Naskah Khutbah Jumat: Merantau demi Belajar Agama

Belajar ilmu agama bermanfaat secara ukhrawi dan duniawi.

ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Naskah Khutbah Jumat: Merantau demi Belajar Agama. Pengunjung berjalan di depan Masjid Menara Kudus, Kudus, Jawa Tengah.
Rep: Rossi Handayani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdullah ZaenPendakwah lulusan S2 jurusan Aqidah Universitas Islam Madinah

Baca Juga

KHUTBAH PERTAMA

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَّيْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ باَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ باَرَكْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

Jama’ah Jum’at rahimakumullah…

Marilah kita meningkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’ala secara serius. Yaitu dengan mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ’alaihi wasallam. Serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ’alaihi wasallam.

Jama'ah Jum'at yang semoga dimuliakan Allah...

Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, salah satu sosok sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang sangat terkenal kegigihannya dalam belajar agama. Beliau tinggal di kota Madinah. Suatu hari beliau mendengar kabar bahwa ada sahabat lain yang memiliki sebuah hadits yang belum diketahuinya.

Sahabat itu berdomisili di negeri Syam. Maka beliaupun bergegas membeli onta dan mempersiapkan bekal. Lalu menempuh perjalanan berat dan panjang selama satu bulan penuh. Sebuah perjalanan yang berjarak ribuan kilometer dari Madinah ke Syam. 

Singkat cerita beliau tiba di depan rumah sahabat tersebut, yang ternyata adalah Abdullah bin Unais radhiyallahu ‘anhu. Begitu mendengar kedatangan Jabir, Abdullah segera keluar dan memeluk hangat tamu istimewanya.

Tanpa berpanjang lebar basa-basi, Jabir berkata, “Aku mendengar kabar bahwa engkau pernah mendapatkan sebuah hadits yang belum pernah kuketahui sebelumnya. Aku khawatir tidak sempat mempelajarinya, sebelum aku wafat atau engkau wafat”. Lalu dengan senang hati, Abdullah pun menyampaikan hadits tersebut. (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad dan dinilai hasan oleh al-Albaniy).

 

Kaum muslimin dan muslimat yang kami hormati…

Satu bulan penuh jarak ditempuh, mengarungi padang pasir siang dan malam dengan bekal seadanya, di tengah cuaca yang tak menentu, hewan buas dan para perampok mengintai. Itu semua tidak menyurutkan semangat Jabir radhiyallahu ‘anhu; demi untuk mempelajari ‘hanya’ satu hadits! Sungguh potret kegigihan dahsyat yang luar biasa, yang seharusnya membuat kita malu untuk banyak mengeluh saat belajar agama.

Ar-rihlah fî thalabil ‘ilm; merantau demi belajar ilmu agama. Itulah konsep mulia yang dipraktikkan para nabi dan para ulama sejak dahulu kala. Al-Qur’an mengisahkan perjalanan panjang Nabi Musa ‘alaihissalam; demi belajar dari Nabi Khidir ‘alaihissalam. Salman al-Farisiy radhiyallahu ‘anhu merantau dari satu negeri ke negeri lainnya; demi menemukan secercah hidayah Islam.

Dan tak terhitung kisah para ulama yang merantau mengelilingi dunia, demi mendalami ilmu agama. Bahkan seorang ulama kenamaan abad kelima hijriah; Al-Khatib al-Baghdadiy rahimahullah sampai menulis buku khusus untuk mengkaji tema tersebut. Judulnya: Ar-rihlah fî thalabil hadits; merantau dalam rangka belajar hadits. 

Baca juga : Tiga Keutamaan Sholat Malam

 

Sidang Jum’at rahimakumullah…

Mengapa para manusia hebat tersebut rela mengesampingkan perasaan rindu dengan meninggalkan kampung halaman dan keluarga yang disayanginya? Rela mengeluarkan biaya tak sedikit?

Rela menahan lapar dan dahaga? Bahkan rela menyabung nyawa demi merantau guna belajar ilmu agama? Jawabannya: karena jaminannya adalah surga!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

"وَمَنْ ‌سَلَكَ ‌طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ"

“Barang siapa meniti suatu jalan untuk belajar ilmu agama; maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Ajaibnya, merantau untuk belajar ilmu agama, ternyata bukan hanya bermanfaat secara ukhrawi saja. Namun juga memiliki segudang manfaat duniawi. Di antaranya:

Manfaat pertama: Menghilangkan kejenuhan

Imam Syafi’i rahimahullah berpetuah,

إِنِّي رَأَيْتُ وُقُوْفَ المَاءِ يُفْسِدُهُ إِنْ سَاحَ طَابَ وَإنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ

Air yang dibiarkan menggenang pasti akan rusak. Sebaliknya jika ia dibiarkan mengalir maka akan menjadi segar.

