Shin Tae-Yong dan Drama Timnas Indonesia di Piala AFF

Shin Tae-yong bawa timnas Indonesia yang berstatus underdog ke final Piala AFF 2020.

Red: Israr Itah

Oleh: Israr Itah, jurnalis Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, Nama Shin Tae-yong saat ini jadi buah bibir pendukung timnas Indonesia. Sanjung puji mengarah kepada pelatih asal Korea Selatan ini. Penyebabnya, apalagi kalau bukan pencapaiannya mengantarkan timnas Indonesia ke final Piala AFF 2020. 

Saat saya menulis ini, Abi, anak tetangga sebelah rumah kelas 1 SMP, baru saja meneriakkan nama Shin Tae-yong saat bermain dengan teman-temannya. Saya tak bisa menguping jelas pembicaraan mereka. Yang pasti, mereka tidak sedang bermain bola di jalanan kompleks rumah kami yang tak lebar ini.

Abi, saya yakin pasti mengikuti kiprah timnas Indonesia di Piala AFF 2020. Sepekan lalu, sore hari, saya mendengar ia dengan fasih menyanyikan yel-yel 'Macannya jadi kucing', sindiran pendukung timnas Indonesia kepada Malaysia yang disingkirkan di fase grup Piala AFF.

Kiprah timnas Indonesia selalu jadi candu. Tak banyak berubah dari sejak saya mengenal skuad Merah Putih era Ricky Yacobi dari tayangan TVRI, sampai sekarang era Witan Sulaeman yang aksinya bisa disaksikan cukup dari layar ponsel. Kalah dipisuhi, menang disanjung tinggi. Tak ada batasan usia. Anak-anak hingga kakek-kakek bisa larut dalam kepedihan ataupun tawa ketika timnas beraksi.

Kita melihat rekaman viral satu kampung berteriak histeris saat Nadeo Argawinata mengadang sepakan penalti pemain Singapura Faisal Ramli pada semifinal kedua Piala AFF.  Aksi Nadeo membuat timnas terhindar dari kekalahan memalukan dan akhirnya bisa menaklukkan the Lions 4-2 via perpanjangan waktu. Atau reaksi seorang anak kecil yang berurai air mata penuh emosi berteriak 'Indonesia negara tercinta' dalam pertandingan sama yang penuh drama tersebut.

Momen-momen mengharukan ini tentu saja tak bisa dilepaskan dari Shin Tae-yong. Di tangannya, anak-anak muda Indonesia bermain enerjik sebagai satu unit. Pembatasan pemanggilan pemain yang hanya boleh dua dari tiap klub Liga 1 (aturan ini saat injury time direvisi), seolah menjadi berkah tersamar. Shin mau tak mau harus memantau seluruh tim Liga 1 dengan cermat agar mendapatkan cukup pemain, yang dalam kalkulasinya bisa menjalankan taktiknya dengan baik. 

Shin beruntung, Indonesia baru usai menjalani kualifikasi Piala Asia U-23 2022 melawan Australia dan play-off kualifikasi Piala Asia 2023. Sehingga, ia punya gambaran segar tulang punggung tim yang akan dibawanya ke Piala AFF. Ditambah pantauan performa terkini di kompetisi Liga 1 2021/2022, jadilah ia memanggil mayoritas para pemain muda didampingi beberapa pemain senior yang menghasilkan skuad dengan usia rata-rata kurang dari 24 tahun.

Para pemain yang dipanggil Shin ini sebagian masih asing bagi orang Indonesia yang tak intens mengikuti liga lokal. Apalagi bagi orang luar, meski berstatus jurnalis. Gabriel Tan, wartawan Singapura yang bekerja untuk ESPN, sempat menyatakan kesulitannya saat membahas timnas Indonesia. Ini ia sampaikan dalam perbincangan dengan rekan-rekan jurnalis Tanah Air di podcast PSSI Pers. 

Menurutnya, sangat menarik menyaksikan para pemain muda Indonesia yang sebelumnya tak pernah ia kenal tampil atraktif dan menjungkirbalikkan sejumlah prediksi pengamat di atas kertas. Indonesia yang diperkiraannya bakal terdepak di penyisihan, justru memuncaki Grup B dengan menyingkirkan Malaysia.

