Rusia dan China Kompak, Ukraina Izinkan Militer Asing Ikuti Latihan

Rusia dan China sepakat meningkatkan upaya bersama jaga keamanan kedua belah pihak.

AP/Dmitri Lovetsky
Seorang pria berpose untuk foto di samping patung lilin yang menggambarkan Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin dipajang di pameran patung lilin di St. Petersburg, Rusia, Senin, 6 Desember 2021. Presiden Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin akan berbicara dalam panggilan video Selasa ketika ketegangan antara AS dan Rusia meningkat karena penumpukan pasukan Rusia di perbatasan Ukraina yang dilihat sebagai tanda potensi invasi.
Rep: Dwina Agustin, Rizky Jaramaya, Lintar Satria Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Oleh: Dwina Agustin, Rizky Jaramaya, Lintar Satria

Baca Juga

JAKARA -- Rusia dan China sepakat meningkatkan upaya bersama untuk lebih efektif menjaga kepentingan keamanan kedua belah pihak. Salah upaya itu adalah menolak intervensi Barat. Kesepakatan itu merupakan hasil pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Cina Xi Jinping secara virtual, Rabu (15/12).

“Saat ini, kekuatan internasional tertentu dengan kedok 'demokrasi' serta 'hak asasi manusia' mencampuri urusan dalam negeri Cina dan Rusia, dan secara brutal menginjak-injak hukum internasional dan norma-norma hubungan internasional yang diakui," kata Xi saat melakukan pertemuan bilateral virtual dengan Putin, Rabu (15/12), dilaporkan Xinhua News Agency.

Terkait hubungan bilateral, Putin memuji relasi Rusia-Cina. “Sebuah model kerja sama baru telah dibentuk antara negara-negara kita, berdasarkan, antara lain pada prinsip-prinsip seperti tak mencampuri urusan dalam negeri dan menghormati kepentingan satu sama lain,” ujar Putin.

Hubungan NATO-Rusia memanas. - (AP/Reuters/Aljazirah)

Menurut penasihat presiden Rusia untuk urusan luar negeri, Yuri Ushakov, dalam pertemuan virtual itu, Xi menawarkan dukungan kepada Putin atas dorongannya memperoleh jaminan keamanan mengikat bagi Moskow dari Barat. Hal itu terkait dengan ketegangan di Ukraina. Xi, kata Ushakov, mengaku memahami kekhawatiran Rusia.

Dalam beberapa tahun terakhir, China dan Rusia semakin menyelaraskan kebijakan luar negeri untuk melawan dominasi AS atas tatanan ekonomi dan politik internasional. Keduanya telah menghadapi sanksi dengan China atas pelanggarannya terhadap minoritas, terutama Muslim Uighur di Xinjiang, dan atas tindakan kerasnya terhadap gerakan pro-demokrasi di Hong Kong. Sedangkan Rusia karena mencaplok Semenanjung Krimea Ukraina pada 2014 dan atas peracunan serta pemenjaraan pemimpin oposisi Alexei Navalny.

 

 

Terpisah, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak Uni Eropa untuk segera menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia. Zelensky mengatakan, sanksi dapat mencegah peningkatan eskalasi jika diberikan sebelum konflik bersenjata meletus 

"Kami memiliki perang yang telah berlangsung selama delapan tahun. Kami memahami bahwa, sanksi akan menjadi mekanisme untuk pencegahan eskalasi, jika dijatuhkan sebelum konflik bersenjata," ujar Zelensky, dilansir Anadolu Agency, Kamis (16/12).

Zelensky mengatakan, Kiev siap untuk memasuki negosiasi dengan Moskow untuk mengurangi ketegangan. Namun Zelensky mencatat bahwa, Presiden Rusia Vladimir Putin sejauh ini tidak bersedia untuk negosiasi.

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menekankan bahwa, Rusia akan terkena sanksi ekonomi terberat jika menyerang Ukraina. Seorang sumber mengatakan, sanksi tersebut dapat menargetkan bank-bank terbesar Rusia. Seorang pejabat senior pemerintahan Biden mengatakan, tim Biden telah mengidentifikasi sejumlah sanksi ekonomi jika Rusia melancarkan invasi.

Militer Rusia mengancam Ukraina - (Moskowtimes/APReuters)

Sebuah sumber terpisah yang mengetahui situasi tersebut mengatakan, AS mempertimbangkan untuk menargetan sanksi terhadap lingkaran dalam Presiden Vladimir Putin.

CNN melaporkan, Amerika Serikat dapat mengambil langkah ekstrem untuk memutus Rusia dari sistem pembayaran internasional SWIFT, yang digunakan oleh bank-bank di seluruh dunia. Sementara Bloomberg melaporkan bahwa, Amerika Serikat dan sekutu Eropa sedang mempertimbangkan sanksi yang menargetkan Dana Investasi Langsung Rusia. Amerika Serikat juga dapat membatasi kemampuan investor untuk membeli utang Rusia di pasar sekunder.

 

Latihan Militer 

Parlemen Ukraina meloloskan rancangan undang-undang yang mengizinkan pasukan asing terlibat dalam latihan militer di wilayah Ukraina pada tahun 2022. Langkah ini diprediksi memicu amarah Rusia.

Berdasarkan rancangan undang-undang yang diajukan Presiden Volodymyr, Ukraina berencana menggelar 10 latihan militer besar tahun depan.  Kiev yang bukan bagian dari NATO meningkatkan kerja sama militer dengan negara-negara Barat.

Ketika hubungan mereka dengan Rusia memanas setelah Moskow menumpuk pasukannya di perbatasan Ukraina. Proksi-proksi Rusia juga dapat menimbulkan resiko perang terbuka antara dua negara tetangga itu. 

Kiev menuduh Moskow mengerahkan sekitar 90 ribu pasukannya di sepanjang perbatasan mereka. Rusia menegaskan langkah itu sepenuhnya defensif dan mereka memiliki hak untuk memindahkan pasukan di wilayahnya sendiri bila dianggap tepat.

Sebelum pemungutan suara di parlemen, Deputi Menteri Pertahanan Ukraina  Anatoliy Petrenko mengatakan sekitar 21 ribu pasukan Ukraina dan 11.500 pasukan militer dari Amerika Serikat, Inggris, Polandia, Romania dan negara-negara lain akan berpartisipasi dalam latihan di darat, laut dan udara.

"Menggelar latihan multinasional di kawasan akan membantu memperkuat kemampuan pertahanan nasional dan upaya dukungan politik dan diplomatik untuk menjaga stabilitas di kawasan," kata Petrenko Rabu (15/12).

 

Rusia belum memberikan komentar mengenai lolosnya rancangan undang-undang ini di parlemen Ukraina. 

 
Berita Terpopuler