Mengenal Qanat, Sistem Pengaliran Air Timur Tengah

Kondisi air yang langka, memaksa para insinyur memutar otak untuk menyiasati.

unesco.org
Sistem qanat di Iran
Rep: Dea Alvi Soraya Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Kondisi air yang langka, memaksa para insinyur memutar otak untuk menyiasati persoalan wilayah-wilayah gersang. Salah satunya, merancang terowongan bawah tanah yang dapat membawa air tanpa harus takut menguap karena paparan sinar matahari.

Baca Juga

Sejak diterapkan 30 abad silam, terowongan yang mengandalkan sistem gravitasi untuk memindahkan air dari sumbernya ke tanah-tanah yang kering ini, menjadi penopang pasokan air bersih bagi kelangsungan hidup manusia. Saluran ini pada dasarnya memiliki fungsi yang sama, yaitu menyalurkan air dari mata air, sungai, dan danau ke dataran rendah yang gersang.

Peneliti geografi dan sistem awal air, Dale Lightfoot dari Oklahoma State University menjelaskan, dari sinilah pengetahuan mengenai sistem irigasi menyebar ke timur dan barat, yang saat ini adalah wilayah dari sekitar 35 negara.

Meski begitu, hingga kini tidak ada kepastian di mana terowongan air pertama berada. Para peneliti hanya berspekulasi bahwa para penggali terowongan ini bisa saja berasal dari dataran tinggi Armenia atau Peg unungan Oman yang saat ini disebut Kur dis tan, Iran, Irak, dan Turki.

Sistem pengaliran air ini dikenal dengan qanat. Namun, di sejumlah wilayah, sistem peng airan ini memiliki nama berbeda. Masyarakat Arab, seperti Irak, Suriah, Yordania, dan Arab Saudi menyebut sisten pengairan ini sebagai qanat yang berarti saluran, sedangkan orang Persia menyebutnya karez (kariz), yang secara teknis berasal dari kata arsitektur untuk menyebut terowongan yang mengalir kan air ke saluran bawah tanah yang lebih besar.

Sedangkan, warga Oman menyebutnya falaj yang bermakna pembagian atau peng aturan. Di negara-negara Afrika Utara, seperti Aljazair, Tunisia, dan Libya, foggara adalah nama umum bagi saluran ini, sedangkan Maroko menggunakan nama khettara.

 

 

Dalam salah satu catatan awal pembangunan qanat yang ditemukan di Asyur pada abad 8 SM, tercatat bahwa Raja Asiria Sargon II, saat melakukan kampanye militer di Persia, melaporkan adanya sistem air bawah tanah di dekat Danau Urmia. Putra Sargon, Senna cherib, yang memerintah pada abad ke tujuh SM, mengadopsi teknik Persia untuk membangun karez di dekat ibu kotanya, Nineveh, dan juga di Kota Arbela.

Pada 525 SM, Akhemeni Persia menaklukkan Mesir. Tak lama setelahnya, Raja Persia, Darius I meminta penjelajah Yunani, Carian Scylax dari Caryanda untuk membangun karez (qanat) dengan panjang 160 kilometer dari Lembah Nil melalui Gurun Libya ke Kharga Oasis.

Saat itu, jalur ini merupakan salah satu jalur utama perdagangan kafilah yang dikenal sebagai darb al-arba'in (jalur empat puluh hari). Melalui perdagangan dan penaklukan wilayah inilah teknologi qanat semakin cepat dan terus meluas, baik di timur maupun barat.

Pada 1968, HE Wulff dari Scientific Ame ri can mencatat, sisa-sisa qanat masih ber oprasi. Dia berspekulasi, terobosan ini men jadi alasan atas keramahan warga Mesir ke pada Persia yang saat itu menjajah, serta mem beri gelar Fir'aun kepada Darius.

Qanat juga dikembangkan para insinyur Romawi di tanah jajahan, salah satunya di Yordania. Kala itu, Romawi membangun te rowongan air bawah tanah yang dinobatkan sebagai qanat terpanjang, yakni 170 kilometer.

Di Afrika Utara, qanat pertama kali dikenalkan pada paruh kedua Masehi. Di sana pa ra arkeolog melacak migrasi teknologi dari Mesir ke wilayah Fezzan di barat daya Libya, dan menyebar ke arah timur melintasi Sahara, yang saat ini disebut Aljazair dan Maroko.

 

 

Sementara, arkeolog Universitas Oxford, Andrew Wilson, menjelaskan foggara, yakni nama irigasi untuk oasis besar di Gourara, Aljazair. Pria yang mempelajari foggara se lama bertahun-tahun ini mengatakan, per kembangan foggara di Aljazair mengikuti perkembangan rute hubungan dagang antara warga Tanah Arab dan Afrika. Kemajuannya juga didukung dari kesamaan kekuatan dalam konstruksi antara Aljazair dan Libya.

Foggara juga ditemukan di Touat, 200 km dari Gourara. Panjang foggara di Gourara diperkirakan mencapai ribuan kilometer. Sistem ini diperkirakan sudah digunakan oleh penduduk Aljazair sejak tahun 200 Masehi , tetapi secara pasti penggunaannya dioptimal kan pada abad ke-11 oleh orang Arab dan se telah mereka menguasainya pada abad ke-10. 

 

Dulu, foggara juga banyak ditemukan di Timimoun adalah sebuah oasis kecil di wi layah gurun Gourara, Aljazair. Di sana, sistem foggara digunakan untuk mengairi pohon kurma dan tanaman lainnya. Sempat ber jumlah hingga 250 buah, foggara di w ilayah ini belakangan banyak yang tak terpakai, bahkan mengering lantaran banyak petani yang beralih menggunakan sumur dan pompa listrik.

 
Berita Terpopuler