Muslim Uighur Jadi Alasan Parlemen AS Loloskan UU Batasi Impor

Perusahaan harus membuktikan dengan jelas barang tidak dibuat dengan kerja paksa.

REUTERS/Thomas Peter
Muslim Uighur Jadi Alasan Parlemen AS Loloskan UU Batasi Impor. Wisatawan berfoto di kawasan wisata bergaya kota tua yang baru dibangun di Hotan, Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang, Cina, Selasa (27/4). Pusat wisata bergaya taman hiburan yang menampilkan budaya Muslim Uyghur itu tak pernah luput dari keamanan yang ketat. Xinjiang mendapatkan sumber pendapatan baru dari kawasan wisata tersebut yang ditargetkan lebih dari 200 juta pengunjung ke Xinjiang tahun ini dan 400 juta pada 2025. REUTERS/Thomas Peter SEARCH
Rep: Umar Mukhtar Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Parlemen Amerika Serikat telah meloloskan undang-undang yang membatasi impor dari wilayah Xinjiang, China karena perlakuan China terhadap minoritas Muslim Uighur. Parlemen AS memberikan suara 428-1 untuk meloloskan UU bernama "Uighur Forced Labor Prevention Act" itu.

Baca Juga

UU tersebut mengharuskan perusahaan membuktikan dengan bukti yang jelas dan meyakinkan barang apa pun yang diimpor dari wilayah Xinjiang tidak dibuat menggunakan kerja paksa. 

"Saat ini, Beijing sedang mengatur kampanye penindasan yang brutal dan mempercepat terhadap orang-orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya," kata Ketua House of Representatives AS Nancy Pelosi kepada anggota parlemen menjelang pemungutan suara, dilansir dari Daily Sabah, Kamis (9/12).

Pelosi mengatakan, di Xinjiang dan di seluruh China jutaan orang mengalami pelanggaran hak asasi manusia yang keterlaluan. Dari pengawasan massal dan penegakan disiplin hingga penyiksaan massal termasuk kurungan isolasi dan sterilisasi paksa serta intimidasi terhadap jurnalis dan aktivis yang berani mengungkap kebenaran.

"Dan, eksploitasi kerja paksa pemerintah China mencapai melintasi lautan ke pantai kami dan di seluruh dunia," ujarnya.

 

 

Senat AS sebelumnya telah menyetujui tindakan serupa. RUU itu kemudian perlu ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Joe Biden dan saat ini tidak jelas apakah itu mendapat dukungan Gedung Putih.

Partai Republik menuduh Gedung Putih Biden dan rekan-rekan Demokratnya di Kongres memperlambat undang-undang itu karena akan memperumit agenda energi terbarukan Preside Biden. Ini karena Xinjiang memasok banyak bahan dunia untuk panel surya. Namun, Gedung Putih menyangkal penundaan RUU tersebut.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan, setidaknya satu juta orang Uighur dan berbahasa Turki lainnya, sebagian besar minoritas Muslim telah dipenjara di kamp-kamp di wilayah barat laut China Xinjiang. Organisasi dan pemerintah asing telah menemukan bukti dari apa yang mereka katakan sebagai penahanan massal, kerja paksa, indoktrinasi politik, penyiksaan dan sterilisasi paksa. Washington menggambarkannya sebagai genosida.

China mengatakan, kamp Xinjiang adalah pusat pelatihan kejuruan yang bertujuan untuk mengurangi daya tarik ekstremisme Islam. Dalam sebuah laporan terbaru, Proyek Hak Asasi Manusia Uighur, sebuah kelompok advokasi yang berbasis di AS, menyampaikan telah mengidentifikasi lebih dari 300 Uighur dan intelektual Muslim lainnya yang diyakini ditahan di Xinjiang sejak 2017.

 Namun, China membantah tuduhan mengenai perlakuannya terhadap Uighur dan tidak pula memberi tanggapan tentang pemungutan suara parlemen AS dari Beijing.

 
Berita Terpopuler