Banjir Landa Kamp Pengungsi Suriah, Ribuan Warga Merana

Hujan dan banjir melanda kamp-kamp pengungsi di barat laut Suriah

Anadolu Agency
Kamp pengungsi Suriah. Hujan dan banjir melanda kamp-kamp pengungsi di barat laut Suriah. Ilustrasi.
Rep: Fergi Nadira Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, IDLIB - Fatima Jasim menghadapi tantangan baru di tenda daruratnya di Kamp pengungsi Zifiq, Idlib, Suriah. Di kamp, ia berlindung setelah melarikan diri dari perang yang dipaksakan oleh rezim Bashar al-Assad Suriah dan sekutu Rusianya.

Hujan yang tak henti-hentinya telah menghancurkan tidak hanya tenda Fatima, tapi juga tempat penampungan lebih dari 3.700 pengungsi Suriah di desa-desa sekitar Idlib dekat perbatasan Turki. Saat ini daerah itu tidak memiliki tempat untuk tidur selama musim dingin yang mencekam.

"Setiap orang yang tinggal di sini membutuhkan berbagai macam bantuan," kata Fatima seperti dikutip laman Anadolu Agency, Rabu (22/12).

Hujan dan banjir melanda kamp-kamp pengungsi di barat laut Suriah yang memengaruhi puluhan ribu orang. Keluarga-keluarga yang melarikan diri dari konflik sipil Suriah kini tinggal di tenda-tenda darurat di kamp-kamp Idlib.

"Kami tidak bisa tidur di tenda kami di malam hari. Air merembes ke tenda. Suami saya sudah tua dan tidak bisa bergerak karena dingin yang menyengat. Kami kelaparan dan hujan pada saat yang sama," kata Fatima tentang kondisi di kamp tersebut.

"Hanya Allah yang mengerti penderitaan kita," ujarnya menambahkan. Dia mengatakan bahwa memasak itu sulit baginya.

"Kami memasak makanan dengan membakar sampah kantong plastik yang saya kumpulkan," ujarnya. Fatima juga meminta badan-badan kemanusiaan internasional untuk memberikan bantuan makanan, pakaian dan bahan bakar serta menekankan bahwa mereka hidup dalam kondisi yang sangat mengerikan.

Direktur Koordinator Tanggap Darurat Suriah Mohammed Hallaj mengatakan lebih dari 500 tenda tidak dapat digunakan. Dia mencatat sedikitnya 3.742 keluarga terdampak hujan dan 2.145 kamp keluarga rusak terendam banjir.

Baca Juga

"Jalan dari 104 kamp yang terkena dampak hujan ditutup," katanya. Menurut Badan Pengungsi PBB, sekitar 6,6 juta warga Suriah telah dipaksa meninggalkan negara itu selama dekade terakhir.

Warga lain dari Kamp Zifir, Ahmad Muhammad juga mengatakan kondisi kehidupan yang menantang karena banjir dan hujan menerpa kampnya. "Kami tidak memiliki terpal untuk melindungi kami dari cuaca dan curah hujan sudah memasuki tenda kami," katanya.

Dalam pertemuan Astana pada 2017, Turki, Rusia, dan Iran memutuskan untuk menetapkan empat zona deeskalasi di daerah-daerah di luar kendali Assad. Rezim, teroris yang didukung Iran dan Rusia mengintensifkan serangan mereka, mengambil tiga dari empat distrik dan berbaris di Idlib.

Terlepas dari kenyataan bahwa Turki dan Rusia mencapai kesepakatan tambahan pada September 2018 untuk mendukung gencatan senjata, serangan dilanjutkan pada Mei 2019. Gencatan senjata terutama dipertahankan sejak perjanjian baru antara Turki dan Rusia pada 5 Maret 2020. Sekitar dua juta orang yang melarikan diri dari serangan harus melakukan perjalanan ke daerah dekat perbatasan Turki antara 2017 dan 2020.

 
Berita Terpopuler