IGD Diminta Bersiap Antisipasi Varian Omicron

Penanganan Covid-19 perlu difokuskan ke tingkat penyebaran Omicron.

Pixabay
Masyarakat diminta mewaspadai varian Omicron.
Rep: Binti Sholikah Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO – Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan temuan varian baru Covid-19 Omicron, Kamis (25/11). Varian ini pertama kali ditemukan di Afrika Selatan dan telah menyebar di sejumlah negara, seperti Arab Saudi, Australia, dan Amerika Serikat (AS).

Pemerintah Indonesia langsung merespons munculnya varian Omicron dengan melarang Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki riwayat perjalanan 14 hari terakhir dari Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambik, Eswatini, Malawi, Angola, Zambia, dan Hongkong untuk masuk ke tanah air. Selain itu, Warga Negara Indonesia (WNI) yang kembali ke Indonesia dan memiliki riwayat perjalanan dari negara-negara tersebut, akan dikarantina selama 14 hari.

Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 UNS sekaligus Dokter Spesialis Patologi Klinik Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tonang Dwi Ardyanto, meminta agar masyarakat mewaspadai varian Omicron. Meski hingga saat ini, Pemerintah belum mengonfirmasi kasus varian Omicron di Indonesia, bukan berarti masyarakat bisa tenang dan abai dengan protokol kesehatan (prokes).

Justru, masyarakat harus berhati-hati dan disiplin menerapkan prokes supaya kasus merebaknya varian Delta pada Juli-Agustus lalu tidak terulang di periode Natal Tahun Baru (Nataru).

"Hari-hari ini, beberapa negara sudah melaporkannya, termasuk Australia. Yang melaporkan itu berarti sudah berhasil mendeteksinya. Yang belum melaporkan bukan berarti pasti bebas virus varian. Mungkin karena belum berhasil mendeteksinya saja," kata Tonang seperti tertulis dalam siaran pers, Rabu (1/12).

Tonang juga meminta agar masyarakat tidak terlalu memikirkan tingkat keganasan varian Omicron. Yang terpenting masyarakat mewaspadai tingkat penyebaran varian Omicron.

Tonang juga berharap agar Instalasi Gawat Darurat (IGD) di rumah sakit rujukan Covid-19 lebih siap bila sewaktu-waktu terjadi lonjakan kasus akibat varian Omicron. Ia tidak ingin pasien Covid-19 telantar seperti Juli-Agustus lalu.

"Memaknai ganas atau tidak, sebenarnya sangat tergantung kondisi setempat. Proporsi angka kematian (CFR) varian Delta misalnya, sebenarnya rendah. Walau kasus tinggi di beberapa negara, bahkan sangat tinggi, tapi persentase kematian rendah," jelasnya.








Baca Juga

Dia juga menekankan penanganan Covid-19 lebih difokuskan pada tingkat penyebarannya. Dengan demikian, penyebaran Covid-19 tetap terjaga, jumlah kasus tidak melonjak, fasilitas kesehatan tetap sanggup menampung sampai secara alami gelombang Covid-19 menurun.

"Yang harus diperhatikan itu tingkat penyebarannya. Kalau kasusnya sangat tinggi, RS kewalahan, tempat tidur kurang, sampai harus antre di IGD, atau bahkan terpaksa bertahan di rumah saja, maka jadi besar risikonya. Angka kematian menjadi tinggi. Artinya, harus kita waspadai," terang Tonang.

Selama 1,5 tahun pandemi Covid-19 melanda dunia, Indonesia sudah terkena dua kali gelombang penyebaran Covid-19. Hal itu membuat jumlah pasien Covid-19 termasuk angka kematian melonjak drastis.

Tonang menjelaskan, ada dua hal yang dapat terjadi ketika gelombang Covid-19 melanda. Pertama, bisa saja walau penyebaran Covid-19 terjaga, tapi jumlah kasusnya tinggi dengan catatan orang yang terkonfirmasi Covid-19 tetap terisolasi dan pasien berat mendapat perawatan.

"Kedua, mulai terjadi lonjakan, penyebaran tidak tertahan, sampai tidak terkendali, semakin banyak terinfeksi, tersebar begitu saja, semakin tinggi kasusnya, semakin banyak yang maaf meninggal. Kemudian setelah begitu banyak yang terinfeksi, kasus menurun karena virus tidak lagi menemukan tempat berkembang biak yang baru," paparnya.

Untuk itu, Tonang meminta agar Pemerintah memastikan kedisiplinan masyarakat melaksanakan Prokes, membantu memisahkan sumber-sumber penularan dengan isolasi, merawat orang yang mengalami gejala Covid-19, dan melakukan vaksinasi. Upaya tersebut juga perlu didukung dengan kebiasaan memakai masker, mencuci tangan, dan membatasi interaksi antara Indonesia dengan negara lain.

"Dua itu kewajiban Pemerintah, tidak mungkin masyarakat bisa melakukannya. Bisanya adalah mendukungnya. Mari kita awasi dan terus menerus diingatkan, bila perlu agar Pemerintah benar-benar memenuhi kewajibannya," pungkas Tonang.

 
Berita Terpopuler