Menghitung Kerugian Piala Dunia Setiap Dua Tahun

FIFA ingin menggelar Piala Dunia setiap dua tahun, UEFA menentang.

AP Photo/Matthias Schrader
Benjamin Pavard saat mengangkat trofi Piala Dunia 2018 bersama timnas Prancis (ilustrasi). FIFA berencana menggelar Piala Dunia setiap dua tahun, yang mendapatkan tentangan dari UEFA.
Rep: Rahmat Fajar Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana perubahan pelaksanaan Piala Dunia setiap dua tahun dan format Piala Dunia Antarklub menjadi lebih besar masih dalam tahap perdebatan. Terutama dalam hal untung ruginya kepada liga domestik. Menurut studi yang disusun oleh konsultan KPMG dan Delta Partners FTI, perubahan tersebut dapat merugikan liga sepak bola domestik dan UEFA sekitar 8 miliar Euro (Rp 128 triliun) per musim. Ini karena hilangnya hak siar TV, pendapatan di hari pertandingan, dan perjanjian komersial lainnya, dilansir dari ESPN, Kamis (25/11).

Kompetisi internasional yang lebih sering dilakukan serta penambahan pertandingan internasional khusus klub jelas akan mengubah tatanan liga domestik yang sudah berlangsung lama. Termasuk pengurangan jumlah tim yang ikut serta di dalamnya. Tak hanya itu, perubahan tersebut juga bisa menyebabkan pergeseran pertandingan dari akhir pekan ke hari kerja dan lebih sedikit pertandingan domestik.

Langkah perubahan tersebut selain memangkas pendapatan klub pun diperkirakan akan mengurangi minat orang-orang menyaksikan permainan sepakbola. Secara otomatis akan mengurangi minat penginklan sehingga pemain juga akan terkena imbasnya seperti permainan mereka akan semakin buruk.

Presiden FIFA Gianni Infantino mengakui FIFA membahas penyelenggaraan Piala Dunia setiap dua tahun bukan empat tahun. Sosok yang paling getol menyuarakan Piala Dunia digelar dua tahun adalah mantan pelatih Arsenal Arsene Wenger. Dia kini menjabat sebagai Kepala Pengembangan Global FIFA.

Ia juga mengusulkan pengurangan pertandingan kualifikasi pada jeda internasional. Wenger ingin Piala Dunia digelar di tahun-tahun alternatif yang tak bersamaan dengan kejuaraan kontinental seperti Piala Eropa dan Copa America. Wenger pun mengusulkan waktu wajib istirahat bagi pemain agar terhindar dari kelelahan.

Gagasan perubahan penyelenggaraan Piala Dunia dan Piala Dunia Antarklub tersebut mendapatkan tentangan kuat dari UEFA. Sebab mereka punya kompetisi yang sangat populer dan menguntungkan yaitu Liga Champions. Liga-liga seperti Serie A Italia, La Liga dan Liga Inggris merupakan kompetisi domestik yang diminati banyak orang di dunia. Sehingga wajar jika UEFA adalah pihak yang paling menentang wacana Wenger tersebut.

Presiden UEFA Aleksander Ceferin berpendapat Piala Dunia yang lebih sering akan melemahkan nilai dari turnamen itu sendiri. Selain itu, menurutnya, juga merugikan kompetisi lain. Ceferin pun mengancam akan memimpin pemboikotan Piala Dunia jika wacana tersebut dilaksanakan.

"Sampai sekarang, sepak bola klub adalah 80 persen, sepak bola tim nasional 20 persen. Saya ingin menjaga keseimbangan itu," kata Wenger dalam penjelasannya, September lalu.

FIFA belum menanggapi mengenai studi yang menyebut perubahan Piala Dunia akan merugikan. Mereka berjanji akan melakukan studi kelayakan sendiri.

Liga-liga di dunia akan dirugikan secara finansial yang sangat besar, terutama dari pendapatan televisi. Sekitar 40 liga domestik terbesar di seluruh dunia dan kompetisi di bawah naungan UEFA seperti Liga Champions akan kehilangan 5 miliar Euro (Rp 80 triliun) per musim dari kesepakatan audiovisual saja. Angka tersebut lebih dari sepertiga dari apa yang didapatkan liga dari hak siar TV hari ini.

Studi tersebut memperkirakan liga akan kehilangan lebih dari satu miliar Euro (Rp 16 triliun) per tahun dari hak visual karena penurunan jumlah pertandingan, 1,75 miliar Euro (Rp 28 triliun) karena kalander turnamen yang dipersingkat, dan 901 juta Euro (Rp 14,4 triliun) dari perubahan jadwal yaitu dari akhir pekan ke pertengahan pekan. Total pendapatan dalam hak audiovisual yang dihasilkan liga akan turun dari lebih 14 miliar Euro (Rp 224 triliun) menjadi sekitar 9 miliar Euro (Rp 144 triliun).

Analis senior, Francois Godard mengatakan Piala Dunia dua tahun sangat berisiko. Ia memprediksi di beberapa hal pendapatan akan runtuh. Menurutnya, risiko tersebut karena wacana perubahan Piala Dunia melemahkan produk utama dalam sepak bola yaitu liga nasional.

"Jika Anda mengubah model baru ini dengan Piala Dunia setiap dua tahun dan pertandingan harus dipindahkan dari akhir pekan ke pertengahan pekan, dan Anda memiliki musim keseluruhan yang lebih pendek, dan beberapa pemain mungkin tidak tersedia di beberapa titik, Anda melemahkan produk inti Anda," katanya kepada Reuters.

Laporan tersebut menyebutkan kerugian komersial akan mencapai 2,16 miliar Euro (Rp 34,5 triliun) per musim atau penurunan sekitar 25 persen. Dampak negatif di hari pertandingan akan merugikan klub hingga 1,2 miliar Euro (Rp 19,2 triliun) atau penurunan 25 persen.

Butuh beberapa skenario untuk menyiasati masalah ini. Namun yang pasti semua liga memproyeksikan bahwa mulai musim 2024/2025, mereka dipaksa mengurangi tim peserta menjadi 18 tim dan didorong menyelesaikan musim pada awal Mei agar sesuai dengan rencana FIFA. Sejauh ini, belum bisa dipastikan berapa banyak pertandingan yang mungkin dibatalkan.

Ketua Forum Liga Dunia Enrique Bonilla mengatakan, persoalan ini akan dipresentasikan pada Pertemuan Tahunan Forum Liga Dunia, pekan depan. "Rencana ini bertentangan dengan liga, klub, dan pemain," kata Bonilla. 

Presiden UEFA Aleksander Ceferin menolak wacana Piala Dunia setiap dua tahun. - (EPA-EFE/Marco Betorello)

 

 
Berita Terpopuler