Staf Save the Children Hilang di Myanmar, Kendaraan Dilaporkan Dibakar

Militer dilaporkan memaksa orang-orang keluar dari mobil mereka.

Transborder News via AP
Dalam gambar yang dibuat dari video oleh Transborder News ini, asap mengepul dari kamp Tentara Myanmar dekat perbatasan Myanmar dan Thailand pada Selasa, 27 April 2021. Gerilyawan etnis Karen mengatakan mereka merebut pangkalan militer Myanmar pada hari Selasa dalam apa yang mewakili peningkatan moral tindakan bagi mereka yang menentang pengambilalihan militer atas pemerintah sipil negara pada bulan Februari.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Dua anggota kelompok kemanusiaan internasional Save the Children hilang pada Sabtu (25/12), setelah pasukan pemerintah Myanmar menangkap penduduk desa. Save the Children mengatakan, dua stafnya yang sedang dalam perjalanan pulang untuk menghabiskan waktu liburan setelah melakukan pekerjaan kemanusiaan di komunitas terdekat.

"Kami mendapat konfirmasi bahwa kendaraan pribadi mereka diserang dan dibakar. Militer dilaporkan memaksa orang-orang keluar dari mobil mereka, menangkap beberapa orang, membunuh, dan membakar tubuh mereka," ujar pernyataan Save the Children.

Serangan pasukan militer itu menewaskan lebih dari 30 orang, beberapa di antaranya perempuan dan anak-anak. Selain itu, menurut keterangan saksi, pasukan keamanan juga membakar mayat-mayat itu.

Sejumlah foto yang diklaim sebagai akibat dari pembantaian Malam Natal di desa Mo So timur, tepat di luar kotapraja Hpruso di negara bagian Kayah tersebar di media sosial. Foto-foto itu menunjukkan 30 jasad hangus di tiga kendaraan yang terbakar.

Seorang penduduk desa mengatakan kepada The Associated Press bahwa, para korban telah melarikan diri dari pertempuran antara kelompok perlawanan bersenjata dan tentara Myanmar di dekat desa Koi Ngan, yang berada tepat di samping desa Mo So, pada Jumat (24/12).

Baca Juga

Penduduk desa itu mengatakan, mereka dibunuh setelah ditangkap oleh pasukan saat menuju ke kamp-kamp pengungsi di bagian barat kotapraja. Saksi yang berbicara kepada AP mengatakan, jasad yang dibakar itu tidak bisa dikenali.

Namun pakaian anak-anak dan wanita ditemukan bersama dengan persediaan medis dan makanan. "Mayat diikat dengan tali sebelum dibakar," kata saksi yang tidak mau disebutkan namanya.

Saksi itu tidak melihat saat mereka terbunuh. Tetapi dia yakin beberapa dari jasad yang dibakar itu adalah penduduk desa Mo So yang ditangkap oleh pasukan militer pada Jumat. Dia menyangkal bahwa, mereka yang ditangkap adalah anggota kelompok milisi yang terorganisir secara lokal.

Media independen Myanmar melaporkan bahwa, 10 penduduk desa Mo So termasuk anak-anak ditangkap oleh tentara dan. Mereka dilaporkan diikat dan ditembak di kepala oleh militer. Saksi mengatakan, penduduk desa dan kelompok milisi anti-pemerintah meninggalkan sejumlah jasad ketika pasukan militer tiba di dekat Mo So.  

“Ini adalah kejahatan keji dan insiden terburuk selama Natal.  Kami mengutuk keras pembantaian itu sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Direktur Kelompok Hak Asasi Manusia Karenni, Banyar Khun Aung.

Baca juga : Kongo Khawatir Serangan Teroris Susulan

Laporan di surat kabar harian Myanmar Alinn yang dikelola negara pada Sabtu mengatakan, pertempuran di dekat Mo So pecah pada Jumat (24/12) ketika anggota pasukan gerilya etnis, yang dikenal sebagai The Karenni National Defence Force diserang pasukan keamananan. Serangan terjadi setelah anggota pasukan gerilya menolak untuk menghentikan kendaraan mereka.

Surat kabar itu mengatakan, mereka yang terbunuh termasuk anggota baru The Karenni National Defence Force yang akan menghadiri pelatihan untuk memerangi tentara Myanmar. Sementara tujuh kendaraan yang mereka tumpangi hancur dalam kebakaran. Sejauh ini tidak ada rincian lebih lanjut tentang pembunuhan itu.

Pertempuran berlanjut pada Sabtu (25/12) di negara bagian tetangga yang berbatasan dengan Thailand. Pertempuran menyebabkan ribuan orang  melarikan diri untuk mencari perlindungan. 

Pejabat setempat mengatakan, militer Myanmar melancarkan serangan udara dan artileri berat di Lay Kay Kaw, sebuah kota kecil yang dikendalikan oleh gerilyawan etnis Karen sejak Jumat.

Awal bulan ini, pasukan pemerintah juga dituduh mengumpulkan penduduk desa, beberapa diyakini anak-anak, kemudian mengikat dan membantai mereka.  Seorang pemimpin oposisi, Dr Sasa,  mengatakan, warga sipil dibakar hidup-hidup.

Tindakan militer tersebut mendorong beberapa pemerintah Barat termasuk Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) untuk mengeluarkan pernyataan bersama, yang mengutuk pelanggaran hak asasi manusia serius yang dilakukan oleh rezim militer di Myanmar. Mereka menyerukan agar militer menghentikan serangan dan memastikan keselamatan warga sipil.

"Kami menyerukan rezim untuk segera menghentikan serangan membabi buta di negara bagian Karen dan di seluruh negeri, dan untuk memastikan keselamatan semua warga sipil sesuai dengan hukum internasional," kata pernyataan bersama itu.


 
Berita Terpopuler