Perbaiki Sistem Tata Kelola Guru!

Banyak guru ASN memilih menempuh jalur birokrasi struktural di pemda/disdik.

Republika/Edi Yusuf
Pemerintah memberikan penghargaan kepada sejumlah guru berprestasi saat upacara Peringatan Hari Guru Nasional, Kamis (25/11).
Rep: Rizky Suryarandika/Nawir Arsyad Akbar/Ronggo Astungkoro Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembinaan dan pengembangan karir guru di Tanah Air, selama ini, tidak mengacu pada sistem meritokrasi. Bahkan, peningkatan karir guru berkualitas pun kurang mendapat perhatian dari pemerintah. 

Wajar bila kemudian Pengurus Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kemenristekdikti dan Kemenag, memperbaiki sistem tata kelola guru. Termasuk sekolah swasta yang pengelolaannya dilakukan tanpa dasar regulasi kepada yayasan. 

Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri mengungkapkan, banyak guru sekolah sampai jenjang S2 bahkan S3, tapi tidak berdampak bagi karir mereka. "Tidak ada reward. Begitu juga tidak ada mekanisme peningkatan karir guru ASN dan swasta apalagi honorer yang berjenjang seperti dosen," kata Iman dalam keterangan pers, Kamis (25/11) di momen Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2021.

Iman menilai, para guru ASN memilih menempuh jalur birokrasi struktural di Pemda/Dinas Pendidikan seperti Kepala Seksi atau Kepala Bidang karena minim penghargaan dan tertutupnya jenjang karir. Padahal, guru adalah jabatan fungsional.

"Lebih sedih lagi, guru honorer tak punya kesempatan meningkatkan kompetensi dan mengembangkan karir," ujar Iman.

Iman juga menyinggung guru swasta tidak memiliki jenjang karir yang signifikan. Contoh, ketika seorang guru tetap di suatu yayasan yang sudah lama mengajar berhenti, lalu memutuskan pindah ke sekolah swasta lain, mereka harus memulai status dan karir dari nol kembali.

"Tidak menyesuaikan golongan/pangkat di sekolah sebelumnya, padahal mereka sudah punya portofolio dan pengalaman mengabdi," ucap Iman.

Pola rekrutmen guru yang sangat diskriminatif itu lazim terjadi di sekolah swasta/madrasah seluruh Indonesia. Ia meyakini, kondisi itu bukti negara gagal membangun pola pembinaan jenjang karir guru. 

"Wajar saja guru ASN berprestasi memilih menyeberang menjadi birokrat struktural, tidak jadi guru lagi," sebut Iman.

Sebagai solusi, P2G meminta pemerintah dan DPR melakukan revisi terhadap UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Iman menyarankan, sebaiknya pengaturan dan tata kelola guru dan dosen dipisah dalam UU berbeda. 

"Sebab kebutuhan, rekrutmen, pembinaan karir, dan kondisi riilnya berbeda," ucap Iman.

Kata dia, pengelolaan guru membutuhkan sistem yang baru agar guru berkualitas terjamin dari segi kesejahteraan, peningkatan kompetensi, pembinaan dan pengembangan karir, perlindungan. "Tentu ini butuh pola rekrutmen yang tertata," ucap dia.

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengakui, pengelolaan tenaga pengajar, masih menjadi salah satu masalah dalam manajemen pendidikan di Indonesia. Kata dia, terjadinya ketidakmerataan distribusi hingga kesejahteraan guru, masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan.

Padahal, guru merupakan tulang punggung bagi terselenggaranya pendidikan yang berkualitas. "Bagaimana mengharapkan kualitas sumber daya manusia Indonesia akan mumpuni, jika para guru tidak bisa mendidik secara optimal," tegas dia.

Program PPPK, dipandangnya, menjadi terobosan pemerintah untuk mensejahterakan guru honorer. Namun, Huda masih melihat sejumlah permasalahann, seperti rendahnya pengajuan formasi dari pemerintah daerah, tingginya passing grade seleksi, rendahnya poin afirmasi, hingga kepastian jadwal seleksi.