Perbincangan ini berlangsung saat Indonesia masih berada di semifinal. Menurut dia, siapa pun yang lolos antara Indonesia atau Singapura bakal menjadi underdog di final, melawan entah Vietnam atau Thailand.

Singapura dan Vietnam tersisih. Indonesia dan Thailand yang akan mentas di panggung tertinggi turnamen bergengsi antarnegara Asia Tenggara ini. Di final, sudah pasti dukungan dari Tanah Air akan bertambah banyak lagi. Rakyat Indonesia siap menyaksikan drama terbaru di lapangan hijau yang akan disajikan oleh Witan dkk. Pertama pada Rabu (29/12) di Stadion Nasional Singapura. Kedua sekaigus puncaknya, pada Sabtu (1/1) di tempat yang sama.

Sentuhan Shin kembali dinanti. Bagi yang intens mengikuti sepak bola, kalkulasi taktiknya jadi sorotan dan pembahasan yang asyik di samping laganya sendiri. Namun bagi Abi anak tetangga saya, aksi para pemain di lapangan yang lebih dinanti.

Mau bermain menyerang, menekan tinggi, menerobos lewat sayap, memainkan ball possession, atau bertahan rapat, Abi pasti tak peduli. Abi hanya menantikan skuad Garuda berjuang habis-habisan tak mau mengalah di lapangan. Jatuh bangun menjaga setiap jengkal pertahanan atau beradu kecerdikan dan ketenangan untuk menjebol gawang Thailand.

Saya memilih seperti Abi. Saya yakin banyak juga di luar sana seperti saya dan Abi.

Saya percaya, pelatih yang sudah pernah tampil mendampingi tim di Piala Dunia seperti Shin, pasti telah berhitung cermat menghadapi Thailand. Ia mesti paham betul pasukannya akan melawan tim dengan kemampuan teknis, ketenangan, dan mental yang mumpuni. 

Shin tak perlu diingatkan soal bahayanya aksi playmaker tim Gajah Perang, Chanathip Songkrasin. Atau, betapa menyeramkannya kerja sama satu dua sentuhan skuad asuhan Alexandre Polking di sepertiga akhir lapangan.

Apa pun rancangan taktikal pelatih kelahiran Yeongdek,  Korea Selatan ini, selama menghadirkan hasil positif pasti akan mendapatkan dukungan.

Para pemain timnas kita juga pastinya sudah merasakan dukungan ini via media sosial.  Semoga dukungan ini tak menjadi beban bagi mereka, justru jadi motivasi. Sebab, mereka kini berada di ambang sejarah, jadi tim pertama Indonesia yang menjuarai Piala AFF setelah dalam lima kesempatan sebelumnya gagal.

Semoga para pemain kita hanya memikirkan yang baik-baik saja untuk melepaskan beban di puncak. Misalnya, dielu-elukan saat pulang ke Tanah Air dan bergelimang bonus jika juara. Tak perlu membayangkan hujatan yang mungkin mengalir jika kalah. Saya percaya, jika sudah bermain optimal, kalah menang tak lagi jadi soal. Pasti lebih banyak yang terus mendukung ketimbang mencibir.

Sekarang, terima saja dengan senyuman kalau foto kalian dijadikan poster bersanding dengan foto entah siapa yang tak ikut berpeluh bersama kaian di lapangan. Jangan sewot kalau foto kalian menciut kecil, sementara orang yang entah siapa itu besarnya tak karu-karuan mendampingi gambar kalian. 

Sekali lagi untuk adik-adik timnas Indonesia, ayo bersenang-senang dengan bola di kaki kalian. Harimau dan Singa sudah kalian tumbangkan. Giliran Gajah menunggu ditaklukkan. Tunjukkan, kepak sayap Garuda sebenarnya adalah peluh keringat kalian di atas lapangan Stadion Nasional Singapura, bukan untaian kata basa basi seperti yang ramai tertulis di banyak spanduk dan baliho itu.

 

 
Berita Terpopuler