WHO: Omicron Timbulkan Peningkatan Risiko Global

Sulit untuk memahami dengan baik seberapa jauh varian omicron akan berkembang.

AP/Jerome Delay
Ilmuwan medis mengurutkan sampel omicron COVID-19 di Pusat Penelitian Ndlovu di Elandsdoorn, Afrika Selatan Rabu 8 Desember 2021.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, varian omicron telah terdeteksi di 60 negara. Varian baru Covid-19 ini menimbulkan risiko global yang sangat tinggi.

Baca Juga

Dalam laporannya, WHO mengatakan, mutasi varian omicron dapat menyebabkan penularan yang lebih tinggi sehingga jumlah kasus Covid-19 meningkat. Varian ini pertama kali terdeteksi bulan lalu di Afrika Selatan dan Hong Kong.
 
"Risiko keseluruhan terkait varian baru yang menjadi perhatian Omicron tetap sangat tinggi karena sejumlah alasan. Bukti awal menunjukkan potensi pelepasan kekebalan humoral terhadap infeksi dan tingkat penularan yang tinggi, dapat menyebabkan lonjakan lebih lanjut dengan konsekuensi yang parah,” kata pernyataan WHO, merujuk pada kemampuan potensial virus untuk menghindari kekebalan yang disediakan oleh antibodi.
 
WHO mengutip beberapa bukti awal bahwa, jumlah orang yang mengalami infeksi Covid-19 berulang telah meningkat di Afrika Selatan. Sementara temuan awal dari Afrika Selatan menunjukkan bahwa, orang yang terinfeksi varian omicron menunjukkan gejala lebih ringan ketimbang varian delta.
 
Bahkan, sebagian besar kasus yang dilaporkan di wilayah Eropa memiliki gejala ringan atau tanpa gejala. Hingga saat ini, para ilmuwan masih melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat keparahan varian omicron.
 
"Butuh lebih banyak data untuk memahami tingkat keparahannya. Bahkan jika tingkat keparahannya berpotensi lebih rendah daripada varian delta, maka kapasitas rawat inap akan meningkat sebagai akibat dari peningkatan transmisi. Peningkatan rawat inap dapat membebani sistem kesehatan dan menyebabkan lebih banyak kematian," kata WHO.
 
Sebelumnya Kepala penelitian laboratorium di Institut Penelitian Kesehatan Afrika di Afrika Selatan, mengatakan, sebagian varian omicron dapat menghindari perlindungan dari dua dosis vaksin Covid-19 yang diproduksi oleh Pfizer Inc dan BioNTech. Ilmuwan yang pertama kali mendeteksi strain baru omicron, Sikhulile Moyo khawatir dengan varian Covid-19 yang bermutasi sangat cepat. Kecepatan mutasi juga menimbulkan pertanyaan tentang evolusi varian Covid-19.
  

 
Moyo, yang merupakan direktur Botswana Harvard HIV Reference Laboratory dan peneliti di Harvard T.H. Chan School of Public Health mengatakan, virus tidak mengakumulasi mutasi dalam satu langkah. Dia menambahkan, sangat sulit untuk memahami dengan baik seberapa jauh varian omicron akan berkembang.
 
 “Kami masih mencoba memahami berapa banyak mutasi yang muncul untuk omicron dalam waktu singkat. Jika Anda melihat garis keturunan sebelumnya, jika Anda melihat alfa, jika Anda melihat beta, Anda dapat melihat mutasi terakumulasi dari waktu ke waktu," ujar  Moyo, dilansir Alarabiya.
 
Moyo pertama kali mengurutkan sampel pada 11 November. Sampel diambil dari diplomat asing yang diambil di Botswana. Varian tersebut adalah B.1.1.263. Varian ini dikenal sebagai garis keturunan dari varian yang pertama kali terdeteksi pada awal April 2020.
 
Ketika Moyo mendeteksi lebih dekat varian B.1.1.263, dia melihat bahwa strain tersebut memiliki lebih sedikit mutasi.  Setelah meminta informasi lebih lanjut dari Departemen Kesehatan Botswana tentang riwayat orang-orang yang diambil sampelnya, Moyo  menemukan temuan varian baru dan memasukannya ke dalam database internasional pada 23 November. 
 
Beberapa jam kemudian, secara terpisah Afrika Selatan melaporkan hal serupa.  Dengan banyaknya perubahan terhadap varian omicron, Moyo awalnya mengira ini akan menjadi virus yang lemah.
 
"Sebaliknya, varian (omicron) dapat mereplikasi dengan cepat dan menghindari bagian dari sistem kekebalan, menyebabkan risiko infeksi berulang yang lebih tinggi," ujar Moyo. 

 
Berita Terpopuler