Dua Hal yang Tingkatkan Risiko Strok dalam 1 Jam

Strok seketika tanpa ada banyak peringatan terlebih dulu.

Pixabay
Strok seketika tanpa ada banyak peringatan terlebih dulu (Foto: ilustrasi strok)
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID,

Baca Juga

Oleh: Santi Sopia

Strok adalah penyebab utama kematian dan kecacatan secara global. Kondisi itu dapat terjadi seketika tanpa ada banyak peringatan terlebih dulu. 

Namun para ahli mengatakan bahwa ketika strok benar-benar terjadi, itu sejatinya bukan tanpa sebab. Aktivitas tertentu dapat secara signifikan meningkatkan risiko strok bahkan hanya dalam beberapa menit. Ada setidaknya dua hal yang dapat meningkatkan risiko strok hingga 60 persen dalam waktu 60 menit (satu jam), seperti dilansir dari Best Life Online, Kamis (9/12).

 

Aktivitas fisik berat

Aktivitas fisik yang berat dapat meningkatkan risiko strok dalam waktu satu jam. Studi global tahun 2021 yang dipimpin oleh NUI Galway, menganalisis 13.462 kasus strok akut. Hasilnya bahwa aktivitas fisik berat dapat meningkatkan risiko strok dalam waktu satu jam setelah menyelesaikan latihan. Faktanya, satu dari 20 pasien strok yang dilibatkan dalam penelitian ini telah melakukan aktivitas berat sesaat sebelum mengalami strok.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam American Journal of Epidemiology mencapai kesimpulan yang sama satu dekade sebelumnya. Aktivitas fisik selama satu jam sebelum gejala strok muncul dibandingkan dengan frekuensi aktivitas fisik biasa selama tahun sebelumnya. “Dari 390 subjek, 21 (5 persen) melaporkan telah melakukan aktivitas fisik sedang atau berat selama satu jam sebelum onset strok iskemik, dan enam subjek telah mengangkat benda dengan berat setidaknya 50 pon (22,6 kilogram)," tulis peneliti.

Andrew Smyth, seorang profesor epidemiologi klinis di NUI Galway, menjelaskan bahwa temuan tim dapat membantu memprediksi dan mengurangi risiko strok. Konsultan nefrologis di Rumah Sakit Galway University tersebut mengatakan penelitian berfokus pada paparan jangka menengah hingga panjang, seperti hipertensi, obesitas atau merokok. “Penelitian kami bertujuan untuk melihat paparan akut yang dapat bertindak sebagai pemicu," katanya.

Hal yang lebih meresahkan adalah hubungan antara aktivitas fisik yang berat dan risiko perdarahan intraserebral (ICH). Ini adalah kondisi yang mengancam jiwa karena disebabkan oleh pecahnya arteri kecil di dalam jaringan otak, sehinhga membuat pendarahan di otak. Sebanyak 10 persen strok dilaporkan disebabkan oleh ICH, dan kondisi ini memiliki tingkat kematian 40 persen. "Sekitar 70 persen pasien mengalami defisit jangka panjang setelah ICH," demikian catatan kelompok dokter Mayfield Clinic.

Menurut peneliti NUI Galway, orang secara signifikan lebih mungkin mengalami jenis strok itu segera setelah aktivitas fisik yang berat. Olahraga fisik yang berat dikaitkan dengan peningkatan sekitar 60 persen risiko perdarahan intraserebral selama satu jam setelah aktivitas berat.

 

Kemarahan dan gangguan emosional 

Kemarahan juga terkait erat dengan peningkatan risiko stroke. Studi Galway, proyek penelitian terbesar di kelasnya, membuat penemuan mengejutkan tersebut. Hasil studi menunjukan satu dari 11 pasien strok dilaporkan marah atau kesal dalam waktu satu jam sebelum strok mereka terjadi.

Penelitian menemukan bahwa kemarahan atau gangguan emosional dikaitkan dengan peningkatan sekitar 30 persen risiko strok selama satu jam setelah marah dengan peningkatan yang lebih besar jika pasien tidak memiliki riwayat depresi. “Kemungkinannya juga lebih besar untuk mereka yang mengalami depresi. dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah,” jelas Smyth.

Meskipun aktivitas fisik berat dikaitkan dengan kemungkinan strok yang lebih tinggi, itu tidak berarti orang harus berhenti berolahraga untuk mengekang peluang mengalami masalah. Ahli menekankan bahwa waktu singkat dari aktivitas fisik yang berat berbeda dengan melakukan aktivitas fisik secara teratur, sehingga mengurangi risiko strok jangka panjang.

Sebaliknya, orang dapat fokus pada kebiasaan kesehatan sehari-hari untuk menjaga tingkat risiko strok tetap rendah. Ini termasuk menjaga pola makan yang sehat, berolahraga secara teratur (tanpa berlebihan), mengelola tekanan darah, tidak merokok, dan melatih kesehatan mental selain kesehatan fisik.

 
Berita Terpopuler