Ilmuwan AS: Tak Dianggap Serius, Omicron Dapat Sebabkan Pandemi 2.0

Ilmuwan AS ingatkan untuk tak sepelekan omicron meski gejala penyakitnya tak parah.

AP/Denis Farrell
Seorang petugas pom bensin berdiri di samping tajuk berita utama surat kabar di Pretoria, Afrika Selatan, Sabtu, 27 November 2021. Banyak orang tampaknya tak menganggap serius varian omicron karena dianggap tidak berbahaya mengingat gejalanya yang cenderung ringan.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah peneliti melihat potensi bahwa omicron, varian dari virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan Covid-19, dapat memicu pandemi terbaru kalau dunia terus dalam mode penyangkalan. Peringatan terkini datang dari Eric Feigl-Ding, seorang ilmuwan kenamaan asal Amerika Serikat (AS).

"Saya merasa bahwa saat ini manusia menghadapi fase penolakan terhadap potensi pandemi jilid 2.0," ujar Feigl-Ding, dilansir The Sun, Jumat (10/12).

Feigl-Ding mengatakan bahwa saat ini banyak orang yang tampaknya tidak menganggap serius omicron. Varian ini tak dilihat sebagai ancaman bahaya, karena tingkat gejala yang cenderung ringan bagi mereka yang terinfeksi.

Omicron telah disebut akan menjadi varian dominan dari Covid-19 di seluruh dunia. Para ilmuwan sebelumnya juga sudah memperingatkan bahwa strain terbaru ini dapat menghindari vaksin yang sudah ada.

Meski data penelitian terbaru menunjukkan vaksin dua dosis dapat bekerja mencegah omicron, namun dosis ketiga atau dikenal sebagai booster dapat meningkatkan kekebalan. Studi menemukan bahwa dosis penguat diperlukan untuk mengalahkan varian tersebut.

Sekretaris Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan, badan tersebut mengharapkan untuk melihat jumlah negara yang melaporkan varian omicron tumbuh melewati penghitungan saat ini, yaitu 57. Feigl-Ding juga menjelaskan bagaimana omicron mampu menginfeksi individu yang sudah divaksinasi dua dosis, atau mereka yang sebelumnya telah terinfeksi.

"Cukup jelas bahwa banyak terobosan terhadap vaksin alami dan juga berpotensi seperti saya telah melihat beberapa data awal dan itu tidak baik," jelas Feigl-Ding.

Menurut studi awal yang terbatas oleh laboratorium Institut Penelitian Kesehatan Afrika, omicron secara sebagian dapat menghindari perlindungan yang ditawarkan dari dua dosis vaksin Covid-19 dari Pfizer. Meski perlindungan vaksin dua dosis cukup kuat, tetapi tidak lengkap.

Baca Juga

Kepala laboratorium Alex Sigal mengatakan, bagaimanapun dosis vaksin ketiga atau dosis booster akan diperlukan untuk memberikan perlindungan yang lebih besar. Penelitian baru dari Pfizer mendukung klaim ini. Studi laboratorium awal melaporkan bahwa tiga dosis vaksin akan diperlukan untuk menghasilkan jumlah antibodi untuk menetralisir varian omicron.

Pada dua pekan lalu, WHO mengatakan bahwa mereka masih belum melihat laporan kematian terkait omicron. Tetapi, penyebaran varian baru telah menyebabkan peringatan bahwa itu dapat menyebabkan lebih dari setengah kasus Covid-19 di Eropa dalam beberapa bulan ke depan.

Akhir pandemi
Varian omicron yang pertama kali terindentifkasi di Afrika Selatan itu memiliki tingkat penularan yang tinggi. Meski demikian, gejala yang ditimbulkan akibat omicron lebih ringan hingga jarang membuat orang yang terinfeksi mengalami sakit kritis. 

Gejala Ringan tak Lazim Pasien Omicron - (Infografis Republika.co.id)

Mungkinkah itu kabar baik untuk dunia? Beberapa ahli penyakit menular mengatakan, untuk saat ini, belum cukup banyak informasi yang diketahui tentang omicron, yaitu apakah inilah yang akan mengakhiri pandemi, sehingga mereka meminta semua orang untuk tetap berhati-hati.

Sejak awal pandemi Covid-19 melanda dunia, ahli epidemiologi telah memikirkan kemungkinan SARS-CoV-2 pada akhirnya dapat bermutasi menjadi varian yang lebih jinak, terus menyebar, namun mengakibatkan lebih sedikit orang meninggal. Mereka memperkirakan itu adalah jalan keluar dari pandemi.

Itulah yang dulu terjadi pada virus influenza H1N1. Insiden tersebut mungkin menjelaskan asal mula selesma, penyakit infeksi virus corona yang oleh beberapa ahli virologi dikaitkan dengan pandemi Flu Rusia yang mematikan pada akhir abad ke-19.

Indikasi awal dari Afrika Selatan, omicron tampaknya telah menggantikan delta sebagai strain dominan. Ini menjadi salah satu hal yang ditunggu para ahli, karena mereka melihat tanda-tanda bahwa varian ini kurang ganas.

"Kami belum tahu, tetapi ada beberapa petunjuk bahwa omicron mungkin kurang ganas. Meskipun saat ini agak menegangkan, itu mungkin menguntungkan," ujar ahli epidemiologi University of Melbourne di Australia, Tony Blakely, dilansir Sydney Morning Herald, Rabu (1/12).

Masyarakat global tentu mengkhawatirkan omicron. Dulu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengklasifikasikan delta sebagai varian yang mengkhawatirkan, namun status omicron diangkat ke level yang sama hanya dua hari setelah kasus pertama dikonfirmasi.

Sementara itu, Celine Gounder, seorang ahli epidemiologi dan spesialis penyakit menular di Bellevue Hospital Center, New York City, Amerika Serikat belum lama ini mengungkap bahwa akhir pandemi yang masih lama. Kepada The New York Times, dia mengatakan bahwa meskipun angka kematian dan rawat inap tidak sebanyak tahun lalu, namun dunia belum sepenuhnya akan segera kembali normal sampai beberapa tahun berikutnya.

Meskipun vaksinasi semakin gencar, pandemi nyatanya diperkirakan tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Estimasi ini terutama disebabkan oleh strain delta baru yang lebih menular dan musim sekolah yang kembali tatap muka.

"Banyak sekolah di seluruh negeri tidak menganggap ini serius tahun ini. Jadi Anda akan melihat transmisi dari sekolah kembali ke masyarakat," kata kata Dr Gounder kepada The Times, dilansir Senin (6/9).

 
Berita Terpopuler