Melihat dari Dekat Kecerdasan Buatan, Manfaat dan Etikanya

Semakin banyak negara yang menyadari, besarnya potensi AI.

Flickr
BlueDot Temukan Penyebaran Wabah Corona Mirip SARS (Foto: ilustrasi kecerdasan buatan)
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani  Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manfaat teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) bisa berdampak bagi berbagai sektor industri dan kepentingan. Tak terkecuali, terhadap potensi ekonomi suatu negara.

Baca Juga

Saat ini, China dan AS merupakan dua negara yang memiliki kekuatan luar biasa dalam urusan pengembangan teknologi AI. Namun, menurut CEO Sinovation Ventures Kai-Fu Lee, kekuatan mereka sebenarnya sedikit berbeda.

Menurut Lee, AS saat ini cenderung lebih kuat di area perusahaan komersial. Hal ini terlihat dari sepak terjang perusahaan-perusahaan teknologi asal AS, seperti pengembang perangkat lunak C3 AI, dan Palantir yang juga perusahaan perangkat lunak dan berfokus di bidang analisis big data. Di sisi lain, China sekarang menunjukkan banyak kemajuan dalam robotika, terutama untuk manufaktur dan warehouse.

"Kedua negara sama-sama mengembangkan perusahaan besar dalam kendaraan otonom, perawatan kesehatan, dan internet, tetapi sebagian besar perusahaan tersebut tidak bersaing satu sama lain karena kecenderungan geopolitik saat ini," ujar Lee menjelaskan dalam wawancara dengan Bloomberg, akhir November 2021.

Menurutnya, kedua negara yang memiliki perusahaan AI luar biasa ini, memanfaatkan kekuatan yang masing-masing mereka miliki, yaitu perangkat lunak enterprise di AS dan manufaktur di Cina. Lee juga melihat, AS dan China memiliki titik fokusnya yang berbeda dalam pengembangan teknologi AI.

Apabila perusahaan AI China, kata Lee, lebih berfokus di dalam negeri. Jika mereka pergi ke luar negeri, mereka juga akan lebih cenderung pergi ke negara-negara yang memiliki hubungan komersial yang kuat dengan China.

Kemungkinan negara-negara itu, adalah Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Selatan. Sedangkan, AS akan cenderung memiliki pengaruh lebih pada area tradisional, seperti negara-negara berbahasa Inggris dan Eropa, termasuk juga Jepang.

"Jadi, saya pikir setiap negara secara alami akan pergi ke daerah di mana ia memiliki beberapa keuntungan atau memiliki keterbatasan yang lebih sedikit," katanya.

 

Etika dan aturan

Dalam sebuah langkah bersejarah, 193 negara anggota UNESCO, pada akhir November 2021, telah mengadopsi kesepakatan yang akan menentukan prinsip-prinsip pengembangan AI yang tepat. Kepala UNESCO Audrey Azoulay menyampaikan, rekomendasi tentang etika AI ini, adalah kerangka normatif global pertama yang memberi negara tanggung jawab untuk menerapkannya di tingkat pemerintahan.

Menurut Audrey, etika AI akan bertujuan untuk melihat dampak positif AI sambil mengurangi risiko negatif yang menyertainya. Langkah ini juga akan memastikan, transformasi digital dalam mempromosi kan hak asasi manusia dan membantu negara-negara mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Pada 2018, Azoulay telah memperkenalkan ke rangka kerja etis untuk penggunaan kecerdasan buatan. Tiga tahun kemudian, berkat mobilisasi ratusan ahli dari seluruh dunia dan negosiasi internasional yang intens, 193 negara anggota UNESCO kini resmi mengadopsi kerangka kerja etis ini.

Menurut dia, dunia membutuhkan aturan untuk kecerdasan buatan agar bermanfaat bagi umat ma nusia. Sementara itu, cabang eksekutif Uni Eropa Komisi Eropa juga telah menerbitkan proposal untuk peraturan tentang AI. Langkah ini bertujuan menempatkan mekanisme dan pembatasan penggunaan AI, pelang garannya, dan persyaratan peraturan penerapan AI.

