita gencarkan, sehingga tidak ada provokasi-provokasi lewat media (sosial). Intinya dari segi preventif kita kerjakan, ini tanggung jawab kita bersama," kata Slamet.

Sementara itu, dalam upaya represif dilakukan dengan melaksanakan penegakan hukum secara profesional dan proporsional. Slamet menjelaskan, pelaku kejahatan anak di bawah umur dilaksanakan diversi.

Namun, diversi ini tidak dilakukan jika ditemukan senjata tajam maupun obat terlarang yang digunakan oleh pelaku klitih. Maka dari itu, pelaku klitih akan diproses tuntas sesuai hukum yang berlaku dalam rangka memberikan efek jera.

"Begitu ada kejadian penegakan hukum pasti akan kita kerjakan, penyelesaiannya dengan tegas dan terukur, sesuai dengan profesionalitas kita dan sesuai kondisi yang ada," tambahnya.

Pihaknya juga bekerja sama dengan berbagai OPD di lingkungan Pemda DIY maupun pemerintah kabupaten/kota. Mulai dari dinas pendidikan, dinas sosial, dinas komunikasi dan informatika (kominfo), dinas pekerjaan umum (PU) hingga dinas perhubungan dari tingkat provinsi hingga tingkat kabupaten/kota se-DIY.

"Ke depan, di awal 2022, kami akan gencarkan (kerja sama) itu bahwa tidak boleh ada daerah-daerah atau jalan-jalan di Yogya yang gelap. Itu yang mempunyai kemampuan PJU (penerangan jalan umum) bukan polisi, tapi PU. Kita juga akan bentuk semacam kota yang lengkap dengan CCTV dan akan kita kerja samakan dengan kominfo," kata Slamet.

Dia juga meminta, orang tua maupun sekolah dalam hal ini guru untuk ikut berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanganan klitih di DIY. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, diharapkan dapat menekan terjadinya kasus klitih yang saat ini marak terjadi di DIY.

 

"Kita tangani (bersama), mudah-mudahan dengan situasi yang seperti ini kita sebagai daerah wisata bisa aman, sehingga pertumbuhan ekonominya semakin meningkat," ujarnya.

 
Berita Terpopuler