CfMM : Jangan Asosiasikan Muslim dengan Teroris

CfMM memantau dan menganalisa tren dan bias negatif di media massa Inggris.

avizora.com
Islamofobia (ilustrasi)
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, ISTANBUL -- Center for Media Monitoring (CfMM), lembaga di bawah Dewan Muslim Inggris, menyoroti tren dan bias negatif di sejumlah media massa. Dari Oktober 2018 hingga September 2019, pusat pemantauan media yang berbasis di Inggris itu menganalisis 34 media Inggris melalui situs online dan 38 saluran televisi untuk memastikan cara media menggunakan bahasa anti-Muslim dan anti-Islam.

Baca Juga

Dalam pemantauan tersebut, ditemukan 14 persen artikel yang dianalisis adalah bias atau bahkan sangat bias. Publikasi laporan peliputan yang paling menyinggung adalah media Christian Today, The Spectator, dan Daily Mail Australia.

Laporan tersebut juga menemukan 60 persen artikel di seluruh publikasi arus utama mengaitkan aspek dan perilaku negatif dengan Muslim dan Islam. Media yang masuk kategori ini ialah AFP, Reuters dan Associated Press yang tercatat sebagai pelanggar utama.

Media-media itu menghubungkan perilaku negatif dengan Islam dan menghubungkan agama dengan kejahatan seperti pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan dan mutilasi alat kelamin perempuan dalam liputan mereka.

Selain itu, dari analisis CfMM), tercatat bahwa ada tujuh persen artikel yang ditemukan menggunakan kiasan negatif dan generalisasi terhadap Islam. Spectator memiliki proporsi artikel tertinggi yang salah menggambarkan Muslim dan Islam. Artikel dalam media ini memuat tajuk utama yang tidak relevan dan menyesatkan, yang sebagian besar diproduksi oleh media sayap kanan.

 

 

Misalnya menghubungkan aspek-aspek tertentu dari kejahatan yang dilakukan di seluruh spektrum ras dan etnis, dengan Islam. Antara lain bagaimana pembunuhan demi kehormatan menjadi pembunuhan demi kehormatan Islam, bagaimana oposisi terhadap Israel diberi label 'anti-Semitisme Islam, dan bagaimana orang-orang bersenjata menjadi orang-orang bersenjata Islami.

Laporan tersebut juga menjelaskan bagaimana terminologi yang bersifat emotif dan dramatis jika disandingkan dengan referensi Islam. Sehingga kemudian menciptakan keterkaitan dalam benak pembaca antara agama dan tindakan kekerasan. Karenanya, ini menjadi peringatan bagi organisasi media agar tidak menggunakan bahasa sensasional dan mengkhawatirkan dalam headline, terutama ketika meliput Islam.

Analisis CfMM juga menunjukkan bagaimana media Inggris menggunakan lensa sektarianisme untuk melihat dan melaporkan konflik di Timur Tengah dan dunia Muslim. Ini menandakan kegagalan media menguraikan kompleksitas dikotomi Sunni-Syiah, yang sering secara keliru menghubungkan peristiwa di Suriah, Iran dan Irak dengan masalah yang diklaim.

Salah satu contoh kata kunci yang bersifat bias dalam sebuah laporan artikel, yaitu penggunaan kata 'rezim' untuk menggambarkan negara bagian yang ditentang oleh Inggris, ketimbang menggunakan 'pemerintah' yang lebih netral.

CfMM juga menyoroti penggunaan kata 'Islam' yang secara keliru dilakukan oleh media untuk mendahului tindakan kekerasan atau untuk menggambarkan seseorang dengan cara yang meremehkan. Ini seperti yang dilakukan media arus utama dalam menggambarkan jurnalis yang terbunuh Jamal Khashoggi. Sebab, kata 'syariah' digunakan bersamaan dengan tindakan kekerasan, ekstremis atau teroris.

 

CfMM pun mendesak organisasi media untuk tidak mengasosiasikan keyakinan Muslim dengan kejahatan, terorisme dan ekstremisme. Juga diperlukan representasi Muslim dalam lingkup redaksi dan mendorong wartawan untuk mewaspadai bias.

 
Berita Terpopuler