 

Proposal untuk peraturan AI tersebut akan mengikuti pendekatan berbasis risiko dengan berbagai kate gori penggunaan sistem AI yang berisiko tinggi dan terbatas. Intervensi regulasi pun diharapkan akan me ningkat seiring potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh algoritma.

 

 

Poin-poin Etika AI

Dalam perkembangan teknologi AI yang kian signifikan, baik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun Uni Eropa (EU) telah menyusun kerangka dasar etika pemanfaatan teknologi yang didasarkan pada algoritma ini. Beberapa poinnya, antara lain:

* Sistem AI harus memberdayakan manusia, memungkinkan mereka membuat keputusan yang tepat dan mendorong hak-hak dasar mereka. Pada saat yang sama, mekanisme pengawasan yang tepat juga perlu dipastikan, agar dapat dicapai melalui pendekatan humanin-the-loop, human-on-the-loop, dan human-in-command.

* Sistem AI harus tangguh dan aman. Hal ini diperlukan, untuk memastikan akurasi, keandalan, dan memastikan bahwa tidak terjadi bahaya yang tidak disengaja.

* Sistem AI harus menghargai privasi dan tata kelola data. Selain itu, mekanisme tata kelola data juga harus dipastikan, dengan mempertimbangkan kualitas dan integritas data.

* Data, sistem, dan model bisnis AI harus transparan. Mekanisme keterlacakan dapat membantu mencapai hal ini. Selain itu, sistem AI dan keputusannya harus dijelaskan dengan cara yang disesuaikan dengan pemangku kepentingan terkait.

* Dalam pengembangan teknologi AI, bias harus dihindari dan nondiskriminasi dijunjung tinggi. Pemanfaatan teknologi AI, selama ini memang tak jarang menimbulkan berbagai implikasi negatif, mulai dari marginalisasi kelompok rentan, hingga memperburuk prasangka dan diskriminasi.

Pelaku atau pemilik teknologi AI harus berpihak pada metode yang efisien sumber daya. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa AI menjadi dapat menjadi teknologi yang bermanfaat dalam memerangi perubahan iklim dan menangani masalah lingkungan.

 

 

AI bisa tingkatkan PDB India

Dalam pertemuan baru-baru ini di Indian Institute Technology (IIT) Jodhpur, wakil presiden India, M Venkaiah Naidu, menyatakan, AI memiliki potensi untuk menambah 957 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau 15 persen dari nilai bruto saat ini ke ekonomi India pada 2035.

Saat ini, memang semakin banyak negara yang menyadari, besarnya potensi AI. Naidu pun menyerukan memanfaatkan potensi AI dalam memberi manfaat bagi masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup.

Dia meminta lembaga pendidikan, peneliti, dan pengembang untuk mengeluarkan solusi AI praktis di berbagai bidang, seperti pertanian, kesehatan, dan pendidikan. "Jika solusi seperti itu dapat ditingkatkan, bahkan peningkatan kecil dalam efisiensi dan produk tivitas dapat membawa perubahan positif dalam kehidupan jutaan orang," ujar Naidu menambahkan, dilansir dari Analytics India Magazine, Senin (20/12).

Saat berbicara tentang potensi AI dalam tata kelola, Naidu menyarankan pemerintah juga mempertim bang kan penggunaan AI untuk meningkatkan penyampaian layanan. Dia menyarankan, agar perguruan tinggi bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk me ngembangkan solusi dalam pemerintah dan ke sejahteraan.

Beberapa waktu lalu, Menteri Hukum India, Kiren Rijiju mengatakan, AI dapat membantu mengurangi simpanan kasus yang tertunda dan penyampaian keadilan yang berkelanjutan. Termasuk, dalam mengim plementasikan alat manajemen pengadilan, seperti manajemen case flows, tingkat izin manajemen kasus, informasi daring, regulasi tentang hukum kasus, dan sistem pendukung berbasis algoritma otomatis yang dapat meningkatkan efisiensi.

 

"Meskipun mesin tidak dapat menggantikan hakim manusia, mereka dapat membantu dalam pengambilan keputusan melalui mekanisme opini yang diperhitungkan dan tidak bias," pungkasnya. 

 
Berita Terpopuler