"Permasalahan ini harus segera dituntaskan, agar target rekrutmen sejuta guru honorer ini bisa tuntas tidak lebih dari 2022. Jangan sampai pelaksanaan program rekrutmen sejuta guru honorer ini menjadi persoalan tersendiri di kemudian hari karena tak kunjung tuntas," ujar Huda.

 

Pelajar memberikan ucapan selamat dengan memeluk gurunya seusai upacara peringatan hari guru nasional, Senin (25/11). (Antara/Irwansyah Putra)

 

Berharap terobosan pemerintah

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan, guru merupakan bagian penting dari aktor pemajuan dunia pendidikan Indonesia. Guru menjadi penentu nasib pendidikan Indonesia hari ini dan ke depan. Walau pun guru hanya bagian dari keseluruhan sistem yang tidak dapat bekerja sendirian.

“Dari dunia guru yang maju lahir pendidikan Indonesia berkemajuan. Sebaliknya, dari kondisi guru yang serba terbatas, sukarlah urusan memajukan pendidikan Indonesia. Kami percaya para guru di seluruh penjuru negeri  memiliki komitmen dan pengkhidmatan tinggi untuk memajukan pendidikan Indonesia," ujar Haedar.

Prof Haedar mengakui, dunia pendidikan Indonesia kompleks dengan segala masalah dan tantangan. Ia juga menyadari, kondisi pendidikan dan situasi anak didik Indonesia tidak dapat digeneralisasi antara di pelosok dengan di kota besar.

"Masih banyak lembaga pendidikan di pelosok-pelosok terjauh mengalami kesulitan hanya untuk bertahan hidup, dari sarana prasarana, guru, dan dana yang serba terbatas sampai kondisi anak didik dengan latar sosiologis yang kompleks," ungkap Haedar.

Haedar berharap, Pemerintah mengeluarkan terobosan guna menjawab tantangan dunia pendidikan di Tanah Air. Bila tidak ada inovasi, dia khawatir, beratnya masalah dan tantangan dunia pendidikan ke depannya.

“Fokusnya mesti tertuju pada masalah dalam memajukan pendidikan Indonesia agar makin berkualitas secara merata sebagai agenda yang tidak ringan. Apalagi ditambah dengan urusan-urusan lain yang dibebankan pada dunia pendidikan seperti soal radikalisme, intoleransi, kekerasan, dan lain-lain yang mesti seksama dalam memecahkannya,” tegas Haedar.

Sementara itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, menangkap, keinginan guru se-Indonesia yang menginginkan kesempatan yang adil untuk mencapai kesejahteraan yang manusiawi. Selain itu, menurut dia, guru se-Indonesia juga menginginkan akses terhadap teknologi dan pelatihan yang relevan dan praktis.

Guru, kata dia, juga menginginkan kurikulum yang sederhana dan bisa mengakomodasi kemampuan dan bakat setiap murid yang berbeda-beda. Kemudian, guru-guru pun menginginkan pemimpin-pemimpin sekolah mereka untuk berpihak kepada murid, bukan pada birokrasi.

"Guru se-Indonesia ingin kemerdekaan untuk berinovasi tanpa dijajah oleh keseragaman," kata dia.

Hal itu, dia dapatkan setelah menginap di beberapa kediaman guru honorer, guru penggerak, dan santri di beberapa daerah. Nadiem melihat, adanya fenomena yang tak dikira sebelumnya. Di mana, menurut dia, akan sangat wajar apabila dalam situasi pandemi banyak guru yang terdemotivasi.

"Kita semua tersandung dengan adanya pandemi. Guru dari Sabang sampai Merauke terpukul secara ekonomi, terpukul secara kesehatan, dan terpukul secara batin," kata dia.

 

Meski demikian, Mendikbudristek mengucapkan terima kasih kepada semua guru se-Indonesia atas pengorbanan dan ketangguhannya. “Saya tidak akan menyerah untuk memperjuangkan Merdeka Belajar demi kehidupan dan masa depan guru se-Indonesia yang lebih baik. Terima kasih, Merdeka Belajar ini sekarang milik Anda,” ujar dia.

 
Berita Terpopuler