Alam semesta tidak selebar daun kelor. Islam membangkitkan kesadaran kita agar tidak menghabiskan waktu untuk molor. Banyak hal yang perlu digali. Sudah lama kita menjadi pengekor. Sekarang tiba saatnya kita menjadi pelopor.

Baca juga : Perempuan Buta dari Bahrain Menang Lomba Baca Alquran Dunia

 

Manfaat kedua: Memperluas wawasan

“Bagaikan katak dalam tempurung” itulah perumpaan orang yang sempit wawasannya. Hanya mengetahui apa yang ada di dalam rumahnya atau kampungnya. Namun bila merantau, maka ia akan memahami dunia luar, mempelajari banyak karakter manusia, mengerti adat istiadat beragam masyarakat, serta melatih diri beradaptasi secara cerdas dengan berbagai macam lingkungan baru.

Manfaat ketiga: Menyadari betapa berharganya keluarga

Pepatah Arab mengatakan, “Jarang-jaranglah bertemu; niscaya cintamu akan semakin menggebu”. Manakala kita merantau, tentu akan muncul perasaan kangen terhadap orang-orang yang kita sayangi. Anak, istri, ayah, ibu, kakak, adik dan kerabat lainnya. Di saat itulah kita bisa merasakan betapa mahalnya keberadaan mereka. Mereka adalah anugerah agung dari Allah ta’ala yang wajib disyukuri. Sebaliknya bila tidak merantau, mungkin kita bakal sulit untuk menyadari alangkah istimewanya nikmat keluarga tersebut.  

أقول قولي هذا، وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين والمسلمات، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.

 

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ للهِ وحده والصلاة والسلام على من لا نبي بعده، وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه، أما بعد؛

Sidang Jum’at yang kami hormati…

Dengan merantau, kita bisa menyadari betapa mahal dan berharganya ilmu yang kita dapatkan. Sebab mutiara tersebut, diraih dengan pengorbanan jiwa dan raga.

Imam Syaf’i rahimahullah menyampaikan petuahnya,

سَافِرْ تَجِدْ عِوَضاً عَمَّنْ تُفارِقُهُ وَانْصَبْ فَإِنَّ لَذِيْذَ العَيْشِ فيِ النَّصَبِ

Merantaulah, niscaya engkau akan mendapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan. Berletih-letihlah, sungguh manisnya hidup akan terasa setelah lelah berjuang.

وَالأُسُدُ لَوْلاَ فِرَاقُ الأَرْضِ مَا افْتَرَسَتْ وَالسَّهْمُ لَوْلاَ فِرَاقُ القَوْسِ لَمْ يُصِبِ

Singa jika tak meninggalkan sarangnya, tak akan mendapatkan mangsa. Anak panah jika tak lepas dari busurnya, tak akan pernah mengenai sasaran.

وَالشَّمْسُ لَوْ وَقَفَتْ فِي الفُلْكِ دَائِمَةً لَمَلَّهَا النَّاسُ مِنْ عُجْمٍ وَمِنْ عَرَبِ

Jika matahari tak bergerak dan terus berdiam di orbitnya. Tentu seluruh manusia merasa bosan dan enggan untuk memandangnya.

‌وَالتِّبْرُ ‌كَالتُّرْبِ ‌مُلْقىً ‌فِي ‌أَماكِنِهِ وَالْعُوْدُ فِي أَرضِهِ نَوعٌ مِنَ الحَطَبِ

Bijih emas tak ada bedanya dengan tanah biasa sebelum ditambang. Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu bakar jika masih berada di dalam hutan.

فَإِنْ تَغَرَّبَ هَذا عَزَّ مَطلَبُهُ وَإِنْ تَغَرَّبَ ذَاكَ عَزَّ كَالذَهَبِ 

Namun bila gaharu itu keluar dari hutan, niscaya ia akan menjadi parfum yang mahal harganya # Begitupula bijih emas bila memisahkan diri dari tanah, ia akan dihargai sebagai emas murni.

Dari bait-bait di atas, dapat diambil kesimpulan, bahwasanya merantau akan membangkitkan semangat, mendewasakan, sekaligus membuat diri kita semakin berharga. Jangan khawatir! Selama merantau, niscaya kita akan mendapatkan ganti dari apa yang kita tinggalkan. Sungguh nikmatnya hidup hanya bisa dirasakan setelah letihnya perjuangan. Kemuliaan tidak akan pernah didapatkan dengan kemalasan.

 هذا؛ وصلوا وسلموا –رحمكم الله– على الصادق الأمين؛ كما أمركم بذلك مولاكم رب العالمين، فقال سبحانه: "إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً". 

اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد، اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.

ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين

ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم

ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب

اللهم ارفع عنا الوباء والبلاء عاجلاً غير آجل، اللهم ارفع عنا الوباء والبلاء عاجلاً غير آجل، اللهم ارفع عنا الوباء والبلاء عاجلاً غير آجل

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

 

وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة...

 
Berita Terpopuler