Berutang 3,6 M, Uniknya Pelunasan Dibantu Debt Collector

Utang itu berawal dari pemakaian 30 kartu kredit saat usianya masih 31 tahun.

Jagalilin
Yudi Yanto Malakiano, Direktur Utama PT Syamsa Group
Rep: Dian Fath Risalah Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernah membayangkan ada debt collector yang tugasnya menagih utang, tapi akhirnya justru menalangi penyelesaian utang tersebut? Itulah yang terjadi pada Yudi Yanto Malakiano.

Baca Juga

Tak pernah terbayangkan sebelumnya, di benak Yudi memiliki utang hingga Rp 3,6 Miliar. Utang itu berawal dari pemakaian 30 kartu kredit saat usianya masih 31 tahun. 

Awalnya, Yudi menjalani usaha briket tempurung kelapa yang diekspor ke Timur Tengah. Semuanya berjalan sangat lancar dan mendapatkan cuan yang besar.

Dengan percaya diri, dia menawarkan teman-temannya untuk ikut merasakan nikmatnya bisnis briket batok kelapa dengan fix income tiap bulan. Siapa sangka di tahun ketiga musibah datang. Pembeli dari Timur Tengah itu memutuskan kontrak karena sudah mendapatkan vendor lain dengan harga jauh lebih murah.

"Tahun 2012 mulailah cobaan, pada saat itu badai datang dalam semalam," ungkap Yudi yang saat ini merupakan Direktur Utama PT Syamsa Group, Perumahan Syariah di Pusat Kota Depok dalam tayangan di Youtube Jagalilin.

Di saat yang sama Yudi harus memberikan bagi hasil fix ke investor walau sudah tidak ada lagi pendapatan. Bermodal keyakinan mendapatkan pembeli lain, Yudi gali lobang tutup lobang memberikan bagi hasil. Namun bukan untung yang ia dapat, justru utang yang semakin menggunung hingga Rp 3,6 miliar. Sedangkan pembeli yang diharapkan juga tak kunjung datang.

Alumnus Guna Dharma ini merenung, dan ternyata dia menemukan bahwa bisnisnya kacau dan musibah terus berdatangan berturut-turut itu karena dia terjerat riba. Dia pun memutuskan berhenti dan hijrah, ogah hidup dengan riba. 

Kini bisnisnya kian berkembang. Jerat utang Rp 3,6 miliar diselesaikan dalam tiga tahun dan kini Yudianto memiliki aset yang bernilai Rp 50 miliar.

 

Yudianto menuturkan saat sedang terpuruk, dirinya terus berikhtiar mencari inspirasi untuk melunaskan utangnya. Tak disangka, dia menemukan sebuah iklan yang menjual rumah di dekat perumahannya dengan komisi Rp 10 juta.

"Saya coba. Saya share di grup komplek tetangga. Qadarullah tetangga beli, fee saya pertama Rp 10 juta. Akhirnya dapat rezeki. Saya pun mulai semangat jualan properti," tuturnya.

Namun, tetap saja, saat itu dia masih terus didatangi oleh para penagih utang. Setiap harinya, para penagih utang menyambangi rumahnya yang berada di Kota Depok, Jawa Barat.

Beruntungnya, Yudianto memiliki beberapa trik dalam mengahadapi para penagih utang. Seperti menahan KTP para debt collector saat akan masuk perumahannya lantaran dia saat itu juga menjabat sebagai ketua RT, bahkan hingga melakukan kesepakatan dengan para penagih utang. 

Ia mengungkapkan, bahkan ada penagih utang yang justru menalagi pembayaran utangnya terlebih dahulu ke pihak bank. "Teknik pelunasan, ada debt collector yang talangin utang saya Rp 10 juta. Saya bilang hanya bisa bayar Rp 2 juta, akhirsnya saya cicil tidak pakai bunga ke dia. Alhamdulillah karena dia baik, saya lunas dalam waktu dua bulan," ujarnya.

Berhasil menjajakan properti, pada tahun 2013, Yudianto kini fokus dengan usahanya sebagai agen properti. Ia bahkan, masuk ke dalam klub properti. Dari situlah, Yudianto mendapatkan ide untuk membuat usaha sendiri. "Saya coba gandeng arsitek, untuk menjadi developer properti," ujarnya.

Pada 2014, Yudianto mulai melunasi utangnya satu persatu. Hingga tersisa Rp 300 juta pada 2015. Di tahun itupun, ia berhasil menjual rumah yang ditinggali seharga 600 juta. "Awal 2015 utang saya sama dengan nol. Perjalanan tiga tahun dari 2012 sampai 2015 utang nol, tapi juga tidak punya apa-apa. Semua sudah habis terjual, termasuk rumah yang saya tinggali. Saya pun mengontrak rumah," tuturnya.

 

Yudianto mengatakan, dia berpegang pada janji Allah, barang siapa meninggalkan semua karena Allah akan diberikan yang terbaik. Dia pun bertekad akan menjalan usaha tapi tak mau lagi bergantung bank karena akan terkena riba. Akhirnya, dia membuka perusahaan bernama PT Syamsa Grup yang memasarkan perumahan tanpa bank di Depok, Jawa Barat. 

Dimulai pada 2016 hingga 2020, Syamsa Gruptelah membuat lima proyek dengan rumah yang habis terjual semuanya. "Dari 5 proyek, 100 persen terbangun, pembeli yang sudah lunas memiliki Akta Jual Beli," ujarnya.

Namun, ketika pandemi Covid-19 datang pada tahun 2020, ia tak bisa menghindari ada beberapa pembeli yang terbatuk-batuk dalam melunasi cicilannya. Oleh karenanya, pada 2021 dia membuat rebranding dengan mendirikan PT Kiano Digdaya Mulia, dimana cicilan rumah sudah menggunakan Bank Syariah.

"Alhamdulillah, Bank Syariah sudah mulai berbenah. Ternyata Bank Syariah sudah bisa sesuai syariah. Makanya kami cukupkan tanpa bank, di 2021 kami rebranding, PT Kiano menggunakan Bank Syariah sudah sesuai syariah," ungkapnya.

Untuk lebih lengkapnya, simak cerita Yudianto dengan segala ikhtiarnya melunasi utang di link Youtube berikut: 

 

 
Berita Terpopuler