Kemenag Bandung Pindahkan Santriwati Korban Pemerkosaan

Kemenag pusat telah mencabut izin lembaga pendidikan tempat santriwati bersekolah.

Republika/Prayogi
Kemenag Bandung Pindahkan Santriwati Korban Pemerkosaan. Ilustrasi Pelecehan Seksual. (Republika/Prayogi)
Rep: Arie Lukihardianti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bandung telah memindahkan seluruh santriwati dari lembaga pendidikan Tahfidz Madani di Kota Bandung korban pemerkosaan guru berinisial HW (36 tahun). Kepala Kemenag Kota Bandung Tedi Ahmad Junaedi mengatakan pemindahan itu dilakukan guna memberi perlindungan baik fisik maupun secara psikologis kepada para santriwati.

Baca Juga

Total sebanyak 35 orang santriwati yang terdaftar, menurutnya, telah difasilitasi. "Kami rapat dengan provinsi dan seluruh pokja PKPPS berkoordinasi siapa yang akan menampung 35 anak. Walaupun keputusannya tetap itu tergantung kepada anak. Sebagian besar anak mau ke sekolah formal," kata Tedi, Kamis (9/12).

Menurut dia, saat ini Kemenag pusat pun telah mencabut izin lembaga pendidikan yang berada di Kota Bandung tersebut. Tedi mengatakan lembaga pendidikan tersebut hanya mendapatkan izin beroperasi di wilayah Antapani, sedangkan lembaga pendidikan yang berlokasi di Cibiru berdiri tanpa izin Kemenag.

"Kalau lembaganya dalam proses pencabutan izinnya. Karena yang berwenang mencabut izin, yaitu Kemenag," kata dia.

Ia mengungkapkan, saat rapat dengan DP3A Jawa Barat dan Polda Jabar, Kemenag ikut melaksanakan pendampingan terhadap kasus tersebut secara proporsional. "Kasus kriminalnya ditangani oleh Polda Jabar, psikologi anak oleh Dinas DP3A, dan Kemenag membina dan menangani kelembagaan serta kelanjutan pendidikan anak-anak tersebut," kata dia.

 

Saat ini, ia tengah berkoordinasi bersama kepolisian untuk bisa mengakses ke bangunan sekolah yang sudah disegel untuk mengambil sejumlah kelengkapan administrasi peserta didik. "Dari aduan orang tua, masih ada 16 anak yang belum punya ijazah setara paket B dan C. Padahal telah lulus sejak 2019 dan 2020, tapi belum diberikan. Kita terus berkoordinasi dengan kepolisian karena bangunannya sudah diamankan," katanya.

Kasus itu mulai terungkap sejak adanya laporan sekitar Mei 2021 ke Polda Jawa Barat. Setelah itu, laporan tersebut ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan hingga berkas perkara lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan.

Dari kasus tersebut, HW memperkosa 12 orang santriwati. Dari aksi biadab itu, sejumlah santriwati hamil hingga melahirkan beberapa orang anak.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengingatkan berbagai kebutuhan anak-anak yang menjadi korban pemerkosaan seorang pimpinan lembaga pendidikan di Bandung, Jawa Barat agar terus mendapat perhatian dan pelindungan. "Hal ini penting mengingat kebutuhan korban tentunya masih sangat banyak karena korban masih berusia anak," kata Wakil Ketua LPSK Livia Istania Iskandar di Jakarta, Kamis (9/12).

Sebagai contoh, kata dia, masalah kebutuhan pendidikan anak-anak tersebut harus diperhatikan, khususnya dari pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu memastikan anak-anak yang menjadi korban tersebut bisa kembali bersekolah sebab mereka masuk ke pesantren awalnya sebagai upaya melaksanakan pendidikan.

 

Meski begitu, karena sudah menjadi korban tentunya perlu dipastikan tempat para korban ini bisa tetap melanjutkan pendidikan. Sebelumnya, LPSK menemukan ada anak yang ditolak masuk ke sebuah sekolah karena yang bersangkutan adalah korban perkosaan. "Ini miris karena sudah menjadi korban bukannya didukung malah tidak diterima untuk bersekolah," kata Livia.

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil memastikan santriwati yang menjadi korban pemerkosaan di salah satu pesantren di Kota Bandung mendapatkan perlindungan dan pendampingan.

"Anak-anak santriwati yang menjadi korban sudah dan sedang diurus oleh Tim DP3AKB Provinsi Jawa Barat untuk trauma healing dan disiapkan pola pendidikan baru sesuai hak tumbuh kembangnya," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, Kamis (9/12).

DP3AKB Jabar melalui UPTD PPA Jabar bersama Polda Jabar dan LPSK RI sudah melakukan berbagai upaya perlindungan. Yakni, mulai dari pendampingan psikologis, pendampingan hukum, upaya pemenuhan hak-hak pendidikan, reunifikasi kepada keluarga, sampai pelaksanaan reintegrasi.

Selain itu, DP3AKB bersama Polda Jabar dan LPSK RI pun berkomitmen untuk menangani kasus pemerkosaan tersebut dengan mengedepankan Asas Perlindungan Anak. Harapannya, hak-hak korban, baik secara hukum, psikologis, sosial, dan pendidikan, dapat terpenuhi.

 
Berita Terpopuler