Putin Mengelak, AS Pegang Bukti Rusia akan Serang Ukraina

AS klaim pegang bukti Rusia membuat rencana untuk serangan skala besar di Ukraina

AP/Didor Sadulloev
Pasukan Rusia berbaris sebelum dimulainya latihan militer gabungan. AS klaim pegang bukti Rusia membuat rencana untuk serangan skala besar di Ukraina. Ilustrasi.
Rep: Dwina Agustin Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, RIGA -- Amerika Serikat (AS) mengatakan memiliki bukti Rusia telah membuat rencana untuk serangan skala besar di Ukraina. Washington menyatakan sekutu NATO siap untuk mengenakan biaya besar kepada Moskow jika mencoba invasi.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menunjuk pada bukti bahwa Rusia telah membuat rencana untuk langkah agresif yang signifikan terhadap Ukraina. Menurutnya langkah-langkah itu termasuk upaya untuk mengacaukan Ukraina dari dalam serta operasi militer skala besar.

Blinken mengatakan tidak jelas apakah Presiden Rusia Vladimir Putin telah membuat keputusan untuk menyerang. "Dia menempatkan kapasitas untuk melakukannya dalam waktu singkat, jika dia jadi putuskan," ujarnya berbicara pada pertemuan para menteri NATO di Latvia.

"Jadi, terlepas dari ketidakpastian tentang niat dan waktu, kita harus bersiap untuk semua kemungkinan sambil bekerja untuk memastikan bahwa Rusia berbalik arah," katanya dikutip dari The Guardian, Kamis (2/12).

Blinken mengatakan telah menemukan solidaritas di antara sesama menteri NATO di Riga. Solidaritas ini pun memperkuat pertahanannya di sisi timur. "AS tidak tergoyahkan dalam dukungan kami untuk kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina dan berkomitmen untuk kemitraan keamanan kami dengan Ukraina" ujar Blinken.

Namun, menteri luar negeri AS ini tidak mengatakan negaranya atau aliansi akan campur tangan secara militer. "Jika Rusia mengikuti jalur konfrontasi, ketika datang ke Ukraina, kami telah menjelaskan bahwa kami akan merespons dengan tegas, termasuk dengan berbagai langkah ekonomi berdampak tinggi yang telah kami hindari di masa lalu,” kata Blinken.

Blinken tidak merinci sifat tindakan itu, tetapi sebagian besar pengamat percaya bahwa proyek pipa Nord Stream 2, yang dimaksudkan untuk membawa gas Rusia ke Eropa, dapat dibatalkan jika ada invasi lain. Pemerintah koalisi Jerman yang baru sudah skeptis tentang skema tersebut.

Menurut Blinken, AS akan menjelaskan konsekuensi kepada para pemimpin Rusia pada waktu yang tepat. Pernyataannya merupakan peringatan terkuat dari pemerintahan Joe Biden sejauh ini.

Pernyataan itu pun disampaikan sehari sebelum Blinken dijadwalkan bertemu dengan mitranya dari Rusia, Sergei Lavrov, di Stockholm. Kondisi kedua negara pun semakin tegang.

Pemerintah Ukraina memperkirakan jumlah pasukan di dekat perbatasannya berkisar antara 90 ribu hingga 100 ribu. Pasukan Rusia menggelar dua latihan militer besar di wilayah tersebut, pada April dan September, dan setiap kali meninggalkan sejumlah besar pasukan dan persediaan peralatan yang substansial. Satelit komersial telah menunjukkan konsentrasi kendaraan militer.

Blinken menunjuk kemungkinan indikator lain dari niat Rusia. "Dalam beberapa pekan terakhir, kami juga mengamati lonjakan besar, lebih dari sepuluh kali lipat, dalam aktivitas media sosial yang mendorong propaganda anti-Ukraina, mendekati level yang terakhir terlihat menjelang invasi Rusia ke Ukraina pada 2014," katanya.

Baca Juga

AS mendesak kembalinya diplomasi berdasarkan perjanjian Minsk pada 2014 dan 2015. Ketika itu perjanjian melibatkan penarikan Rusia dan otonomi yang lebih besar untuk wilayah Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur.

Istana Kremlin mengatakan Putin akan segera mengadakan pertemuan puncak dengan Joe Biden. Gedung Putih telah mengisyaratkan terbuka untuk gagasan itu tetapi tidak ada tanggal yang disepakati. Pada Rabu (1/12), Putin mengusulkan diadakannya negosiasi untuk memastikan NATO tidak akan menambah pasukan baru di sepanjang perbatasan Rusia.

Putin Peringatkan NATO

Sebelumnya pada Selasa (30/11), Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan NATO agar tidak mengerahkan pasukan dan senjatanya ke Ukraina. Dia mengatakan itu merupakan garis merah bagi Rusia dan akan memicu respons yang kuat.

Putin menyebut Moskow khawatir tentang latihan NATO di dekat perbatasannya. Pernyataan itu mengomentari kekhawatiran Barat tentang dugaan niat Rusia untuk menyerang Ukraina.

Menurut Putin, ekspansi NATO ke arah timur telah mengancam kepentingan keamanan inti Rusia. Dia menyatakan keprihatinan bahwa NATO pada akhirnya dapat menggunakan wilayah Kiev untuk menyebarkan rudal yang mampu mencapai Moskow hanya dalam lima menit.

"Munculnya ancaman semacam itu merupakan ‘garis merah’ bagi kami. Saya berharap itu tidak akan sampai ke sana dan akal sehat dan tanggung jawab untuk negara mereka sendiri dan komunitas global pada akhirnya akan menang," kata Putin.

Presiden Rusia ini menambahkan negaranya telah dipaksa untuk melawan ancaman yang berkembang dengan mengembangkan senjata hipersonik baru. "Apa yang harus kita lakukan? Kami perlu mengembangkan sesuatu yang serupa untuk menargetkan mereka yang mengancam kami. Dan kita bisa melakukannya bahkan sekarang," ujarnya.

Menurut Putin rudal hipersonik baru yang akan memasuki layanan dengan angkatan laut Rusia awal tahun depan akan mampu mencapai target dalam waktu yang sebanding. "Itu juga hanya membutuhkan lima menit untuk menjangkau mereka yang mengeluarkan perintah," katanya.

Rudal jelajah hipersonik Zirkon ini mampu terbang dengan kecepatan sembilan kali kecepatan suara hingga jarak 1.000 kilometer. Senjata itu telah menjalani serangkaian tes, yang terbaru pada Senin (29/11).

Rusia mencaplok Semenanjung Krimea Ukraina pada 2014. Peristiwa itu terjadi setelah presiden yang bersahabat dengan Kremlin digulingkan dari kekuasaan oleh protes massa dan mendukung pemberontakan separatis yang pecah di timur Ukraina.

Awal tahun ini, lonjakan pelanggaran gencatan senjata di timur dan konsentrasi pasukan Rusia di dekat Ukraina memicu kekhawatiran perang. Namun, ketegangan mereda ketika Moskow menarik kembali sebagian besar pasukannya setelah manuver pada April.

Putin berpendapat untuk menghindari ketegangan, Rusia dan Barat harus merundingkan kesepakatan yang akan melindungi kepentingan keamanan masing-masing pihak. "Masalahnya bukan mengirim pasukan atau tidak, berperang atau tidak, tetapi membangun pembangunan yang lebih adil dan stabil serta memperhatikan kepentingan keamanan semua pemain internasional,” jawabnya ketika ditanya apakah Rusia akan menyerang Ukraina.

 
Berita Terpopuler