Nigeria Tolak Vaksin yang akan Kedaluwarsa

Nigeria tidak akan lagi menerima vaksin Covid-19 dengan masa simpan pendek

AP Photo/Gbemiga Olamikan
Petugas berkendara membawa boks berisi vaksin AstraZeneca di Sabon Kuje, di pinggiran Abuja, Nigeria, Senin (6/12). Sebanyak satu juta vaksin Covid-19 di Nigeria diperkirakan telah kedaluwarsa di Nigeria bulan lalu.
Rep: Dwina Agustin Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, LAGOS -- Nigeria tidak akan lagi menerima vaksin Covid-19 dengan masa simpan pendek. Keputusan ini diambil setelah satu juta dosis vaksin sudah kedaluwarsa sebelum suntikan diberikan kepada warga.

Beberapa dosis yang diberikan ke Nigeria masih bisa bertahan beberapa bulan sebelum kedaluwarsa. Namun, pihak berwenang mengatakan vaksin lain yang disumbangkan hanya memiliki masa simpan beberapa pekan lagi untuk diberikan kepada orang-orang sebelum menjadi tidak dapat digunakan.

Kepala Badan Pengembangan Perawatan Kesehatan Primer Nasional Nigeria Faisal Shuaib mengatakan vaksin kedaluwarsa yang tidak digunakan pada waktunya sekarang akan dihancurkan. Dia tidak merinci apa yang dianggap pejabat Nigeria terlalu pendek dari umur simpan.

Nigeria hanya mampu memvaksinasi penuh 1,9 persen dari 206 juta penduduknya. Sementara setidaknya 30 juta dosis saat ini tersedia, pihak berwenang mengatakan mereka harus terburu-buru untuk mendistribusikan vaksin yang hampir kedaluwarsa sehingga menciptakan beban tambahan.

Negara-negara Afrika lainnya juga telah berjuang untuk menggunakan dosis yang disumbangkan tepat waktu. Malawi membakar hampir 20 ribu vaksin kedaluwarsa tahun lalu dan Sudan Selatan juga mengatakan harus memusnahkan puluhan ribu dosis.

Direktur Regional Organisasi Kesehatan Dunia untuk Afrika, Matshidiso Moeti, mengatakan masalah vaksin yang kedaluwarsa adalah masalah global. Jumlah dosis yang tidak digunakan di Afrika telah mewakili kurang dari seperempat dari satu persen.

"Perlu untuk menghilangkan kesan bahwa bahkan ketika kami menyatakan keprihatinan tentang akses ke pasokan vaksin, ada jutaan dosis yang terbuang, kedaluwarsa di Afrika. Bukan itu masalahnya," ujar Moeti.

Baca Juga

 
Berita Terpopuler