Ada Muatan LGBTQ, West Side Story Dilarang di Saudi-Kuwait

West Side Story merupakan film arahan Stephen Spielberg.

20th Century Studios
Salah satu adegan dalam film West Side Story arahan sutradara Stephen Spielberg. West Side Story memuat karakter gener non biner.
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setidaknya dua negara tidak akan menayangkan remake West Side Story terbaru karena muatan LGBTQ. Arab Saudi dan Kuwait sejauh ini belum sertifikat tayang untuk  film live-action ini.

Dilansir New York Post pada Rabu (8/12), West Side Story awalnya ditargetkan untuk tayang di Arab Saudi pada 9 Desember, mendahului perilisan di Amerika Utara pada 10 Desember 2021. Sementara itu, sensor film di negara-negara Timur Tengah lainnya, seperti Bahrain, Oman, Qatar, dan Uni Emirat Arab dilaporkan meminta film baru dari adaptasi musik klasik karya penulis dan komposer Stephen Sondheim itu dipotong.

Akan tetapi, Walt Disney dan 20th Century Studios telah memutuskan untuk tidak melakukan pemotongan. Baik Disney maupun 20th Century tidak segera membalas permintaan komentar.

Baca Juga



20 Century Studios dilaporkan tengah menantikan perilisan West Side Story di beberapa negara Timur Tengah lainnya. Alasan pelarangan film drama Romeo dan Juliet yang mengambil setting di New York ini tidak dijelaskan secara spesifik.

The Wrap memperkirakan itu karena karakter Anybodys, sosok remaja yang ditulis sebagai transgender dan diperankan oleh aktor Iris Menas. Sosok Anybodys mengidentifikasi dirinya sebagai non-biner.

Sementara itu, West Side Story telah diputar perdana secara global pada 29 November di New York, Amerika Serikat. Perilisan film tersebut berlangsung beberapa hari setelah Stephen Sondheim meninggal dunia.

"Karyanya yang luar biasa untuk West Side Story (pada 1957) menempatkannya pertama kali di peta industri dan meluncurkan karier yang akan sepenuhnya menggambar ulang peta itu, menemukan kembali musik dan teater dan menciptakan karya yang tanpa keraguan sama abadinya, seperti apa pun yang dibuat oleh manusia fana," kata sutradara Steven Spielberg dalam acara penghormatan mendiang komposer kenamaan itu.

Tolak sensor

Arab Saudi sebelumnya telah menyensor banyak film atas dasar isu-isu yang berkaitan dengan LGBTQ yang memang ilegal di negara tersebut. Perilisan Eternals dari Marvel yang menampilkan karakter adiwira gay belum lama ini juga diblokir di sana.

Selain dilarang di Saudi, Eternals juga tak ditayangkan di Qatar, Kuwait, Bahrain, dan Oman. Negara-negara tersebut melarang penayangan Eternals karena pihak Marvel menolak sensor.

Film yang dibintangi oleh Angelina Jolie dan Salma Hayek itu semula akan ditayangkan di negara-negara Timur Tengah pada 11 November 2021. Di wilayah Timur Tengah, hanya negara Uni Emirat Arab, Yordania, Lebanon, dan Mesir yang tetap menayangkan Eternals.

Masalah penyensoran ini ada kaitannya dengan adegan seks Gemma Chan dan Richard serta adegan ciuman sesama jenis yang ada dalam film. Dalam Eternals, Brian Tyree Henry yang berperan sebagai Phastos, seorang karakter gay, mencium pasangannya saat mereka takut dunia akan berakhir.

"Itu bukan cuma ciuman fisik. Mereka punya perasaan yang kuat satu sama lain dan tidak takut menunjukkannya," kata sutradara Eternals, Chloe Zhao.

Sumber Deadline mengungkapkan bahwa petinggi Disney dan Marvel menolak semua sensor yang diajukan oleh Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Bahrain, dan Oman. Hal ini membuat sertifikat distribusi di negara-negara tersebut tidak dikeluarkan.

Seperti dilansir Ace Showbiz, Eternals akan tetap dirilis di Uni Emirat Arab, Yordania, Lebanon, dan Mesir. Akan tetapi, semua adegan intim dalam film tersebut akan dipotong dan tak ditayangkan.

Di Singapura, Eternals tayang dengan klasifikasi penonton M18. Sementara itu, di Indonesia, Eternals tayang untuk penonton berusia 13 tahun ke atas.

"LSF mengapresiasi sutradara dan produser film Marvel karena untuk penayangannya, mereka telah menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia," ujar Ketua LSF, Rommy Fibri Hardiyanto, saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (6/11).

Menurut Rommy, penyesuaian tersebut merupakan bentuk pemahaman dan kesadaran yang baik dari dunia industri perfilman internasional. Ia menyebut, film yang diputar di Indonesia harus  memandang pasar dan regulasi yang berlaku.

 

 
Berita Terpopuler