Ilmuwan Duga Ada Omicron Versi 'Siluman', Lebih Sulit Dilacak

Omicron versi siluman terlihat di Afrika Selatan, Kanada, dan Australia.

ANSA
Gambar pertama varian omicron dirilis oleh pakar dari ANSA, Italia. Peneliti membandingkan mutasi yang terjadi pada spike protein omicron dibandingkan dengan varian delta. Peneliti di Australia menemukan varian omicron dengan versi siluman yang lebih sulit dibedakan dengan varian lain saat menggunakan tes PCR.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmuwan asal Australia menduga telah menemukan versi "siluman" dari omicron yang mungkin lebih sulit untuk dilacak. Versi baru ini diperkirakan telah berkembang hingga dapat mengganggu kemajuan Inggris keluar dari pandemi.

Para peneliti menyebutnya versi "sneakier" karena lebih sulit untuk membedakannya dari varian lain saat menggunakan tes PCR. Varian ini memiliki banyak mutasi yang sama dengan omicron, tetapi tampaknya tidak ada satu pun yang memungkinkan laboratorium untuk menemukan dan kemudian menandainya.

Bentuk baru ini pertama kali terlihat di Afrika Selatan, Australia, dan Kanada tanpa ada satu pun dari tujuh kasus yang diketahui di Inggris. Kepala kesehatan Australia pertama kali mengungkapkan varian ini ditemukan pada seorang pria Afrika Selatan yang telah melakukan perjalanan dari Provinsi Gauteng.

Baca Juga

Dunia Khawatirkan Varian Omicron - (Infografis Republika.co.id)

Studi awal menunjukkan kerabat varian mutan memiliki set mutasi sendiri. Varian ini bisa lebih menular daripada delta dan mampu menghindari vaksin seperti omicron. Walau demikian, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan guna memastikannya.

"Kami berdiri di sini mengumumkan versi baru omicron dan ini yang pertama di dunia," kata Menteri Kesehatan Negara Bagian Queensland, Australia Yvette D'Ath, dilansir The Sun pada Kamis (9/12).

Chief Health Officer Negara Bagian Queensland Peter Aitken mengatakan para ahli menemukan perbedaan antara varian itu dengan omicron. Ia mengakui ada perbedaan terhadap klasifikasi omicron dan tak lama kemudian meneruskan temuan ini ke komite internasional.

"Ini sekarang mengarah pada klasifikasi ulang omicron. Ini memiliki cukup gen untuk diklasifikasikan sebagai omicron, tetapi kami tidak cukup tahu. Yang kami tahu adalah bahwa omicron lebih mudah menular," ujar Aitken.

Ketika omicron pertama kali muncul, para ilmuwan memperingatkan kemungkinannya lolos dari vaksin. Data baru mengungkapkan dua suntikan vaksin bekerja untuk mencegah penyakit serius dari strain mutan, tetapi mendapatkan suntikan booster atau dosis ketiga mampu meningkatkan kekebalan.

Menyebar di 57 negara

Pada Rabu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, varian omicron telah menyebar di 57 negara. WHO juga memperingatkan bahwa jumlah pasien yang membutuhkan rawat inap kemungkinan akan meningkat seiring dengan penyebaran secara meluas varian baru tersebut.

Dalam laporan epidemiologi mingguan, WHO mengatakan, butuh lebih banyak data untuk menilai tingkat keparahan Covid-19 yang disebabkan oleh varian omicron. Kemungkinan mutasi varian tersebut dapat mengurangi perlindungan yang diberikan vaksin Covid-19 yang saat ini beredar juga masih menjadi tanda tanya.

"Bahkan, jika tingkat keparahannya sama atau bahkan berpotensi lebih rendah daripada varian delta, maka rawat inap akan meningkat," ujar pernyataan WHO.

Pada 26 November, WHO menyatakan bahwa varian omicron yang pertama kali terdeteksi di Afrika selatan sebagai varian yang mengkhawatirkan. Varian omicron adalah strain SARS-CoV-2 kelima.
 
"Analisis awal menunjukkan bahwa mutasi yang ada dalam varian omicron dapat mengurangi aktivitas penetralan antibodi yang mengakibatkan berkurangnya perlindungan dari kekebalan alami," ujar WHO.
 
Vaksin Pfizer-BioNTech
Pfizer dan BioNTech mengklaim tiga dosis vaksin Covid-19 yang dikembangkannya mampu melawan varian omicron dalam uji laboratorium. Temuan tersebut menjadi pertanda awal bahwa dosis penguat (booster) bisa menjadi kunci dalam melindungi manusia dari varian baru SARS-CoV-2 itu.

Kedua perusahaan mengakui bahwa dua dosis vaksin mereka menghasilkan antibodi penetralisasi yang jauh lebih rendah. Akan tetapi, vaksinnya masih dapat melindungi dari penyakit parah.
 
"Garis pertahanan pertama, dengan dua dosis vaksinasi, mungkin bisa ditembus (virus) dan tiga dosis vaksinasi diperlukan untuk mengembalikan perlindungan," kata Direktur Medis BioNTech Ozlem Tuereci dalam konferensi pers, Rabu.

 
Berita Terpopuler